Thursday, May 19, 2011

ADA APA DENGAN WAHABI?

ADA APA DENGAN WAHABI?

Nasab dan Kelahiran Beliau ( Pengenalan ringkas )

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga Musyarraf (Ali Musyarraf), di mana Ali Musyarraf ini cabang atau bagian dari Kabilah Tamim yang terkenal. Sedangkan Musyarraf adalah kakek beliau yang ke-9 menurut riwayar yang rajih. Dengan demikian nasab beliau adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf.

Beliau dilahirkan di negeri Uyainah pada tahun 1115 H bersamaan dengan 1703 M. Daerah Uyainah ini terletak di wilayah Yamamah yang masih termasuk bagian dari Najd. Letaknya berada di bagian barat laut dari kota Riyadh yang jaraknya (jarak antara Uyainah dan Riyadh) lebih kurang 70 km.
Beliau terdidik dalam keluarga yang berilmu dan berpegang teguh pada agama. Bapak beliau adalah seorang ulama yang terkenal dan juga qadhi. Sementara datuknya pula seorang mufti dan pakar dalam bidang fekah. Ibu beliau adalah seoang anak kepada Seikh Muhammad bin aizar dan bapak saudara sebelah ibu beliau pula syeikh Ibrahim bin sulaiman.

Keluarga sebelah ibu dan bapak beliau terkenal dengan keilmuan mereka. Ini memberikan peluang yng cukup untuk membentuk ilmu , akhlak dan keperibadian beliau. Disamping itu , beliau memiliki kecerdasan akal dan minat yang tinggi dalam pelajaran. Buktinya, beliau telah menghapal al-Qur an ketika berusia sepuluh tahun. Beliau juga telah merantau ke beberapa daerah dan kota ilmu seperti Basrah, Hijaz, dan lain-lain. Beliau juga berguru dengan ulama terkenal pada zamannya. Beliau mempunyai ramai murid dan pengikut.

Sumber pemikiran syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

Untuk mengetahui sumber pemikiran syeikh Muhamad bin Abdul Wahab, kita perlu membaca dan mengkaji kitab-kitab yang telah ditulis oleh beliau. Ini karena, ia akan memberi gambaran kepada kita tentang pemikirannya. Jika dilihat kepada keseluruhan tulisannya, dapat dirumuskan bahawa beliau menggunakan bebeapa sumber berikut:

1. Al-Qur an al-Karim. Contohnya dalam kitab al-Iman beliau menulis satu bab yang berjudul al-Wasiyyatu bi kitabillah. Beliau juga kurang senang dengan segelintir masyarakat yang lebih mengutamakan kitab-kitab lain. Hal ini telah dijelaskan melalui kitabnya Raudhatu al- Riyahin dan Dalail al-Khairat. Oleh itu, beliau menegaskan kepada para pengikutnya agar memberikan perhatian serius kepada sumber ini.

2. Sunnah.Perkara ini dijelaskan melalui kitab beliau Usul al- Iman dalam satu fasal berjudul Tahridhuhu saw ‘ala luzumi sunnah ( Sulaiman bin sahman al-hidayah al-sunniyah wa al-tuhfah al-wahhabiyah al-najdiyah, hal.87 ). Kesungguhan beliau terbukti apabila berhasil meringkaskan Sahih al-Bukhari yang berjudul Mukhtashar Shahih al-Bukhari. Tujuannya untk memudahkan para pengikutnya dan umat Islam lain beramal dengan hadis Nabi saw.

3. Atsar salafussholeh. Selain dua sumber yang di nyatakan tadi, Syeikh Muhammad bin abdul wahab juga menggunakan atsar salafussholeh yang terdiri dari pada para sahabat nabi saw, tabi’in, tabi’it tabi’in, imam-imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Malik, Syafie, Ahmad dan sebagainya. Disamping itu , beliau juga berpegang pada kitab tafsir yang terkemuka. Beliau juga menegaskan bahwa untuk memahami Qur an perlu mendapatkan bantuan dari pada kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ibnu Jarir at- Thabari, ringkasan tafsir Ibnu Katsir yang bermazhab Syafie, Tafsir al-Baidhawi, al-Khazin dan lain sebagainya.

Untuk memahami ilmu hadis pula , umat islam perlu merujuk kepaa kitab yang di syarah (dijelaskan maksudnya ) oleh ulama terkenal seperti Syarah Muslim oleh Imam Nawawi dan Syarah Jami’ al- Saghir oleh al- Manawi. Disamping itu, perlu juga merujuk kepada kitab-kitab hadis seperti al- Sunan dan syarahnya serta kitab – kitab lainnya dalam semua bidang sama ada usuluddin, fekah, nahu, sorof dan lain-lain lagi.

