Saturday, March 31, 2012

ISLAM ITU INDAH-RAHMATAN LIL ‘ALAMIIN

ISLAM ITU INDAH-RAHMATAN LIL ‘ALAMIIN : Contoh-contoh kisah & hadits Rahmat Islam terhadap orang kafir, musyrik/non-muslim yang tidak menyerang-memerangi kaum muslimin | Al-Mumtahanah ayat 8, Al-Anbiya ayat 107, Al-Baqarah ayat 190


Berkut ini adalah ringkasan artikel yang saya ambil dari tulisan Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Al-Makassari yang berjudul “Rahmat Islam Terhadap Orang Kafir”. Bagi yang ingin mendapatkan artikelnya secara lengkap bisa diklik link ini .

لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ

“Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah:8)

Sebab Turunnya Ayat

Adapun hadits yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini yaitu hadits Asma binti Abi Bakr radliyallahu `anha, diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 5978. Asma’ berkata:

“Ibuku Raghibah (dalam suatu riwayat: la wanita musyrik, pent) datang kepadaku pada masa Nabi shallallahu ‘ alaihi wa sallam. Make saya bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apakah (boleh) saya menyambung silaturrahmi dengannya?” Beliau menjawab: “Ya.” Ibnu ‘Uyyainah berkata: Kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat tentangnya: “Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama.”

Dan ada juga sebab turun ayat yang lain dari hadits Abdullah bin Zubair:

“Qatilah binti Abdul `Uzza bin Abdi As’ad dari Bani Malik bin Hasal datang kepada anaknya Asma’ bintu Abi Bakr dengan membawa hadiah berupa dhab (biawak), keju den samin. la (Qatilah) seorang wanita musyrik. Asma’ enggan untuk menerima hadiahnya dan enggan memasukkannya ke dalam rumahnya. `Aisyah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan (firman Nya): `Allah tidak melarang kalian dari orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama …” sampai akhir ayat. Beliau pun memerintahkan Asma’ untuk menerima hadiahnya dan memasukkannya ke rumahnya.”

“Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 2 4/4, Ath-Thayalisi 2/228 no. 1639, Ath-Thabari dalam tafsirnya 28/66, Ibnu Sad dalam Ath-Thabaqat 8/253, Ibnu `Adi dalam Alkamil 6/361, Hakim 2/528 den Ibnu Basykuwal dalam AI-Ghawamidh 1/126-I27. Akan tetapi hadits ini lemah karma di dalam sanadnya ada rawi yang bernama Mush’ab bin Tsabit bin Abdullah bin Zubair. Bagi orang yang membaca biografinya akan nampak bahwa ia orang yang lemah haditsnya. Dan ada keanehan dalam penyebutan nama ibu Asma’ yang di dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa namanya adalah Raghibah. Wallahu a’lam.

Penjelasan ayat

Suatu hal yang sangat prinsip dalam syariat Islam dan harus diketahui oleh setiap Muslim bahwa loyalitas mereka hanyalah diberikan kepada Allah dan RasulNya serta kaum Muslimin. Juga memberikan sikap bara’ (berlepas diri dan benci) kepada orang-orang kafir yang merupakan musuh agama mereka.

Kalau diperhatikan sepintas lalu, akan dipahami tidak bolehnya sama sekali berhubungan dengan orang kafir sebagaimana yang dipahami oleh para sahabat sebelum turunnnya ayat. Akan tetapi sungguh agama ini merupakan rahmat bagi seluruh makhluq, jin maupun manusia, Muslim maupun kafir, benda hidup maupun mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Wahai Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh makhluk.” (Al Anbiya: 107).

Maka loyalitas walaupun hanya diperuntukkan untuk Islam dan kaum Muslimin. akan tetapi karena agama ini dibangun di atas kasih sayang bagi seluruh makhluk. Maka Allah Subhanahu wa Ta`ala tidak melarang kaum Muslimin untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir sepanjang mereka tidak memerangi kaum Muslimin. Adapun kalau mereka memerangi kaum Muslimin maka hal tersebut terlarang dalam syariat Islam.

Sikap ini merupakan salah satu dari keadilan Dienul Islam terhadap orang-orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslimin dan ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin adalah orang yang paling baik berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.

Ada beberapa ayat lain yang semakna dengan ayat 8 surah Al-Mumtahanah di atas. Di antaranya Firman Allah jalla wa Alaa dalarn Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 190:
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Baqarah:190)

Dan di dalam Al-Baqarah 194 Allah Azza Dikruhu menegaskan:

“Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kalian, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (Al-Baqarah:194)

Dan di dalam An-Nahl 126, Allah jalla Tsanauhu menyatakan:

“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (An-Nahl:126)

Berikut ini kami akan menurunkan beberapa dalil bolehnya berbuat baik dan berlaku adil yang menguatkan makna yang terkandung dalam ayat ke delapan dalam surah Al-Mumtahanah di atas.

