Syi’ah: Sejarah dan Perkembangan
By bachtiarnasir
Saudara-saudaraku, dalam beberapa hari ke depan ini, saya akan mempublikasikan tulisan-tulisan mengenai syi’ah yang saat ini kembali ramai dibicarakan.
Tulisan pertama ini dibuat oleh Farid Ahmad Okbah. Beliau menulis mengenai sejarah dan perkembangan syi’ah. Sebagai bahan tulisan, Farid memberikan rujukan yang bisa saudara-saudara baca sendiri. Semoga setelah membaca tulisan ini, saudara-saudara bisa mengerti kenapa kita menolak syi’ah dan saya bisa katakan, syi’ah bukan bagian dari Islam. Selamat membaca.
***
Pendahuluan
Mengkaji suatu aliran atau sekte diperlukan obyektifitas dan keluasan wawasan. Apalagi seperti aliran Syi’ah yang mempunyai sejarah yang panjang dan referensi yang cukup banyak. Setuju atau tidak, apabila membahas tentang Syi’ah akan tampak perbedaan bahkan permusuhan terhadap Ahlus Sunnah yang dianggap sebagai antitesa terhadap Syi’ah. Berbagai pihak telah berusaha mengkompromikan antara dua aliran besar tersebut dengan istilah Taqrib dan Forum Ukhuwah. Tapi kebanyakannya gagal, karena dianggap oleh pihak Ahlus Sunnah tidak fair. Sebab yang terjadi adalah Syiahnisasi Ahlus Sunnah. Boleh dikata usaha itu mengalami kegagalan. Perlu diketahui, dalam masalah ini apabila disebutkan Syi’ah yang dimaksud adalah Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah, Ja’fariyah yang dipegangi olehIran.
Definisi Syi’ah
Syi’ah dari segi bahasa berarti pengikut, kelompok atau golongan. Syi’ah sendiri dari segi terminologi berarti satu aliran dalam Islam yang meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib ra. dan keturunannya adalah Imam-Imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad SAW.[1]
Sejarah Syi’ah
Para penulis sejarah tidak ada yang sepakat mengenai awal lahirnya sekte Syi’ah. Hanya bisa disimpulkan ada tiga pendapat yang menonjol menurut Ulama Syi’ah. Pendapat pertama, bahwa Syi’ah lahir sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad SAW. seperti yang diriwayatkan oleh Al-Kulaini dari Abil Hasan as. berkata: ”Wilayah Ali tertulis di seluruh suhuf para Nabi. Allah tidak mengutus Rasul kecuali dengan (misi) kenabian Muhammad SAW. dan wasiat Ali as.[2]“. Tentunya pendapat ini bertentangan dengan misi para Rasul yang bertugas menyerukan manusia hanya beribadah kepada Allah semata (QS. Al-anbiya’:25 dan An-Nahl:36).
Pendapat kedua, bahwa Syi’ah lahir pada masa Nabi masih hidup. Pendapat ini dilansir oleh Al-Qumi, Al-Nubakhti dan Al-Raji [3]. Pendapat ini sulit dibuktikan, karena pada masa Abu Bakar dan Umar ra saja tidak dikenal adanya pengikut Syi’ah. Pendapat ketiga, yaitu pendapat yang umumnya diketengahkan banyak para penulis Syi’ah bahwa Syi’ah lahir setelah terjadi fitnah pembunuhan Utsman dan yang paling menonjol bahwa Syi’ah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah [4].
Syi’ah menurut penelitian Dr. Abdul Aziz Wali dalam disertasinya, bahwa Syi’ah pada abad pertama masih sebatas pengutamaan Ali ra. atas Utsman ra. Tidak sampai mengutamakan Ali ra atas Abu Bakar ra dan Umar ra. Di antara tokoh Syi’ah yang menyatakan itu adalah Imam Sya’bi dan Ja’far Ash-Shadiq. Hanya kemudian trend Syi’ah berkembang menjadi madzhab tersendiri yang umumnya golongan Syi’ah ini tidak mengakui kekhalifaan Abu Bakar,Umar, Utsman, Muawiyyah dan seterusnya Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah Imam-Imam mereka [5].
Pendiri Syi’ah
Menurut penelitian Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) bahwa sementara pihak dari kalangan Syi’ah hendak mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’, sang Yahudi itu, bukan pendiri dan aktor intelektual Syi’ah. Bahkan, kata mereka, tokoh itu fiktif. Tetapi LPPI berhasil menemukan 7 riwayat dari sumber Syi’ah dan 6 riwayat dari sumber Ahlus Sunnah yang karenannya sulit dibantah kalau Abdullah bin Saba’ bukan pendiri Syi’ah [6]. Bahkan Ibnu Taimiyah pernah mengatakan bahwa peranan Abdullah bin Saba’, si Yahudi, yang berpura-pura masuk Islam dan berhasil memprovokasi sebagian umat Islam yang kemudian menjadi ajaran Syi’ah itu, berhasil merusak Islam dari dalam sebagaimana Paulus, si Yahudi itu, berhasil mengacak-acak agama Kristen.