Manhaj Akidah Syeikh Muhammad bin Abdul

Ketika meneliti tulisan-tulisan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mendahulukan al-Qur an dan sunnah yang shahih. Ia merupakan ass terpenting dalam semua aspek sama ada akidah, syariah, akhlak dan sebagainya. Manhaj yang diikuti ini sama dengan para ulama salafussholeh seperti imam-imam mujtahid. Keadaan itu dapat dilihat dalam pelbagai kitab yang beliau karang. Hal yang sama juga telah menjadi ikutan para pengikutnya.

2. Menerima hadis shahih dalam semua perkara tanpamembedakanantara hukum-hakam dan akidah. Beliaumengguna pakai hadis-hadis ahad yang shahih dalam akidah dan juga hukum hakam. Ini berbeda dengan sebagaian ulama yang menerima hadis ahad hanya dalam hukum hakam dan menolak hadis itu dalam akidah.

3. Menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya dan menolak apa yang di nafikan oleh Allah dan RasulNya sama ada dalam bab asma wa sifat atau sebagainya.

4. Tidak mendahulukan akal dari nash al_Qur an atau sunnah.

5. Sederhana dalam akidah dan semua keadaan termasuk pandangan terhadap golongan yang tidak sealiran dengannya.

6. Beriktikad dengan akidah Ahlu sunnah wal jamaah. Ini terbukti melalui suratnya yang di hantar kepada penduduk Qasim.

7. Menentang sekeras-kerasnya pendekatanilmu kalam dalam akidah. Antara sebab beliau menolak pendekatan ini adalah karena mereka telah mengubah kalamullah dengan hadis dengan maksud lain dan membawa kepada kesesatan, perpecahan umat, tidak menyandarkan dalil kepada Qur an dan hadis. Disamping itu , usul mereka bersandar kepada akal semata . Malah telah dilakukan oleh ulama dalam mazhab syafie seperti al-Baihaqi, al-Baghawi, Ismail at-Tamimi, al-Hafiz al-Zahabi, al- Daruqutni dll.

Aqidah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

Asas dakwah paling utama yang dibawa oleh syeikh Muhammad bin abdul wahab ialah tauhid kepada Allah dan mengikhlaskan ibadah hanya semata-mata karenaNya. Kitab-kitab yang dihasilkan oleh beliau bertujuan menjernihkan tauhid. Beliau memerangi elemen-elemen yang merusakkan akidah Islam seperti syirik, kufur, nifak dan lain sebagainya. Antara kitab dan tulisan beliau berkaitan akidah adalah : kitab al-Tauhid alladzi hua haqqullah a’la al –‘Ibad, al – Kabaair, Kasfu al- Syubahat, Sirah al- Mukhtasarah, Sirah al-Muthawalah, Mukhtasa al-Huda al-Nabawi, Mukhtasar syarah al-Kabir, Mukhtasa al-Insaf, Usul al- Iman, Mukhtasar Zaadul Ma’ad, Masa’il al- Jahiliyah.

Tauhid Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

Syeikh Muhammad bin abdul wahab telah membahagikan tauhid kepada 3 bahagian, yaitu :
1. Tauhid al-Rububiyyah
2. Tauhid Asma wa sifat
3. Tauhid al- Uluhiyyah

Ada juga yang membahagikan tauhid kepada dua yaitu, Tauhid al-Ma’rifah dan Tauhid al-Itsbat. Didalamnya terkandung Tauhid al-Rububiyyah dan Asma wa sifat serta Tauhid al-Tholab dan al-Qasadi, yaitu Tauhid al-Ibadah atau al-Uluhiyyah.

Keadaan umat di Najd pada masa sebelum beliau

1. Keadaan sosial Politik di Najd Kala itu

Mayoritas dari penduduk Najd kala itu terdiri dari kabilah-kabilah Arab yang dikenal akan nasabnya, dan para pendatang yang berdatangan untuk tinggal di Najd hanyalah minoritas saja.

Waktu itu sisi pandang masyarakat Najd terhadap seseotrang tergantung pada nasab yang dia miliki. Hal ini sangat menyolok sekali terutama dalam urusan perkawinan, lowongan mendapatkan pekerjaan dan lain sebagainya. Masyarakat Najd terbagi menjadi dua kelompok atao dua golongan. Hadhari dan Badawi (Badui), meskipun didapati perubahan sifat atau ciri pada sebagian penduduk. Yang demikian itu menimbulkan kesulitan bagi kita untuk menggolongkan kelompok yang ketiga ini, karena mereka itu bukan Badui murni dan juga tidak Hadhari murni.

