Banyak yang ingin berbuat baik yang diniatkan untuk orang
yang telah meninggal, namun banyak juga yang tidak mengetahui atau justru beramal
dengan mengikuti pendapat yang yang
salah dan tradisi yang ada, hal ini tentu bertentangan dengan sunnah Nabi saw
dan sunnah para sahabatnya. Maka di bawah ini kami ingin sampaikan beberapa
amalan-amalan yang bermanfaat bagi si mayit dengan merujuk kepada sunnah Nabi
saw dan sunnah para sahabatnya, iaitu :
Pertama: Do’a kaum muslimin bagi si
mayit
Setiap do’a kaum muslimin bagi setiap muslim akan bermanfaat
bagi si mayit. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin
dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“.”
(QS. Al Hasyr: 10)
Ayat ini menunjukkan bahwa di antara bentuk kemanfaatan yang
dapat diberikan oleh orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal
dunia adalah do’a karena ayat ini mencakup umum, yaitu orang yang masih hidup
ataupun yang sudah meninggal dunia.
Begitu pula sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ
مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ
بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya
tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang
akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala
dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata:
“Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi”.”HR.
Muslim no. 2733, dari Ummu Ad Darda’.
Do’a kepada saudara kita yang sudah
meninggal dunia adalah di antara do’a kepada orang yang di kala ia tidak
mengetahuinya.
Kedua: Melunasi utang si mayit
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam didatangkan seorang mayit yang masih memiliki utang, kemudian beliau
bertanya, “Apakah orang ini memiliki uang untuk melunasi hutangnya?” Jika
diberitahu bahwa dia bisa melunasinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan menyolatkannya. Namun jika tidak, maka beliau pun
memerintahkan, “Kalian shalatkan aja orang ini.”
Tatkala Allah memenangkan bagi beliau beberapa peperangan,
beliau bersabda,
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ
تُوُفِّىَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَىَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ
لِوَرَثَتِهِ
“Aku lebih pantas bagi orang-orang beriman dari diri
mereka sendiri. Barangsiapa yang mati, namun masih meninggalkan utang, maka aku
lah yang akan melunasinya. Sedangkan barangsiapa yang mati dan meninggalkan
harta, maka itu untuk ahli warisnya.”( HR. Bukhari no. 2298 dan Muslim no.
1619)
Hadits ini
menunjukkan bahwa pelunasan utang si mayit dapat bermanfaat bagi dirinya.
Ketiga: Menunaikan qodho’ puasa si mayit jika si mayit ada
nazar
Dalil dari pendapat ini adalah hadits
‘Aisyah,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki
kewajiban puasa, maka ahli warisnya yang nanti akan mempuasakannya. ” (HR.
Bukhari no. 1952 dan Muslim no. 1147)Yang dimaksud “waliyyuhu” adalah
ahli waris. (Lihat Tawdhihul Ahkam, 3/525)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis
puasa yang dimaksud. Apakah ia merupakan jenis puasa Ramadlan, puasa qadla’,
puasa nadzar, atau puasa yang lainnya ? Yang rajih, puasa yang dimaksudkan
dalam hadits ini adalah puasa nadzar. Penunjukan tersebut dijelaskan dalam
hadits yang lain :
عن بن عباس : أن
امرأة ركبت البحر فنذرت إن نجاها الله أن تصوم شهرا فنجاها الله فلم تصم حتى ماتت
فجاءت ابنتها أو أختها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأمرها أن تصوم عنها
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma :
“Bahwasannya ada seorang wanita yang naik kapal lalu ia bernadzar jika Allah
menyelematkan ia (sampai ke daratan) ia akan berpuasa selama sebulan. Allah pun
kemudian menyelamatkannya. Wanita tersebut belum berpuasa (memenuhi nadzarnya)
hingga ia meninggal dunia. Maka datanglah anak perempuannya atau saudara
perempuannya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka
beliau memerintahkannya untuk berpuasa untuknya” [HR. Abu Dawud no. 3308;
shahih].
Abu Daud berkata
didalam "Al-Masa il " ( 96 ) : " Saya mendengar Ahmad Bin Hanbal
berkata : Tidak ada puasa bagi si mayat kecuali puasa nazar.
- Dari 'Amrah :
Sesungguhnya ibunya meninggal dan baginya puasa dibulan ramadhan , maka ia
berkata kepada Aisyah : "Apakah saya menunaikan puasa untuknya ?"