Lebih dari itu, Syeikh Ahmad Al-Jumali dalam bukunya berjudul “Al-Badzlul Majhud fi Musyabahatis-Syi’ah bil Yahud” (Usaha Mencari Persamaan Syi’ah denan Yahudi), ditulis dalam dua jilid besar.
Perkembangan Syi’ah
Inti ajaran Syi’ah sebenarnya terletak pada masalah Imam yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh Ahlul Bait. Imam itu tidak boleh di luar dari mereka. Karena itu mereka menentukan 12 Imam, yaitu :
No Nama Imam Wafat Tahun
1 Ali bin Abi Thalib 41 H / 661 M
2 Hasan bin Ali bin Abi Thalib 49 H / 669 M
3 Husein bin Ali bin Abi Thalib 61 H / 680 M
4 Ali bin Husein Zaenal Abidin 94 H / 712 M
5 Muhammad Al-Baqir 113 H / 713 M
6 Ja’far Ash-Shadiq 146 H / 765 M
7 Musa Al-Kadzim 183 H / 799 M
8 Ali Ar-Ridha 203 H / 818 M
9 Muhammad Al-Jawad 221 H / 835 M
10 Ali Al-Hadi 254 H / 868 M
11 Hasan Al-Askari 261 H / 874 M
12 Muhammad Al-Muntazhar (Al-Mahdi 265 H / 878 M
Pihak Syi’ah meyakini bahwa Imam-Imam ini ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) dan yang paling berhak melaksanakan Imamah. Hanya dalam perkembangan Syi’ah terjadi perbedaan ketika menentukan siapa Imam setelah Ali Zainal Abidin, apakah Zaid bin Ali atau Muhammad Al-Baqir. Karena itu, Syi’ah terbagi dua, yang pertama disebut Syi’ah Imamiyah.Dan yang kedua, disebut Syi’ah Zaidiyah. Keduanya adalah bersaudara. Demikian pula ketika menentukan Imam ketujuh, karena Ja’far Ash-Shadiq mempunyai beberapa orang anak pria, di sini Syi’ah Imamiyah menentukan Musa Al-Kadzim, sedangkan Syi’ah Ismailiyah mengikuti Ismail bin Ja’far [7].
Di luar tiga golongan Syi’ah tersebut, terdapat Syi’ah Ekstrim yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib ra itu sebagai tuhan dan tidak mati terbunuh (faham sesat dari Syi’ah Saba’iyah) dan menyatakan bahwa Al-Qur’an seharusnya turun pada Ali bin Abi Thalib ra., tetapi karena kekeliruan malaikat Jibril, diberikan kepada Muhammad SAW (faham sesat dari Syi’ah Gusabiyah) [8].
Referensi Utama Syi’ah
Adaempat rujukan utama Syi’ah untuk membangun madzhabnya. Pertama, Al-Kafi. Pengarangnya Muhammad bin Ya’qub bin Ishaq Al-Kulaini, ulama Syi’ah terbesar di zamannya. Dalam kitab itu terdapat 16199 hadits. Buku ini oleh kalangan Syi’ah yang paling terpercaya dari keempat rujukan itu.
Kedua, “Man Laa Yahdhuruhul Faqih”, dikarang oleh Muhammad bin Babawaih Al-Qumi. Terdapat didalamnya 3913 hadits musnad dan 1050 hadits mursal. Ketiga, “At-Tahdzib”. Kitab fiqih ini dikarang oleh Muhammad At-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu.
Keempat, “Al-Istibshar”, oleh pengarang yang sama, mencakup 5001 hadits [9].
Pokok-Pokok Ajaran Syi’ah pada Periode Pertama
1. Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasululah SAW. adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi SAW. Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib ra.
2. Keyakinan bahwa Imam mereka ma’shum (terjaga dari salah dan dosa)
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum Hari Kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu: Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu mapun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah binSaba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khaththab. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum cambuk 80 ali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
7. Keyakinan mencaci maki para shahabat atau sebagian shahabat seperti Utsman bin Affan[10].
Pada abad kedua Hijriyah, perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang mempunyai berbagai perangkat keyakinanbakudan terus berkembang sampai berdirinya dinasti Fathimiyah di Mesir dan dinasti Shofawiyah diIran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali dengan revolusi Khomeini dan dijadikan aliran resmi negaraIransejak 1979.