Orang-orang Badui merasa bangga atas diri mereka dan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-orang Hadhari hina di hadapan mereka. Penunjang kehidupan ekonomi mereka adalah kekayaan binatang, dan yang paling berharga bagi mereka di antara binatang-binatang yang ada adalah unta. Dan kebetulan daerah Najd adalah daerah yang kaya akan unta sehingga tidak aneh kalau Najd biasa disebut dengan Ummul Ibil.

Adapun orang-orang Hadhari (orang-orang kota) memiliki pandangan yang berbeda dengan orang-orang Badui, yang mana sebagian mereka berpendapatbahwa sifat kejantanan yang ada pada orang-orang Hadhari atau pun yang ada pada orang-orang Badui berada pada garis yang sama, sebagian yang lain berpendapat bahwa orang-orang Badui harus diperlakukan dengan kekerasan, karena dengan cara demikian mereka bisa menjadi baik.

Adapun penunjang kehidupan mereka adalah bertani. Sedangkan perdagangan adalah satu-satunya penunjang kehidupan yang ada atau dimiliki oleh orang-orang Badui maupun orang-orang Hadhari.

Mengenai hal kepemimpinan, sangatlah jauh berbeda antara orang-orang Badui dengan orang-orang adhari. Di mana seorang pemimpin yang ada di kalangan orang-orang Badui haruslah memenuhi kriteria seorang pemimpin, misalnya memiliki derajad lebih dari yang lain, pemberani dan memiliki pandangan serta gagasan yang jitu.

Cara-cara mereka ini lebih mirip dengan sistem demokrat. Adapun orang-orang Hadhari lebih cenderung pemilihan pemimpin mereka jatuh ke tangan orang-orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan, cara-caranya pun sudah banyak dicampuri dengan kelicikan dan tipu muslihat demi teraihnya kepemimpinan tersebut.

2. Keadaan Keagamaan di Najd waktu itu

Penduduk negeri Najd sebelum adanya dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab keadaannya menyedihkan. Keadaan yang apabila sorang mukmin menyaksikannya tidak akan ridla selama-lamanya. Syirik (persekutuan) terhadap Allah subhanahu wa ta'ala tumbuh dengan suburnya, baik syirik besar maupun syirik kecil. Sampai-sampai kubah, pepohonan, bebatuan, gua dan orang-orang yang dianggap sebagai wali pun disembah sebagaimana layaknya Allah subhanahu wa ta'ala. Penduduk Njad kala itu telah terpesona dengan kehidupan dunia dan syahwat. Sehingga pintu-pintu kesyirikan terbuka lebar untuk mereka. Marja' (sandaran) mereka kepada ahli sihir dan para dukun, sehingga negeri Najd terkenal akan hal itu. Bahkan Makkah, Madinah dan Yaman menjadi basis kemusyrikan kala itu. Maka Allah subhanahu wa ta'ala menyelamatkan umat islam ini dengan dilahirkannya seorang mujaddid besar, penegak panji-panji tauhid sdan penyampai kebenaran yang bersumber dari Allah dan Rasul-Nya. Dialah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yang kelak berjuang mati-matian dalam rangka tegaknya tauhidullah dan menebas habis setia yang berbau syirik terhadap Allah subhanahu wa ta'ala.

Perjalanan Beliau Dalam Menuntut Ilmu

Ibnu Ghannam berkata: Muhammad bin Abdul Wahhab telah menampakkan semangat thalabul-ilmi-nya sejak usia belia. Beliau memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan anak-anak sebayanya. Beliau tidak suka dengan main-main dan perbuatan yang sia-sia. Beliau mulai thalabul-ilmi dengan mendalami al-Qur'anul Karim, sehingga tidak aneh kalau beliau sudah hafal ketika berumur 10 tahun. Yang demikian itu terjadi pada diri beliau dikarenakan banyak faktor yang mendukungnya. Di antaranya adalah semangat beliau yang sangat menggebu-gebu dalam menuntut ilmu, juga keadaan lingkungan keluarga yang benar-benar mendorong dan memicu beliau untuk terus-menerus menuntut ilmu. Dan Syaikh Abdul Wahhab-lah guru sekaligus orang tua beliau yang pertama-tama mencetak kepribadian beliau.

Sampai-sampai ketika ayah beliau Syaikh Abdul Wahhab menulis surat kepada seorang temannya mengatakan (dalam surat tsb.): Sesungguhnya dia (Muhammad bin Abdul Wahhab) memiliki pemahaman yang bagus, kalau seandainya dia belajar selama satu tahun niscaya dia akan hafal, mapan serta menguasai apa yang dia pelajari. Aku tahu bahwaanya dia telah ihtilam (baligh) pada usia dua belas tahun. Dan aku melihatnya sudah pantas untuk menjadi imam, maka aku jadikan dia sebagai Imam shalat berjama'ah dikarenakan ma'rifah dan ilmunya tentang ahkam. Dan pada usia balighnya itulah aku nikahkan dia. Kemudian setelah nikah, dia memiinta izin padaku untuk berhaji, maka aku penuhi permintaannya dan aku berikan segala bantuan demi tercapai tujannya tersebut. Lalu berangkatlah dia menunaikan ibadah haji, salah satu rukun dari rukun-rukun Islam.

