Oleh: Drs. Saifuddin, M.Ag.
Ilmu secara bahasa adalah lawan dari kebodohan. Sebagian ulama mendefinisikan, ilmu adalah pengetahuan terhadap sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.
Jadi, orang yang disebut alim (bentuk jama’nya ulama) dalam agama adalah orang yang memiliki pengetahuan luas dan benar tentang berbagai masalah agama, berdasarkan dalil dari AI-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yanglurus.
Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah
Secara umum, belajar ilmu syar’i hukumnya adalah fardlnl krfayah Artinya, jika sekelompok orang telah melakukannya, maka yang lain gugur kewajibannya dan menjadi stiimah jika mengerjakannya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
“Tidak sepatututnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepada mereka, supaya mereka dapat mejaga diri.” (QS. At-’I”aubah: 122)
Tetapi, belajar ilmu syar’i dalam beberapa materi tertentu- juga bisa menjadi fardhu ain (wajib) bagi setiap orang. Kongkritnya yaitu, dalam materi-materi yang dia sendiri secara langsung berhubungan dengannya, atau yang ia praktikkan sehari-hari. Misalnya dalam masalah ibadah shalat, puasa dan yang lainnya.
Maka setiap muslim vang sudah baligh belajar shalat dan puasa sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah saw. Apabila dia tidak mau belajar tentang shalat dan puasa maka la berdosa. Karena implikasinya ia akan shalat dengan cara yang menyimpang dari yang dituntunkan Nabi t. Demikian juga dalam hal puasa. la menjadi tidak memahami apa saja yang membatalkan puasa, apa yang disunnahkan bagi orang yang berpuasa, sehingga la berpuasa sekedar mengikuti tradisi dengan tanpa ilmu.
Bagi orang yang akan haji, maka la wajib belajar tentang manasik haji sesuai dengan yang dicontohkan Nabi. Apabila dia tidak belajar maka ia berdosa, karena nanti dia akan melakukan ibadah haji dengan cara yang salah. Adapun bagi yang belum mampu untuk berangkat haji, maka belajar haji tidaklah wajib baginya, tetapi sunnah. Demikian seterusnya. Misalnya, jika dia seorang pedagang maka dia harus mengetahui hukum Islam dalam soal mengurangi timbangan, menepati janji, jujur terhadap cacat/aib yang ada pada barang dagangan dsb.
Allah M berfirman,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya..” (QS- al-Isra: 36)
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, (QS. A n-Nahl : 43)
Fungsi ilmu syar’i yang terbesar adalah untuk menyelamatkan kita dari kesesatan beramal. harena, dengan mengetahui ilmunya, kita bisa mengikuti petunjuk Nabi dalam beribadah, juga dalam berbagai aktivitas lainnya yang kita niatkan untuk ibadah. Sedangkan salah satu syarat mutlak diterimanya ibadah kita di sisi Allah, selain harus ikhlas juga harus sesuai dengan tuntzman Rasulullah.
Dengan memiliki ilmu syar’i, kita bisa mengenal bagaimana ibadah yang dicontohkan oleh Nabi, baik itu dalam hal shalat, zakat, puasa, haji atau ibadah-ibadah lainnya. Dengan demikian, kita akan terbebas dari bid’ah. Yaitu mengada-adakan perkara baru dalam agama’, atau mengatasnamakan sesuatti yang bukan ajaran agama sebagai bagian dari agama yang dengannya kita mencari pahala Allah.
Bila amalan kita berbcda dengan yang dituntunkan Nabi, maka betapapun hal itu kita anggap sebagai kebaikan/ibadah, ia tetap tertolak dan sia-sia. Nabi bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amal perbuatan (dalam agama) tanpa perintahku, maka ia tertolak.” (HR. Muslim).
Kedua, fungsi ilmu syar’i adalah untuk mengenalkan kita tentang keagungan dan kesempurnaan Allah Tca’ala. Pengetahuan tersebut akan membuahkan pengagungan dan ketundukan total kita kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya.
Ketiga, fungsi ilmu syar’i adalah untuk memahamkan kita apa yang dicintai dan diridhai Allah, dan sebaliknva apa yang dibenci dan dimurkai Allah, baik soal aqidah, amal lahir, batin maupun ucapan. Pengetahuan tersebut menjadikan kita bersegera untuk mengerjakan apa yang dicintai dan diridhai Allah serta meninggalkan apa vang dilarang dan dimurkaiNva. Sehingga, ilmu syari dengan izin Allah menjadikau kita sebagai orang yang bertakwa dan takut kepada Allah. Allah berfirman,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Dan hanya hambaNya dari kalangan ulamalah orang-orang yang takut kepada Allah (QS. Fathir: 28)
Dengan memahami fungsi ilmu syar’i, kita mengetahui betapa pentingnya ilmu syar’i dalam kehidupan k laksana obor sepanjang perjalanan hidup kita.
Ilmu syar’i (agama) itu akan semakin kita pentingkan dan kita hutuhkan dengan mengetahui keutamaan-keutamaan ihnu svari,
Pertama, ilmu syar’l termasuk amal shalih dan ibadah yang utama, juga termasuk jihad fisabilillah. Nabi bersabda
“Barangsiapa keluar mencari ilmu maka ia berada fi sabilillah sampai ia pulang.” (HR. Tirmidzi, hasan).