Pertama: Allah `Azza wa jalla menyatakan dalam Al-Insan 8

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (AL-Insan: 8)

Suatu hal yang kita maklumi bersama bahwa tawanan yang jatuh ke tangan kaum Muslimin adalah dari kaum kafir. Namun demikian mereka tetap mendapatkan kebaikan dengan dipujinya orang yang memberi makan kepada mereka.

Kedua: Dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10, Allah `Azza wa jalla menegaskan:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka apa-apa yang telah mereka nafkahkan.” (Al-Mumtahanah:10)

Lihat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk mengembalikan nafkah para suami (yang musyrik) dari para wanita Mu’minah yang berhijrah tersebut, baik dalam bentuk mahar ketika mereka nikah atau sejenisnya. dan tidak ada keraguan bahwa ini adalah dari kelakuan baik dan adil dalam Islam kepada orang-orang kafir.

Ketiga: Kisah Tsumamah bin Utsal yang sangat dikenal permusuhannya kepada Nabi shallallahu `alaihi wa sallam. Kita lihat bagaimana kisahnya tatkala ia ditawan oleh shahabat Nabi shallallahu, `alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari Muslim. Beliau berkata:

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus pasukan berkuda ke arah Najd. Ketika datang mereka membawa tawanan seorang lelaki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal. Para shahabat mengikatnya di salah satu tiang mesjid. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya seraya berkata: “Apa yang ada padamu, wahai Tsumamah.” Ia menjawab: “Pada saya ada kebaikan, wahai Muhammad. Kalau engkau membunuh saya maka engkau telah membunuh orang yang mempunyai darah. Kalau engkau memberi kenikmatan maka engkau akan memberikan kenikmatan kepada orang yang tahu balas budi. Dan kalau engkau menghendaki harta, maka mintalah dariku sesukamu.” Kemudian Nabi shallallahu `alaihi wa sallam meninggalkannya. Esok harinya beliau kembali berkata kepadanya: “Apa yang ada padamu, wahai Tsumamah?” Maka ia menjawab: “Bukankah telah kukatakan kalau engkau memberikan kenikmatan maka engkau memberikan kenikmatan kepada orang yang tahu berterima kasih.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya hingga esok harinya kembali beliau berkata kepadanya: “Apa yang ada padamu, wahai Tsumamah?” la menjawab: “Padaku ada sesuatu yang telah kukatakan.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Lepaskanlah Tsumamah. “Ia pun pergi ke pohon karma dekat masjid. Ia mandi kemudian masuk masjid seraya berkata: “Saya bersaksi bahwa tiada sembahan yang haq kecuali Allah dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Wahai Muhammad, demi Allah tiada wajah di muka bumi ini yang lebih kubenci dari wajahmu. Lalu kemudian wajahmu telah menjadi wajah yang paling kucintai. Demi Allah, tidak ada agama yang lebih kubenci dari agamamu, dan kemudian agamamu telah menjadi agama yang paling kucintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang lebih kubenci dari negerimu. Lalu kemudian negerimu menjadi negeri yang paling kucintai. Namun pasukan berkuda menawanku ketika saya hendak menunaikan `umrah. Bagaimana pendapatmu?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira kepadanya dan mengijinkannya untuk ber’umrah. Tatkala ia tiba di Mekkah, seseorang berkata kepadanya: “Engkau telah gila.” Tsumamah menjawab: “Tidak, akan tetapi saya masuk Islam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah tidak akan datang kepada kalian satu biji gandum pun dari Yamamah[3] sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengijinkannya.”

Lihatlah bagaimana rahmat Islam yang tergambar dari hadits ini wahai orang-orang yang berakal.

Keempat: Kisah wanita musyrik pemilik dua bejana air yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memeranginya, menawannya atau menghalalkan air yang dibawanya. Tetapi beliau meminta sedikit airnya kemudian mendo’akan air tersebut sehingga seluruh para sahabat minum dan memenuhi tempat-tempat air mereka. Kemudian beliau mengembalikan air itu seperti semula. Para sahabat pun memuliakan wanita tadi, berbuat baik kepadanya dan mengumpulkan makanan untuknya. Ketika wanita itu kembali, ia menceritakan hal tersebut pada kaumnya dan menyeru mereka untuk memeluk Islam. Lalu mereka pun masuk Islam. Kisahnya dalam hadits yang sangat panjang riwayat Bukhari Muslim dari hadits `Imran bin Hushain.