Setelah berhaji beliau belajar dengan para ulama Haramain (Makkah dan Madinah) selama lebih kurang dua bulan. Kemudian setelah itu kembali lagi ke daerah Uyainah. Setelah pulang dari berhaji beliau terus memacu belajar. Beliau belajar dari ayah yang sekaligus sebagai guru pelajaran Fiqh Hambali, tafsir, hadits dan tauhid.

Tidak berapa lama kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menunaikan ibadah haji untuk yang kedua kalinya. Kemudian menuntut ilmu dari ulama Haramain, khususnya para ulama Madinah al-Munawwarah. Di Madinah beliau belajar diin dengan serius, dan Madinah saat itu adalah tempat berkumpulnya ulama dunia. Di antara guru yang paling beliau kagumi dan senangi adalah Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi. Setelah beliau merasa cukup untuk menuntut ilmu dari para ulama Madinah al-Munawwarah ini maka beliau kembali lagi ke kampung halaman, Uyainah.

Setahun kemudian beliau memulai berkelana thalabul ilmi menuju daerah Iraq dan Ahsaa'. Kota Damaskus saat itu sebuah kota yang sarat akan kegiatan keislaman. Di sana terdapat sebuah madrasah yang digalakkan padanya keilmuan tentang madzab Hambali dan kegiatan-kegiatan yang menunjang keilmuan tersebut. Oleh karena itu negeri yang pertama kali dicita-citakannya untuk menuntut ilmu adalah Syam. Di negeri itulah Damaskus berada. Namun dikarenakan perjalanan dari Najd menuju Damaskus secara langsung sangat sulit, maka Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab pergi menuju Bashrah (Iraq), pada saat itu beliau berkeyakinan bahwa perjalanan dari Bashrah menuju Damaskus sangatlah mudah.

Setelah di Bashrah, ternyata apa yang beliiau yakini sementara ini tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Perjalanan dari Bashrah menuju Damaskus yang semula dianggap mudah ternyata sulit. Maka bertekadlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab untuk tinggal di Bashrah. Beliau belajar Fiqh dan Hadits dari sejumlah ulama yang berada di kota bashrah tersebut -hanya saja dari nara sumber yang ada- tidak menyebutkan nama guru-guru beliau yang ada di kota tersebut kecuali hanya seorang saja yaitu Syaikh Muhammad al-Majmu'i. Di samping ilmu fiqh dan hadits beliau juga mendalami ilmu Qawaidul-Arabiyyah sehingga beliau betul-betul menguasainya. Bahkan selama tinggal di Bashrah beliau sempat mengarang beberapa kitab yang berkenaan dengan Qawaidul Lughah al-Arabiyyah sehingga beliau betul-betul menguasainya. Bahkan selama tinggal di Bashrah beliau sempat mengarang beberapa kitab yang berkenaan dengan Qawaidul Lughah al-Arabiyyah.
Ternyata tidak semua orang yang ada di Bashrah senang terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan ulama-ulama yang sepemikiran dengan beliau, khususnya para ulama suu` yang ada di Bashrah, dimana mereka tidak henti-hentinya menentang dan memusuhi beliau. Nah, dikarenakan ulah dan permusuhan mereka terhadap Syaikh Muhammad bi Abdul Wahhab itulah akhirnya beliau dengan berat hati meninggalkan nageri Bashrah, tempat beliau belajar dan dakwah saat itu.

Kemudian beliau pergi menuju suatu tempat bernama az_Zubair. Setelah perjalanan beberapa saat disana, beliau melanjutkan perjalanan menuju Al-Ahsaa`. Didaerah tersebut beliau melanjutkan studinya dengan belajar ilmu dien dari para ulama al-Ahsaa`. Diantara guru-guru beliau yang ada di al-Ahsaa` tersebut adalah Syaikh Abdullah bin Fairuz, Syaikh Abdullah bin Abdul Latif serta Syaikh Muhammad bin Afaliq. Dan memang, Ahsaa` saat itu merupakan gudangnya ilmu sehingga orang-orang Nejd dan orang-orang sebelah timur jazirah Arab berdatangan ke Ahsaa` untuk menuntut ilmu di sana.

Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab melanjutkan kelana Thalabul Ilmi-nya ke daerah Haryamala dan tiba di sana pada tahun 1151 H. Di mana kebetulan ayah beliau yang tadinya menjadi qadhi di Uyainah telah pindah ke daerah tersebut. Maka berkumpulah beliau dengan ayahnya di sana.

Tapi baru dua tahun bertemu dan berkumpul dengan orang tua beliau. Ayah beliau Syaikh Abdul Wahhab bin Sulaiman meninggal dunia, tepatnya pada tahun 1153 H. Sepeninggal ayahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menggantikan ayahnya dalam melaksanakan aktivitasnya di negeri Haryamala tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat nama beliau sudah mulai tersohor. sehingga orang-orang pun berdatangan ke Haryamala untuk menuntut ilmu dari beliau. bahkan para pemimpin negeri di sekitar Haryamala pun menerima ajakan dan dakwah beliau.
Dua tahun kemudian, atas ajakan Amir negeri Uyainah, Utman bin Ma`mar, beliau pindah ke negeri kelahirannya Uyainah.

Tuduhan terhadap Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab

Syekh dituduh dengan berbagai tuduhan. Antaranya : tuduhan ‘wahabi’, sebagai satu mazhabbaru yang lain dari pada mazhab empat. Tuduhan ‘Wahabi’, sebagai satu mazhab yang terkeluar dari agama islam.

Sebenarnya dakwaan ini adalah tohmahan semata-mata dan tidak ada bukti serta asas ilmiyah yang boleh menguatkan tuduhan tersebut. Bahkan beliau bersih dari segala tuduhan itu, karena buku-buku karangandan manhaj dakwahnya adalah jelas sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Tetapi terdapat beberapa sebab yang membuatkan terjadinya beberapa tuduhan dilemparkan terhadap syekh, antaranya : A, Buku-buku karangan Syeikh tidak sampai kepada mereka sehingga menyebabkan mereka tiak mendapat maklumat yang sebenarnya berkenaan dakwah beliau. B, Tiada pengetahuan tentang hakikat dakwah beliau, apa yang banyak tersebar hanyalah tuduhan dusta terhadap beliau. C, Terdapat kekeliruan antara perkataan “WAHABI” yang pada asalnya di berikan kepada Abdul Wahab bin Abdul Rahman bin Rustom. Beliau adalah seorang pemimpin negeri Rustom yang beraliran Khawarij Ibadhiyah. Ia merupakan aliran yang menyimpang dan tersesat dari pada Islam. Mengubah sesetengah hukum syarak dan menghapuskan hukum haji. Pengasasnya yaitu berasal dari Parsi dan wafat pada tahun 190 H atau 197 H di bahagian utara Afrika.

Antara akidah Khawarij Ibadhiyah adalah :Mentakwilkan sifat-sifat Allah, menolak pegangan bahwa mukmin akan melihat Allah di akhirat kelak, mentakwilkan masalah akhirat seperti mizan dan sirat, Beritikad bahawa Qur an adalah makhluk. Kumpulam wahabi seperti ini telah di nyatakan sesat dan telah difatwakan sesat oleh ulama Andalus dan fukaha bahagian utara Afrika. Mereka itu adalah kumpulan sesat yang terkeluar dari pada agama Islam.

Apabila lahir dakwah Muhammad bin abdul wahab al-tamimi al najdi, gelaran “Wahabi” yang disandarkan kepada Abdullah wahab bin Abdul Rahman bin Rustom itu mula berpindah kepada Muhammad bin abdul wahab. Kemudian diletakkan pelbagai tuduhan dan keburukan lalu disebarkan keseluruh dunia demi menakutkan umat islam. Sedangkan Syeikh Muhammad bin abdul wahab bersih dari berbagai tuduhan itu.

Ringkasan perjalanan dakwah syekh Muhammad bin Abdul Wahab

Fahaman Wahhabi merupakan satu sebutan yang dicipta oleh musuh musuh beliau agar menjauhi dakwah tauhid yang beliau sampaikan. Diantara musuh yang sangat keras permusuhannya adalah syiah. Dakwah tauhid yang beliau sampaikan adalah dakwah yang bertujuan untuk memurnikan perilaku umat Islam yang telah menyimpang daripada tuntutan agama yang sebenar. Ia mula diperkenalkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab pada abad ke-18 di Semenanjung Arab. Dakwah ini menyarankan agar kaum Muslim kembali kepada ajaran Islam murni seperti yang termuat dalam al-Quran dan sunnah.
Melihat kaum Muslim pada zamannya sudah banyak menyimpang, Abdul Wahab menekankan kembali ajaran tauhid dan mengecam keras perlakuan yang mengotori kesucian tauhid seperti tawassul (doa dengan perantaraan orang atau benda supaya cepat makbul), ziarah kubur dan bidaah. Fahaman keagamaan ini kemudian berkembang menjadi gerakan sosial dan politik ketika Abdul Wahab bersekutu dengan Muhammad bin Sa'ud atau Ibnu Sa'ud, pemimpin dari Dinasti Sa'ud. Pada awal abad ke-20, persekutuan itu berhasil mendirikan negara Arab Saudi, yang menerapkan paham salaf sebagai fahaman rasmi negara.