Keutamaan ilmu syar i yang kedua adalah, seseorang baru disebut ahli ibadah yang hakiki jika ia menyembah/beribadah kepada Allah berdasarkan ilmu. Dan itu adalah jalan Nabi. Allah berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108)
Keutamaan ilmu svar’i yang ketiga adalah, la merupakan warisan para Nabi. Meskipun kita sekarang berada di abad 15 H, yang berjarak ribuan tahun dari zaman Nabi tetapi jika kita tcrmasuk ahli ilmu berarti kita mewarisi Nabi -Muhammad dan ini merupakan keutamaan yang mulia. Karena kita melanjutkan tugas Nabi Muhammad dalam mengajarkan ilmu syar’i, mengamalkannya dan mendakwahkannya di tengah-tengah umat manusia. Rasulullah ~t bersabda,
“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, tetapi mewariskan ilmu, maka barangsiapa mendapatkannya maka ia telah mendapat (warisan) yang banyak.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Keempat, termasuk keutamaan ilmu syar’i adalah la menjadi penambah pundi-pundi pahala bagi kita yang mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Rasulullall 14 bersabda,
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk maka baginya pahala sebagaimana pahala pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim).
Keutamaan ilmu syar’i yang kelima adalah ia menjadi sarana untuk mendapatkan doa istighfar (permohonan ampun) dari segenap makhluk di langit dan di bumi. Nabi bersabda:
Dan sesungguhnya malaikat meletakkan syapnaya untuk pencari ilmu, karena ridha dengan apa yang dikerjakannya. Dan sungguhn segenap yang ada di langit dan di bumi, hingga ikan di dalam laut memintakan ampun untuk seorang alim (yang berilmu) (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Keenam, termasuk keutamaan ilmu syar’i adalah, la tetap ada sedang harta bisa binasa. Sebagai contoh adalah sahabat Abu Hurairah yang pernah jatuh pingsan karena lapar. Betapapun beliau seorang yang miskin, tetapi karena ilmunya, namanya tetap disebut-sebut orang, khususnya dalam hal hadis. Nabi bersabda, “Jika seorang mati, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga perka, shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuaya.” (HR. Muslim).
Keutamaan yang ketujuh, pemiliknya tidak lelah menjaganya, sebab letak ilmu adalah di dalam dada. Pada saat yang sama justru ilmu itu yang menjaga pemiliknya dari bahaya/kehancuran. Hal ini berbeda dengan harta yang harus terus menerus dijaga. Dan meskipun dijaga, tetap menjadikan hati pemiliknya tidak tenang.
Kedelapan, termasuk keutamaan ilmu adalah ahli ilmu (para ulama) adalah salah satu unsur dari waliyuul amri, (selain penguasa) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yang artinya: “Wahai orarr-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 59)
Kesembilan, termasuk yang menunjukkan keutamaan ilmu syar’i adalah Rasulullah tidak pernah menyuruh kita iri kecuali kepada dua hal. Pertama, orang yang menuntut ilmu dan mengamalkannya. Kedua, orang kaya yang menginfakkan hartanya untuk Islam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan yang kesepuluh, seorang alim adalah cahaya bagi manusia dalam perkara agama dan dunianya. Seperti hikmah dart kisah laki-laki Bani Israel yang membunuh 99 orang. la bertanya kepada ahli ibadah, apakah ia masih punya kesempatan’ bertaubat? Dijawab tidak, sehingga la dibunuh menggenapi 100 orang korbannya. Lalu la bertanya kepada seorang alim, dan dijawab oleh orang alim itu, masih ada kesempatan. Dan dunform asikan kepadanya agar pergi ke negeri orangorang shalih. ‘I’etapi kemudian la meninggal dunia di tengah jalan, dengan membawa taubat clan menggapai ampunan Allah.
Kesebelas termasuk keutamaan ihnu adalah Allah mengangkat derajat orang yang berilmu di dunia dan di Akhirat. Di Akhirat, Allah mengangkat derajat mereka sesuai dengan ilmu, amal dan dakwah mereka. Dan di dunia, Allah mengangkat mereka di antara hamba-Nya, sesuai dengan apa yang mereka ketahui dan amalkan. (QS. Al-Mujadalah; 11).
Keutamaan ilmu yang keduabelas adalah, di antara tanda seseorang itu diinginkan menjadi balk oleh Allah, maka terlebih dahulu la akan diberi pemahaman dalam ilmu syar i. Dalilnya adalah sabda Nabi,
Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya ia akan dipahamkan dalam urusan agamanya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Marilah kita lihat din kita masing-masing. Sejauh mana kecintaan kita terhadap ilmu syar’i. Ilmu yang akan menerangi jalan hidup kita. Ilmu yang dengan izin Allah akan menyelamatkan hidup kita di dunia dan di Akhirat.
Di antara kita insya Allah ada yang memang benar-benar haus ilmu syar’i, sehingga selalu mengikuti majlis ta’lim, kajian, ceramah, bertanya kepada ulama, membaca buku, dsb. Tetapi tidak sedikit pula di antara kita yang masih lemah semangatnya untuk mempelajari clan memahami agama. Bahkan hingga dalam masalah yang wajib untuk diketahuinya. Seperti masalah shalat, puasa, bersuci dsb. Maka pada bulan Ramadan yang suci ini, marilah kita pasang niat yang kuat, bahwa mulai sekarang kita berprinsip “Tiada hari berlalu tanpa ilmu”. Marilah kita belajar tentang hal-hal yang wajib kita ketahui, sehingga kita bisa menjalankan kewajiban kita kepada Allah sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya.
Tidak ada kata terlambat, berapapun usia kita, kita tetap tidak terlambat untuk belajar ilmu agama. Bahkan ada seorang Salaf mengatakan, “Semangatku untuk belajar ilmu syar’i pada usia 80 tahun lebih besar dari semangat belajarku ketika aku masih berusia 20 tahun.”
Mudah-mudahan Allah memberi kekuatan kepada kita dan menjadikan kita tergolong orang-orang yang haus ilmu syar’i, sehingga kita beramal dan beribadah hanya berdasarkan petunjuk Allah dan RasulNya. Amin.
No comments:
Post a Comment