Fenomena terorisme :
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ يُنْظَرُ إِلَى نَصْلِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى رِصَافِهِ فَمَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى نَضِيِّهِ وَهُوَ قِدْحُهُ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ ثُمَّ يُنْظَرُ إِلَى قُذَذِهِ فَلَا يُوجَدُ فِيهِ شَيْءٌ قَدْ سَبَقَ الْفَرْثَ وَالدَّمَ آيَتُهُمْ رَجُلٌ أَسْوَدُ إِحْدَى عَضُدَيْهِ مِثْلُ ثَدْيِ الْمَرْأَةِ أَوْ مِثْلُ الْبَضْعَةِ تَدَرْدَرُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى حِينِ فُرْقَةٍ مِنْ النَّاسِ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ فَأَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ هَذَا الْحَدِيثَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَشْهَدُ أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ قَاتَلَهُمْ وَأَنَا مَعَهُ فَأَمَرَ بِذَلِكَ الرَّجُلِ فَالْتُمِسَ فَأُتِيَ بِهِ حَتَّى نَظَرْتُ إِلَيْهِ عَلَى نَعْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي نَعَتَهُ
Abu Al-Yaman telah menceritakan pada kami, Syuaib telah mengabarkan pada kami dari Al-Zuhri, ia berkata: Abu Salamah ibn Abdurrahman telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Said Al-Khudri r.a. berkata, “Ketika kami berada di samping Rasulullah, sementara Beliau sedang membagikan bagian harta (rampasan perang), dating kepadanya Dzul Huwaishirah. Ia adalah seorang laki-laki dari Bani Tamim. Kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah Engkau!” Rasul pun menjawab, “Celakalah engkau! Siapa lagi yang akan berbuat adil kalau aku tidak berlaku adil? Kau pasti akan kecewa dan merugi kalau aku tidak berbuat adil.” Umar kemudian berkata, “Izinkan aku, wahai Rasulullah, untuk memukul tengkuknya.” Beliau menjawab, “Biarkan saja dia. Sebab, dia memiliki teman-teman yang salah seorang di antara kalian akan menganggap shalatnya sendiri belum seberapa kalau dibandingkan dengan shalat mereka, begitu pula dengan shaumnya dibandingkan dengan shaum mereka. Mereka membaca Al-Quran, tapi tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Mereka menusuk agama seperti anak panah menusuk buruannya. Dilihat mata panahnya, ternyata tidak ditemukan apapun; kemudian dilihat pegangan panahnyanya juga tidak ditemukan apa-apa, lalu dilihat batang panahnya tidak ada apa-apa juga, dan kemudaian dilihat bulu anak panahnya, juga tidak ditemukan apapun. Sungguh ia sudah mendahului kotoran dan darah (binatang buruan itu). Tanda-tanda mereka adalah seorang laki-laki hitam yang salah satu lengannya seperti susu perempuan atau seperti anggota tubuh yang terguncang. Dan mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara orang-orang.
Abu Sa’id berkata, “Aku bersumpah bahwa aku mendengar hadis ini dari Rasulullah Saw.; dan aku bersumpah bahwa Ali r.a. memerangi mereka. Akupun ikut bersama Ali. Ali memerintah untuk mencari lak-laki itu. (Akhirnya) Ia dapat ditangkap dan dihadapkan (kepada kami) hingga aku dapat melihat sifat-sifat yang disebutkan Nabi Saw. (Shahih Al-Bukhari, No. 3341).
*****
Hadis di atas sengaja dijadikan pembuka tulisan ini untuk menunjukkan bagaimana Islam memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan terjadi hal-hal yang sepertinya “mengatasnamakan” Islam, tapi sesungguhnya akan menghancurkan Islam sendiri. Hadis di atas ditujukan kepada orang-orang Khawarij di zaman Rasulullah Saw. Mereka adalah orang-orang yang pengetahuan terhadap Islamnya sangat dangkal, namun memiliki semangat yang besar untuk “menegakkan Islam”. Semangat mereka ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh Islam.
Dalam kasus Rasulullah Saw. mereka yang kurang ilmu ini memprotes Rasulullah saat membagikan ghanimah. Mereka menuduh Rasulullah Saw. tidak adil karena tidak membagi rata harta itu. Jelas ini kebodohan. Rasulullah tentu lebih tahu daripada orang ini. Tapi, dia merasa bahwa dialah yang benar. Inilah sifat dasar orang-orang Khawarij.
Semasa Rasulullah Saw. memang belum terjadi fitnah karena mereka. Sebab, saat para sahabat ingin memerangi mereka, oleh Rasulullah Saw. dicegah. Rasulullah Saw. tahu di belakangnya ada teman-teman mereka yang sifatnya sama. Sangat mungkin saat temannya dianiaya, mereka akan mengobarkan perang melawan Rasulullah Saw. dan sahabatnya. Padahal, mereka bukan orang “kafir.” Shalat, shaum, dan ritual mereka boleh dikatakan di atas rata-rata orang kebanyakan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka adalah orang-orang yang akan merusak Islam. Rasulullah Saw. memilih menjauhkan mereka dari Madinah. Dan mereka memilih tinggal di suatu kampung bernama Haruri. Oleh sebab itu pula, mereka sering disebut kaum Haruriyyah.