Muhammad bin abdul wahab lahir pada tahun 1703 di Nejd. Dia mendapat pendidikan agama dan belajar di Madinah. Setelah itu, Abdul Wahab meneruskan pengajian ke Suriah (Syria), Iraq, Kurdstan dan Persia. Dia kembali ke Arab dan mula menyebarkan fahaman Islam yang murni, iaitu meyerukan agar kaum Muslim kembali kepada ajaran Islam seperti dalam al-Quran dan hadis merujuk kepada paham para sahabat nabi saw.

Ketika menetap di Daryah, dia menjadi pemimpin agama Dinasti Sa'ud. Pada masa itu, Dinasti Sa'ud merupakan sebuah kuasa tempatan yang sedang berusaha melebar dan memperluaskan pengaruh. Abdul Wahab telah telah membuat kerjasama' dengan Ibnu Sa'ud. Abdul Wahab dan para pengikutnya menyokong usaha Dinasti Sa'ud untuk memperluaskan pengaruh mereka.

Selanjutnya, Dinasti Sa'ud menyebarkan ajaran Islam mengikut faham salaf yang di bawa oleh Abdul Wahab. Usaha ini berhasil dilaksanakan dengan sempurna pada awal abad ke-20. Abdul Wahab kemudiannya meninggal dunia pada tahun 1787.
Timbulnya gerakan dakwah tauhid untuk mengajak manusia kembali kepada paham salaf ini tidak dapat dilepaskan dari keadaan politik, perilaku keagamaan, dan sosial ekonomi umat Islam. Dari segi politik, umat Islam di seluruh kawasan kekuasaan Islam berada dalam keadaan yang lemah. Turki Uthmaniah (kerajaan Othman) yang menjadi penguasa tunggal Islam pada saat itu sedang mengalami kemunduran dalam segala bidang. Banyak daerah kekuasaannya yang melepaskan diri, terutama daerah-daerah di daratan Eropah. Kelemahan ini juga menyebabkan kekacauan politik di daerah-daerah Timur (Arab, Persia dan lain-lain). Keadaan ini menyebabkan timbulnya negara-negara kecil yang berusaha menguasai daerah-daerah tertentu.
Di samping kelemahan politik, perilaku keagamaan umat Islam pada masa itu merupakan faktor utama yang paling mendorong munculnya gerakan dakwah tauhid ini. Pada ketika itu, terutama di Semenanjung Arab, telah terjadi penyelewengan dalam memahami al-Quran. Semangat keilmuan yang pernah muncul di zaman klasik telah pudar dan digantikan dengan sikap cenderung kepada perkara-perkara mistik.
Menurut Muhammad bin abdul wahab, tauhid yang diajarkan Rasulullah s.a.w. telah diselubungi kurafat dan fahaman kesufian. Masjid-masjid banyak ditinggalkan kerana rata-rata mereka lebih cenderung menghias diri dengan azimat, penangkal penyakit dan tasbih. Mereka belajar daripada seorang fakir atau darwis serta memuja mereka sebagai orang-orang suci dan sebagai perantara mendekati Tuhan.

Dalam keyakinan mereka Tuhan terlalu jauh untuk dicapai manusia melalui pemujaan secara langsung. Tidak hanya kepada guru yang masih hidup, kepada yang sudah mati pun mereka memohon perantaraan. Sebahagian umat Islam sudah meninggalkan akhlak yang diajarkan al-Quran, bahkan banyak yang tidak menghiraukannya lagi.
Kota-kota suci Mekah dan Madinah telah menjadi tempat yang penuh dengan penyimpangan akidah, sementara ibadah haji telah menjadi amalan yang leceh dan ringan. Kabilah-kabilah yang kuat dapat menguasai jalur perdagangan utama, sedangkan penduduk awam pada umumnya berada dalam serba kekurangan. Pertanian dan penternakan yang merupakan mata pencarian utama kebanyakan penduduk tidak dapat menjamin kehidupan ekonomi mereka. Hal ini disebabkan oleh keadaan kekacauan, peperangan, perompakan yang dilakukan oleh kabilah-kabilah lain. Akibatnya, penduduk Nejd dan Semenanjung Arab kebanyakan hidup dalam kemiskinan.
Di tengah kancah kehidupan yang demikian lahirlah gerakan dakwah tauhid, satu dakwah mengajak manusia kembali kepada paham salaf, paham nabi saw dan para sahabatnya. Abdul wahab berusaha memurnikan agama Islam dari segala aspek seperti yang dituntut al-Quran.