Pokok-Pokok Penyimpangan Syi’ah Secara Umum
1. Pada Rukun Iman
Syi’ah hanya memiliki 5 rukun Iman –tanpa menyebut keimanan kepada para Malaikat, Rasul, Qadha dan Qadar, yaitu : 1. Tauhid (keesaan Allah) 2. Al-‘Adl (Keadilan Allah). 3. Nubuwwah (Kenabian) 4. Imamah (kepemimpinan Imam) 5. Ma’ad (Hari kebangkitan dan pembalasan)[11]
2. Pada Rukun Islam :
Syi’ah tidak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1. Shalat 2. Zakat 3. Puasa 4. Haji 5. Wilayah (Perwalian) [12]
1. Syi’ah meyakini bahwa Al-Qur’an sekarang ini telah dirubah, ditambah atau dikurangi dari yang seharusnya. Seperti:
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا في علي فأتوا بسورة من مثله [13]
Ada tambahan “fii ‘aliyyin” dari teks asli Al-Qur’an yang berbunyi :
وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله وادعوا شهداءكم من دون الله
إن كنتم صادقين (البقرة:23)
Karena itu mereka meyakini bahwa: Abu Abdillah as. (Imam Syi’ah) berkat: “Al-Qur’an yang dibawa oleh Jibril as. kepada Nabi Muhammad SAW. adalah tujuh belas ribu ayat [14]. Al-Qur’an mereka yang berjumlah 17.000 ayat itu disebut Mushaf Fatimah [15]
1. Syi’ah meyakini bahwa para shahabat sepeninggal Nabi SAW. mereka murtad kecuali beberapa orang saja seperti: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifary dan Salman Al-Farisy[16]
2. Syi’ah menggunakan senjata taqiyyah yaitu berbohong, dengan cara menam-pakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya, untuk mengelabui[17]
3. Syi’ah percaya kepada Ar-Raj’ah yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Kiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.
4. Syi’ah percaya kepada Al-Bada’ yakni tampak bagi Allah dalam hal keImaman Ismail (yang telah dinobatkan keImamamnya oleh ayahnya Ja’far Ash-Shadiq, tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tidak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi Imam mereka tetap ma’shum (terjaga)
5. Syi’ah membolehkan Nikah Mut’ah (Nikah Kontrak) dengan jangaka waktu tertentu[18]. Padahal itu telah diharamkan oleh Rasullullah SAW. yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.
Perkembangan Syi’ah di Dunia
Menurut Ensiklopedi Islam, bahwa: “Faham Syi’ah dianut oleh sekitar dua puluh persen dari umat Islam dewasa ini. Penganut faham Syi’ah tersebut di negara-negara Iran, Iraq, Afghanistan, Pakistan, India, Libanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, bekas negara Uni Sovyet, serta beberapa negara Amerika dan Eropa” [19]
***
Bahan Rujukan :
1. Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiar Baru Van Hoekl,Jakarta, Th 1997, Cet. 4, Juz 5
1. Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini, Al-Ushul Minal Kafi, Juz I
2. Dr. Nashir Al-Qufari, Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah, tanpa cetakan, th. 1415 H/1994 M, Cet. 2
1. Ensiklopedi Indonesia, Juz 6,[1] Lihat: Abdullah bin Saba’, Dr. Sulaiman Al-Audah
2. Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI, Th. 1418 H/1998 M, Cet. I
1. Muhammad Shadiq Ash-Shadr, Asy-Syi’ah Al-Imamiyah,Cairo, Mathba’atun Najah, th. 1402 H/1982 M, Cet II
2. 7. Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat Fil Ahwa’ wal Firaq wa Mauqifus Salaf Minha
3. Lihat: Muhammad Ridho Mudzaffar, Al-‘Aqaidul Imamiyyah
4. Fashlul Khithab, An-Nury Ath-Thibrisy
5. Ar-Raudhah minal Kafi, Juz VIII
6. Tafsir Minhajus Shodiqin, Juz II, hal 493
[1] Ensiklopedi Islam, PT. Ikhtiar Baru Van Hoekl,Jakarta, Th 1997, Cet. 4, Juz 5, hal 5
[2] Muhammad bin Ya’kub Al-Kulaini, Al-Ushul Minal Kafi, Juz I, hal 437
[3] Dr. Nashir Al-Qufari, Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah, tanpa cetakan, th. 1415 H/1994 M, Cet. 2, hal. 64
[4] Ensiklopedi Islam, Juz 5, hal 5
[5] EnsiklopediIndonesia, Juz 6, hal 306
[6] Lihat: Abdullah bin Saba’, Dr. Sulaiman Al-Audah
[7] Mengapa Kita Menolak Syi’ah, LPPI, Th. 1418 H/1998 M, Cet. I, hal 52
[8] EnsiklopediIndonesia, Juz 6, hal 3406
[9] Muhammad Shadiq Ash-Shadr, Asy-Syi’ah Al-Imamiyah,Cairo, Mathba’atun Najah, th. 1402 H/1982 M, Cet II, hal 130-134
[10] Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql, Dirasat Fil Ahwa’ wal Firaq wa Mauqifus Salaf Minha, hal 237
[11] Lihat: Muhammad Ridho Mudzaffar, Al-‘Aqaidul Imamiyyah
[12] Al-Kafi, Juz II, hal 18
[13] Al-Kafi, Kitabul Hujjah, Juz I, hal 417
[14] Al-Kafi fil Ushul, Juz II, hal 634
[15] Ibid, Juz I, hal 240-241 dan Fashlul Khithab, An-Nury Ath-Thibrisy
[16] Ar-Raudhah minal Kafi, Juz VIII, hal 245; dan Al-Ushul minal Kafi, Juz II, hal 244
[17] Al-Ushul minal Kafi, Juz II, hal 217
[18] Tafsir Minhajus Shodiqin, Juz II, hal 493
[19] Juz V, hal 5
No comments:
Post a Comment