Fitnah paling besar yang ditimbulkan oleh orang-orang Khawarij terjadi pada masa kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib yang dimulai saat terbunuhnya Utsman ibn ‘Affan. Kekerasan yang mereka lakukan dipicu oleh kekecewaan mereka terhadap keputusan Ali ibn Abi Thalib untuk berdamai dengan Mu’awiyah setelah Perang Shiffin melalui perundingan Tahkim. Mereka semula mendukung Ali ra. dan berlindung di bawah kekuasannya setelah sebelumnya terlibat dalam pembunuhan Utsman ibn ‘Affan. Agar kejahatan mereka tidak terbongkar, mereka ingin memanfaatkan Ali ra. dengan bersegera membai’atnya sebagai Khalifah dan masuk menjadi barisan pendukung Ali.
Mereka tahu bahwa Aisyah, Thalhah, Zubair, dan Mu’awiyah sangat vokal meuntut alas atas kematian Utsman. Namun, mereka pula yang memprovokasi Ali dan pasukannya untuk memerangi mereka atas nama tindakan bughât. Perang Jamal dan Shiffin yang sama-sama tidak diinginkan oleh para sahabat yang mulia itu akhirnya terjadi. Pemicu meletusnya kedua perang itu adalah orang-orang Khawarij yang posisinya juga dimanfaatkan oleh Abdullah ibn Saba, pentolan Yahudi-Munafik yang menjadi dalang dari semua fitnah pada masa Khulafaur-Rasyidin. Saat Ali memutuskan untuk berdamai dengan Mu’awiyah dan melakukan perundingan (Tahkîm), serta masng-masing pihak menyadari kekeliruannya, terlihatlah watak asli kelompok ini. Mereka terlihat sangat kecewa; dan akhirnya membuat makar terhadap otoritas kekuasaan Ali ra. Makar yang berakhir dengan pembunuhan keji yang mereka lakukan terhadap Khalifah kekasih Rasulullah Saw. ini.
Orang yang membunuh Ali bernama Abdullah ibn Muljam. Siapa pun tidak akan menyangka bahwa pembunuh ini sebenarnya sangat tidak pantas menjadi seorang pembunuh, apalagi membunuh Ali bin Abi Thalib yang sudah dijanjikan Allah Swt. akan masuk surga. Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaum, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qurannya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa Umar ibn Khattab, ia diutus untuk mengajar Al-Quran ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-’Ash. Namun, karena ilmunya yang dangkal, sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Ali ibn Abi Thalib.
Pada masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia diadili. Hukuman Qishash pun dijatuhkan padanya. Saat hendak dipenggal kepalanya, ia berteriak, “Jangan kau penggal kepalaku sekaligus! Potonglah bagian-bagian tubuhku sedikit demi sedikit supaya aku menyaksikan bagaimana tubuhku disiksa di jalan Allah!” Lihatlah betapa ia dengan sangat percaya diri meyakini bahwa apa yang dilakukannya terhadap Ali ibn Abi Thalib kekasih Rasulullah Saw. adalah sebuah kebenaran. Ia tidak pernah merasa bahwa hal demikian melanggar aturan yang jelas dalam Islam.
Sedemikian habat peran Khawarij dalam menghancurkan barisan umat Islam. Sampai-sampai Rasulullah Saw. mensinyalir bahwa sampai kiamat orang-orang yang berperilaku semacam ini akan ada sampai hari kiamat. Mereka tetap akan mengibarkan panji-panji Islam. Perilaku keseharian mereka mencerminkan orang yang dekat dengan Allah Swt., namun kebodohan mereka telah menyeret mereka ke lembah kenistaan dan pelanggaran terhadap aturan-aturan Allah Swt. Pada umumnya mereka akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan kekuasaan atau ekonomi untuk melakukan tindakan-tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip Islam, namun mereka melakukannya atas nama Islam.
Dalam kasus ini yang paling dirugikan adalah Islam. Rasulullah mengibaratkan apa yang mereka lakukan seperti anak panah yang mengoyak binatang buruan dengan sangat cepat, tapi tanpa bekas. Dari ujung sampai pangkal anak panah tidak terlihat bekas sama sekali saking cepatnya anak panah itu menyambar dan menembus tubuh binatang buruan itu. Binatang itu mati, tapi tidak ada yang tahu siapa yang membunuhnya. Jangankan pelakunya, jejak pada anak panah pun tidak ada.
Yang mereka lakukan pun sama. Islam dibawa-bawa untuk tindakan yang sama sekali tidak ada pembenarannya dalam syari’at. Atas nama jihad orang-orang yang tidak ada hak atas mereka untuk membunuhnya dibunuh dengan cara-cara yang sangat keji. Apakah dengan cara dibom, diculik, atau dengan cara-cara lain. Dari sisi manapun jelas Islam tidak membenarkannya. Namur, karena bendera Islam yang dikibarkan akibatnya Islam menjadi “tertuduh”. Siapa yang melakukannya? Tidak jelas sama sekali. Sebagian besar hanya menduga-duga.