Tema utama dalam dakwah Muhammad bin abdul wahab adalah tauhid, yang dianggap oleh Abdul Wahab sebagai inti paling pokok dalam agama Islam. Menurutnya, keesaan Allah s.w.t. itu terserlah dalam tiga aspek.
Pertama, tauhid rububiah iaitu penegasan mengenai mengesakan Allah dengan segala perbuatanNya. Hanya Tuhanlah Maha Pencipta, Pemilik, dan Pemelihara alam semesta. Kedua, tauhid al-asma' wa as-sifah, iaitu mengimani sifat-sifat Allah dengan memahami maknanya dan menetapkannya sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah tanpa takwil, tasybih, tajsim, tafwidh dan taktil. Ketiga, tauhid Uluhiyah iaitu mengesakan Allah dengan beribadah hanya kepadaNya sahaja.

Dakwah Muhammad bin abdul wahab juga mengecam amalan yang banyak dilakukan oleh kaum Muslim untuk meminta tolong kepada arwah orang-orang suci yang sudah mati, agar ibadah mereka diterima. Menjadikan Nabi Muhammad perantaraan antara seorang muslim dan Allah juga tidak dibenarkan, kerana Nabi Muhammad tidak dapat memberi petunjuk kepada siapa pun yang disukai kecuali dengan izin Allah dan juga tidak diizinkan oleh Allah untuk memohon pengampunan bagi orang-orang musyrik.
Orang-orang yang mengikuti pendapat dan dakwah Muhammad bin abdul wahab biasa di panggil salafi, artinya pengikut paham salaf ( generasi terdahulu dari kalangan para sahabat Nabi saw ).

Usaha untuk menyebarkan faham salaf dan memperluas Dinasti Sa'ud mengalami pasang surut yang panjang. Usaha ini pernah menemui kegagalan pada beberapa dinasti keluarga Abdul Wahab dan Dinasti Sa'ud. Ia mula menampakkan kejayaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ketika itu seluruh wilayah Hijaz telah dikuasai. Pada tahun 1924, mereka akhirnya berhasil menguasai kota Mekah. Pada tahun berikutnya sekitar tahun 1925, mereka juga berjaya menguasai Madinah dan Jeddah.
Pada ketika itulah mereka mula mendirikan kerajaan Arab Saudi (al-Mamlakah al-Arabiah as-Saudi) dan menerapkan paham salaf sebagai fahaman rasmi negara.
Bagi paham salaf yang di dakwahkan Muhammad bin abdul wahab, menjadi seorang Muslim tidak cukup hanya dengan menyebut hanya dua kalimah syahadah di lisan sahaja tanpa paham dan amalan yang benar. Lafaz syahadah yang tidak dipahami itu tidak menjamin kaum Muslim bebas daripada melaku atau mengamalkan perkara-perkara syirik. Orang yang sudah mengucapkan syahadah, tetapi masih mengamalkan hal-hal yang berkaitan dengan amalan syirik (menyekutukan Allah), dicap sebagai orang kafir.

Kerana keyakinan teguh akan bahaya tawassul kepada orang yang telah meninggal, Muhammad bin abdul wahab mengecam hebat amalan ziarah kubur yang diniatkan untuk minta berkah kepada si mati dan minta tolong kepada simati atau pendirian bangunan di sekitar makam. Menurut Abdul Wahab, sebenarnya amalan menziarahi kubur merupakan perbuatan mulia dan bersifat soleh jika dilaksanakan sesuai dengan semangat ajaran Islam.

Faham salaf yang di dakwahkan Abdul wahab ini tersebar luas melalui sokongan pemerintah sehingga mencakupi luar negara. Faham salaf ini juga disebarkan kepada kaum Muslim yang setiap tahun menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Muhammad bin abdul wahab juga mengambil berat tentang permasalaham bidaah. Bagi mereka, bidaah adalah segala ajaran atau amalan yang bukan berdasarkan daripada al-Quran, hadis dan teladan para sahabat Nabi Muhammad. Abdul Wahab menolak segala bentuk pembaharuan dalam aqidah dan ibadah dan menolak pandangan yang menyatakan bahawa sesuatu yang baru itu boleh dilaksanakan sekiranya ia baik dan patut dihargai didalam aqidah dan ibadah. Kebaikan menurut beliau harus bersandar kepada contoh dari Nabi saw dan para sahabatnya.Bukan hanya baik menurut ukuran manusia sahaja.