Aisyah berkata : " Tidak, tetapi bersedakahlah untuknya, setiap hari
dengan satu sha' makanan untuk setiap orang miskin. HR Athahawi dan Ibnu Hazm.
- Dari Said bin Jubeir ra. dari Ibnu Abbas ra.
Berkata : Jika seseorang sakit dibulan ramadhan kemudian meninggal sedangkan ia
tidak berpuasa, berilah makanan untuknya, tidak ada baginya qadha' tetapi jika
baginya nazar maka bagi walinya untuk menunaikannya. HR Abu Daud
- Dari Ibnu
Abbas berkata : " Seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. Katanya :
" Ya Rasulullah saw., ibuku meninggal dunia, sedang ia mempunyai kewajiban
berpuasa selama sebulan. Apakah akan saya qadha atas namanya ?" Ujar Nabi
saw .: "Jika ibumu mempunyai hutang , apakah akan kamu bayarkan
untuknya?" "Memang",
ujarnya. "Nah", kata Nabi saw pula maka hutang kepada Allah lebih
layak untuk dibayar."HR Bukhari,Muslim.(
Lihat kitab Almausuu'ah alfiqhiyyah al muyassarah fii alkitab wa assunnah al muthaharah, jilid
4, Ms 192, oleh Husein bin 'audah al
'awaysyah. )
- Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu
‘anhu pernah meminta nasehat pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia mengatakan,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ
“Sesungguhnya ibuku telah
meninggalkan dunia namun dia memiliki nadzar (yang belum ditunaikan).” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
اقْضِهِ عَنْهَا
“Tunaikanlah nadzar ibumu.” (HR.
Bukhari no. 2761 dan Muslim no. 1638)
Keempat: Segala amalan sholih yang
dilakukan oleh anak yang sholih
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39). Di antara yang diusahakan
oleh manusia adalah anak yang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ
وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang
adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang
tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa-i no. 4451. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Ini berarti amalan dari anaknya yang sholih masih tetap
bermanfaat bagi orang tuanya walaupun sudah berada di liang lahat karena anak
adalah hasil jerih payah orang tua yang pantas mereka nikmati.
Kelima: Amalan sholih yang pernah di
lakukan oleh simati seperti ilmu yang bermanfaat dan sedekah jariyah yang
ditinggalkan oleh si mayit
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ
مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika manusia itu mati, maka akan putus amalannya kecuali
dari tiga perkara: [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang diambil manfaatnya, [3]
anak sholih yang mendo’akan orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631)
Keenam: Sedekah dan berhaji atas
nama si mayit
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhuma,
أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ
أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى
تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ
بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ
حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Ibu dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu
meninggal dunia, sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sampingnya.
Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah
meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah
bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan
pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu
bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no.
2756)
-
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh
Ahmad, Muslim dan lain-lain dari Abu Hurairah : "Bahawa seorang lelaki bertanya
kepada Rasulullah saw. : "Bapakku meninggal dunia dan ada meninggalkan
harta serta tidak memberikan wasiat. Apakah dapat menghapuskan dosanya bila aku
sedekahkan atas namanya ?" Ujar Nabi saw. : "Ya"
- Dari Sa'ad
bin 'Ubadah : "Bahawa ibunya meninggal , maka tanyanya kepada Rasulullah
saw. " Ya Rsulullah, ibuku meninggal, dapatkah saya bersedekah atas
namanya?" Ujarnya :
"Dapat". Lalu ujarnya lagi :
"Sedekah manakah yuang lebih utama ?" Ujarnya :
"Menyediakan air". Kata Hasan :" Itulah dia menyediakan air dari
keluarga Sa'ad di Madinah." HR Ahmad, Nasai, dan lain-lain.
Selain amalan
bersedekah dengan memberikan sesuatu kepada fakir miskin, maka pahala amalan
haji untuk simati juga sampai pahalanya dengan merujuk kepada :
- Dari Ibnu
Abbas : "Bahawa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah saw
lalu bertanya : "Ibuku bernazar akan melakukan haji, tetapi belum juga
dipenuhinya sampai ia meninggal.
"Apakah akan saya lakukan haji untuknya ?" Ujar Nabi saw : "Ya lakukanlah !"
Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu
berhutang , apakah akan kamu bayar ?" Bayarlah, kerana Allah lebih layak
untuk menerima pembayaran." HR Bukahari.
No comments:
Post a Comment