Bagaimana dengan kasus-kasus pengeboman yang terjadi di berbagai sudut negeri kita? Sebagian besar umat Islam jelas menjadi korban fitnah. Umat Islam dituduh sebagai biang dari segala kerusuhan, pembunuhan, makar, dan instabilitas negara. Padahal, sebagian besar umat Islam tidak pernah membenarkan perilaku semacam itu. Apalagi para ulama yang mengerti dalil dengan baik. Siapa yang melakukannya? Sampai hari ini pun tidak pernah ada informasi yang jelas dan valid mengenai siapa pelakunya. Semua, bahkan intelijen negara sekalipun, tidak pernah punya bukti-bukti kongkrit dan meyakinkan tentang siapa sesungguhnya di balik berbagai peristiwa pengeboman itu. Hanya syak wasangka yang berkembang. Persis seperti yang diisyaratkan Rasulullah bahwa akan terjadi ketidakjelasan dalam hal ini.
Namun amat disayangkan sebagian orang, bahkan petinggi-petinggi negara dan publik figur yang suaranya akan didengar oleh banyak orang malah membuat tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar. Sebagian besar tuduhan itu hanyalah fitnah yang menyudutkan kelompok-kelompok tertentu. Tidak ada bukti sama sekali. Omongan mereka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara faktual.
Dengan semena-mena, misalnya, dari mulut seorang Hendropriyono yang mantan Kepala BAKIN meluncur kata-kata yang tidak diteliti dulu bahwa pelaku-pelaku bom ini berasal dari kalangan Wahabi. Istilah Wahabi ini ditujukan kepada mereka yang mempelajari dan mengamalkan ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahab dalam berbagai kitabnya. Ajaran ini bahkan sekarang menjadi standar resmi Islam yang dipraktikkan di Saudi Arabia. Oleh sebab itu, kata Wahabi ini sering dialamatkan kepada alumni-alumni Timur Tengah khususnya Saudi Arabia. Para pengikutnya itulah yang dimaksud dengan Wahabi.
Bagi mereka yang mengerti ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab dan gerakan dakwahnya di Semenanjung Arab pasti akan segera dapat menyimpulkan bahwa Hendropriyono-maaf-bodoh dalam masalah ini. Dia sama sekali tidak tahu apa ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab. Seandainya saja dia mau sedikit membaca Ushûl Al-Tsalâtsah, Kitâb Al-Tauhîd, atau komentar-komentar yang dibuat oleh para muridnya, pasti tidak akan keluar kata-kata yang lebih banyak berisi fitnah itu. Bahkan, kalau boleh dipukul rata, hampir semua syaikh dan ulama besar di Saudi Arabia adalah cucu murid Muhammad ibn Abdul Wahhab. Mereka adalah pelestari dan penyebar ajaran-ajaran beliau. Kalau memang ajaran itu yang menjadi sebab-musabab “terorisme,” pasti sebelum terjadi di Indonesia kasus pengeboman ni akan terlebih dahulu meletus di Saudi Arabia. Apalagi Kerajaan Saudi Arabia ini terang-terangan bersekutu dengan Amerika.
Syaikh Shalih ibn Utsaimin (w. 2004), salah seorang ulama besar Saudi Arabia menulis risalah khusus bertajuk Fitnah Al-Khawârij. Dalam buku itu, dengan sangat tegas beliau mengatakan bahwa tindakan bom bunuh diri dilakukan di berbagai negara termasuk yang terjadi di Indonesia tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Islam. Ia mengutuk keras para pelakunya dan menyebutnya sebagai “Khawarij-Khawarij” modern. Apa yang mereka lakukan sama sekali bukan jihad.
Ibn Utsaimin ini adalah seorang pengagum berat Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Ia memberikan syarah untuk Kitâb Al-Tauhîd dan Ushûl Al-Tsalâtsah karya Muhammad ibn Abdul Wahhab. Kalau memang ajaran ini yang menjadi sumber ‘terorisme’ seperti yang dituduhkan Hendropriyono, kenapa beliau justru mengecam berbagai tindakan seperti itu?
Di sinilah perlu kearifan dari para public figure saat berbicara. Saat omongan ini disiarkan ke seluruh penjuru dunia, berapa banyak orang akan tersesatkan dengan cara pandangnya? Akibat omongannya yang ngawur itu, akan berapa banyak orang yang menjadi benci terhdap ajaran-ajaran yang benar dan baik-baik saja seperti ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab? Kalau sampai ini terus terjadi seperti itu, bukan mustahil justru yang menjadi biang keladi fitnah di tengah umat Islam adalah orang yang menuduh-nuduh tanpa dasar itu. Mereka yang melakukan pengeboman, sekalipun benar orang-orang yang kelihatannya ber-Islam secara taat, hanya menjadi wayang. Benarkah begitu? Wallâhu A’lam bi Al-Shawwâb.
Oleh Tiar Anwar Bachtiar dari situs persis
No comments:
Post a Comment