Muhammad bin abdul wahab meletakkan ijtihad itu satu keharusan. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup pada pandangan mereka, dan perbuatan taklid ( beramal tanpa mengetahui ilmu dan dalil )adalah dilarang untuk orang yang telah sampai kebenarannya. Mereka menyeru agar kaum muslim mengikut sepenuhnya ajaran al-Quran dan sunah Nabi Muhammad sesuai dengan paham para sahabat Nabi saw.
Muhammad bin abdul wahab menghormati semua ketetapan keempat-empat mazhab dalam persoalan hukum-hukum (Syafii Hanafi, Hambali dan Maliki). Bahkan beliau juga termasuk bermazhab hambali. Tetapi beliau melarang kaum muslimin untuk fanatik kepada mazhab. Untuk itu jika ada pertentangan antara pendapat ulama mazhab dengan hadis shahih Nabi saw, maka wajib mendahulukan hadis shahih dan meninggalkan pendapat tersebut. Sebagaimana wasiat para 4 imam mazhab untuk meninggalkan pendapat mereka jika bertentangan dengan hadis shahih.

Dakwah Muhammad bin abdul wahab mempunyai dua inti ajaran iaitu yang pertama, kembali kepada ajaran yang asli. Ia bermaksud, bahwa seorang Muslim mesti kembali kepada ajaran Islam yang dianut dan dipraktikkan oleh Nabi Muhammad, sahabat dan para tabiin.Kedua, prinsip yang berhubungan dengan masalah tauhid. Pemikiran yang dicetuskan oleh Abdul Wahab ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap suasana ketauhidan yang telah dirosakkan oleh fahaman-fahaman musyrik, bukan disebabkan oleh impak gerakan politik.

Sebagai usaha melakukan pemurnian tauhid ini, secara khususnya Ibnu Abdul Wahab menyusun Kitab at-Tauhid yang berlegar sekitar permasalahan tauhid, syirik, dan lain-lain dan bersangkutan dengan masalah akidah Islam. Menurutnya, kalimah `Lailahaillallah' (tidak ada Tuhan yang selain Allah) tidak cukup hanya diucap, tetapi harus dimanifestasikan dengan `Lamabudillallah' (tidak ada yang disembah kecuali Allah).

Melalui prinsip tauhid sebegini, Muhammad bin Abdul Wahab menyerang dan menghapus semua amalan buruk yang terdapat dalam masyarakat Arab. Menurutnya, orang yang menyembah selain Allah telah menjadi musyrik. Hal-hal yang termasuk syirik adalah meminta pertolongan bukan lagi kepada Allah tetapi kepada syeikh, wali, atau kekuatan ghaib, tawassul (berdoa dengan perantaraan syeikh tarekat atau wali) dengan menyebut nama nabi atau malaikat sebagai memohon syafaat selain kepada Allah.

Dalam usaha memurnikan ajaran tauhid ini, para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab merobohkan kubur-kubur biasa dikunjungi oleh mereka yang ingin meminta syafaat daripada orang yang telah dikuburkan. Pada tahun 1802, mereka mendatangi Karbala kerana di kota ini terdapat kubur Sayidina Hussein bin Ali bin Abi Talib, yang sangat dipuja oleh golongan Syiah. Beberapa tahun kemudian mereka mendatangi Madinah dan menghancurkan kubah yang terdapat di atas makam-makam. Hiasan-hiasan yang ada di kuburan Nabi Muhammad juga hapuskan.

Dan diantara inti ajaran tauhid Muhammad bin Abdul Wahab yang lain iaitu meminta syafaat selain kepada Tuhan juga syirik, bernazar selain Tuhan juga syirik, memperoleh ajaran aqidah dan ibadah selain dari al-Quran dan hadis merupakan kekufuran, tidak percaya kepada kadar Tuhan juga merupakan kekufuran.


Rujukan :
1.Tulisan-tulisan Muhammad bin abdul wahab, al-Risalah al-Syakhsiyah
2.Harakat al-Islah , Husni nikmatullah.
3.Akidah Ahli sunnah wal jamaah, Abu Hanifah
4.Da’awi al-Munawiin Lida’wah al-Syeikh Muhammad bin Abdul wahab, Dr Aziz bin
Muhammad Abdul Latif.
5.Manhaj Syeikh al-Islam Muhammad bin abdul wahab fi al-Taklif, Abdul Muhsin bin
Hamd al-Ibad al Badri,
6.Syarah aqidah Ahli sunnah wal jamaah, al-Lalikaai.
7.Ma’alim al-Intilaqah al-Kubra.
8.Sunan Abi Daud.
9.Tafsir al-‘Aziz al-Hamid , Syeikh Sulaiman bin ‘Imran.
10.Al-A’lam, al-Zarkali.

No comments:

Post a Comment