Fatwa Syaikh Bin Baz Seputar I’tikaf
Oleh: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan: Apakah hukum i`tikaf bagi laki-laki dan wanita? Apakah berpuasa merupakan syarat untuk sahnya i`tikaf? Kemudian amalan apa sajakah yang baik dilakukan oleh orang yang beri`tikaf? Kapan waktu memasuki tempat i`tikaf dan kapan keluar dari sana?
Jawaban:
I`tikaf hukumnya sunnah bagi laki-laki dan wanita sebagaimana telah datang dari Rasululullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, bahwasanya beliau dulu beri`tikaf di bulan Ramadhan. Kemudian pada akhirnya, i`tikaf beliau tetapkan pada sepuluh hari terakhir. Para istri-istri beliau juga beri`tikaf bersama beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam, dan juga setelah beliau wafat.
Tempat beri`tikaf adalah mesjid-mesjid yang didirikan shalat berjamaah padanya. Apabila waktu i`tikafnya diselingi oleh hari Jumat, maka yang lebih utama adalah beri`tikaf di mesjid yang mengadakan shalat Jumat, jika itu memungkinkan.
Tidak ada waktu-waktu tertentu bagi i`tikaf dalam pendapat ulama yg terkuat. Juga tidak disyaratkan berpuasa walaupun dengan berpuasa lebih utama.
Disunnahkan bagi seseorang yang beri`tikaf agar memasuki tempat beri`tikaf saat dia berniat i`tikaf dan keluar dari padanya setelah lewat masa yang dia inginkannya. Diperbolehkan baginya memotong waktu tersebut jika ada keperluan lain, karena i`tikaf adalah sunnah dan tidak menjadi wajib jika dia telah memulainya, kecuali jika dia bernadzar.
Disunnahkan beri`tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan untuk mengikuti Rasululllah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Disunnahkan bagi seseorang yang beri`tikaf saat itu untuk memasuki tempat i`tikafnya setelah shalat Fajar hari ke-21 dan keluar dari sana apabila telah selesai sepuluh hari.
Jika dia memotongnya maka tidak mengapa, kecuali jika i`tikaf nadzar sebagaimana telah dijelaskan. Yang lebih diutamakan adalah menyediakan tempat khusus di dalam mesjid untuk beristirahat jika memungkinkan.
Dianjurkan bagi yang beri`tikaf agar memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur`an, istighfar, berdoa dan mengerjakan shalat-shalat sunnah selain pada waktu-waktu yang dilarang.
Tidak dilarang bagi teman-teman seseorang yang beri`tikaf untuk mengunjunginya dan berbicara dengan mereka sebagaimana Rasululullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dahulu dikunjungi oleh beberapa istrinya dan berbicara dengan mereka. Pada suatu saat Shofiyah mengunjungi beliau saat i`tikaf di bulan Ramadhan. Hal ini menunjukkan kesempurnaan sifat tawadhu` dan baiknya beliau terhadap istri-istri beliau, semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas beliau.
Referensi: Dinukil dari Tuhfatul ikhwan bi ajwibatin muhimmatin tata`allaqu bi arkanil islam, karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah. Penerjemah Abu Abdillah Alee Masaid As salafee
Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=341
No comments:
Post a Comment