Kelima: Tentang orang-orang Yahudi yang memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan mereka dari Madinah dan mengepung mereka di Khaibar. Tetapi tatkala mereka sudah tidak memerangi kaum Muslimin dan mengeluarkannya dari negerinya, mereka kembali mendapatkan perlakuan yang baik dan tidak diperangi. Sehingga kadang mereka datang bertanya suatu permasalahan agama kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai contoh dalam hadits riwayat Bukhary -Muslim dari hadits Ibnu Mas’ud:

“Tatkala saya berjalan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu kebun dan beliau bertelekan sebuah tongkat kecil, tiba-tiba lewatlah beberapa orang Yahudi. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya: “Tanyakanlah kepadanya tentang ruh.” Maka sebagian mereka berkata: “Apa yang meragukan kalian? la tidak akan menerima kalian dengan sesuatu yang kalian tidak senangi.” Maka mereka berkata: “Tanyalah kepadanya!” Lalu berdiri kepada beliau sebagian dari mereka lalu bertanya tentang ruh. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diam dan tidak menjawab sesuatu apapun. Kata Ibnu Mas’ud: Saya mengetahui bahwa wahyu sedang turun kepadanya. Saya berdiri ditempatku lalu turunlah wahyu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Maka katakanlah: ruh itu urusan Rabb-ku dan kalian tidak diberikan ilmu (tentangnya) kecuali sedikit.”[4]

Demikian pula di masa pemerintahan Abu Bakr AshShiddiq dan di awal pemerintahan Umar bin Khattab, masih ada di antara mereka yang datang kepada Umar bertanya sesuatu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari & Muslim

“Diriwayatkan dari Thariq bin Syihab bahwa dia berkata: Seorang laki-laki dari Yahudi datang kepada `Umar bin Khattab lalu berkata: “Wahai Amirul Mukminin, Ada suatu ayat dalam kitab kalian yang apabila ayat itu turun kepada kami orang-orang Yahudi, maka kami akan menjadikan hari itu sebagai Hari Raya.” Maka Umar bertanya: “Ayat apakah itu?” Dia berkata: “Ayat (Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu; dan telah Kuridlai Islam itu jadi agama bagimu).” Maka Umar berkata: “Sesungguhnya saya sangat mengetahui kapan dan dimana ayat itu turun pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu di Arafah pada hari Jum’at.”[5]

Masih banyak lagi dalil-dalil lainnya yang mendukung makna ayat yang terkandung dalam ayat 8 surat Al-Mumtahanah tersebut. Bila kita mencermati Al-Qur’an dan As-Sunnah serta kisah perjalanan hidup Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dan peperangan beliau, kita akan menemukan hal-hal yang menunjukkan yang menunjukkan kasih sayang dan rahmat Islam terhadap orang non-Muslim.

Dengan keterangan di atas, runtuhlah tuduhan-tuduhan yang mendiskreditkan dan menghinakan Islam dan kaum Muslimin yang dianggap sebagai penyebab munculnya segala problem dan musibah yang melanda manusia. Bahkan telah terbukti bahwa musuh-musuh Islam dari kaum kafirlah, yang menlbuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka itu adalah srigala-srigala berbadan manusia yang meneriak kan slogan-slogan perdamaian dan kasih sayang dihiasi dengan retorika yang memukau dan suapan bantuan sandang dan pangan, lalu mereka tatkala telah mendapatkan kekuasaan dan kekuatan, maka mereka membantai kaum Muslimin dengan sangat buas dan biadab dan hal tersebut kita telah saksikan di beberapa tempat seperti di Bosnia, Maluku dan lain-lainnya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan kepada kita sekalian jalan yang lurus dan memberikan taufiq dan hidayah-Nya menyaksikan kebesaran dan kemuliaan agama-Nya. Innahu waliyya dzalika wa qadiru `alaihi. Wallahu a’lam wish-shawab.

_____________

1. Yakni seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut:
1. Tidak memerangi kalian dalam agama.
2. Tidak mengusir kalian dari kampung halaman.
2. Ada beberapa suku kecil dari kalangan Arab yang menggabungkan dirinya dengan suku-suku besar untuk menambah kekuatan mereka. Di antaranya adalah Habib bin Abi Balta’ah. Walaupun ia bukan dari suku Quraisy tapi ia telah mengadakan perjanjian penggabungan sukunya sejak lama. Ini yang diistilahkan dengan halif.
3. Yakni boikot mereka dengan tidak menjual gandumnya kepada orang-orang musyrik karena Tsumamah adalah tokoh pedagang dari Yamamaah.
4. Mereka bertanya tentang ruh sesungguhnya sebagai jebakan. Kalau dijawab justru menunjukkan kalau ia bukan Nabi sebab orang-orang Yahudi mengetahui bahwa perkara ruh tidak pernah Allah beritakan kepada seorang Nabi pun. Maka ketika Rasulullah menjawab dengan ayat tersebut, mereka tambah yakin kalau beliau benar-benar Rasul.
5. Yaitu pada hari Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah yang memang merupakan hari raya kaum Muslimin. Demikian pula hari Jum’at merupakan hari besar kaum muslimin setiap pekannya.


http://kaahil.wordpress.com

No comments:

Post a Comment