Saturday, August 6, 2011

STUDI KRITIS RIWAYAT ANCAMAN PEMBAKARAN RUMAH AHU BAIT

Studi Kritis Riwayat Ancaman Pembakaran Rumah Ahlul Bait : Membantah Rafidhi Nashibi

July 19, 2011 by alfanarku

Tulisan kami berjudul Pembakaran Terhadap Rumah Ahlul Bait? Ternyata dibantah dengan bantaha-bantahan mandul oleh sorang syi’i rafidhi nashibi yang bergaya “jaksa penuntut urakan” mencari-cari cara mendiskreditkan sahabat maupun ahlul bait.

Kami akan membahas bantahan tersebut bukan karena bantahan tersebut memang layak untuk ditanggapi tetapi karena ingin menunjukkan kepada umat Islam betapa lemahnya akal pengikut neorafidhi sekaligus neonashibi ini.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ ، حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ ، عْن أَبِيهِ أَسْلَمَ ؛ أَنَّهُ حِينَ بُويِعَ لأَبِي بَكْرٍ بَعْدَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، كَانَ عَلِيٌّ وَالزُّبَيْرُ يَدْخُلاَنِ عَلَى فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، فَيُشَاوِرُونَهَا وَيَرْتَجِعُونَ فِي أَمْرِهِمْ ، فَلَمَّا بَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ خَرَجَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى فَاطِمَةَ ، فَقَالَ : يَا بِنْتَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَاللهِ مَا مِنْ الْخَلْقِ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيْنَا مِنْ أَبِيك ، وَمَا مِنْ أَحَدٍ أَحَبَّ إِلَيْنَا بَعْدَ أَبِيك مِنْك ، وَأَيْمُ اللهِ ، مَا ذَاكَ بِمَانِعِيَّ إِنَ اجْتَمَعَ هَؤُلاَءِ النَّفَرُ عِنْدَكِ ، أَنْ آمُرَ بِهِمْ أَنْ يُحَرَّقَ عَلَيْهِمَ الْبَيْتُ قَالَ : فَلَمَّا خَرَجَ عُمَرُ جَاؤُوهَا ، فَقَالَتْ : تَعْلَمُونَ أَنَّ عُمَرَ قَدْ جَاءَنِي ، وَقَدْ حَلَفَ بِاللهِ لَئِنْ عُدْتُمْ لَيُحَرِّقَنَّ عَلَيْكُمَ الْبَيْتَ ، وَأَيْمُ اللهِ ، لَيَمْضِيَنَّ لِمَا حَلَفَ عَلَيْهِ ، فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ ، فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr yang berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Aslam Ayahnya yang berkata bahwasanya ketika bai’at telah diberikan kepada Abu Bakar sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], Ali dan Zubair masuk menemui Fatimah binti Rasulullah, mereka bermusyawarah dengannya mengenai urusan mereka. Ketika berita itu sampai kepada Umar bin Khaththab, ia bergegas keluar menemui Fatimah dan berkata ”wahai Putri Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] demi Allah tidak ada seorangpun yang lebih kami cintai daripada Ayahmu dan setelah Ayahmu tidak ada yang lebih kami cintai dibanding dirimu tetapi demi Allah hal itu tidak akan mencegahku jika mereka berkumpul di sisimu untuk kuperintahkan agar membakar rumah ini tempat mereka berkumpul”. Ketika Umar pergi, mereka datang dan Fatimah berkata “tahukah kalian bahwa Umar telah datang kepadaku dan bersumpah jika kalian kembali ia akan membakar rumah ini tempat kalian berkumpul. Demi Allah ia akan melakukan apa yang ia telah bersumpah atasnya jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku”. Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 14/567 no 38200 dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari Muslim]

Kami katakan mau menyerang klaim syiah atau klaim sunni atau siapa saja itu tidak berpengaruh sedikitpun terhadap kami. Kami tidak akan berbasa-basi membela sahabat dan menyudutkan Ahlul Bait, maaf itu bukan akhlak kami. Kami meyakini kebenaran untuk berpegang teguh kepada Ahlul Bait dan setiap sahabat yang menyakiti ahlul bait maka sudah jelas sahabat itu salah, tidak peduli apapun alasan naifnya.

Di atas adalah basa-basi yang sudah basi dari si rafidhi ini, jelas pemikirannya adalah rafidhah tetapi selalu tidak merasa.

Sebenarnya perkara antara Umar dan Ali maupun Zubair sudah selesai dimana kami tidak mendiskreditkan salah satu diantara mereka, tulisan kami sebelumnya adalah merespon tulisan yang bernuansa mendiskreditkan sahabat utama, seandainya si rafidhi ini tidak menyerang terlebih dahulu dengan membela paham syi’ahnya tentu kita tidak akan mengungkit perkara ini sampai sedetil-detilnya, karena pada dasarnya kami menganggap perkara suksesi kepemimpinan pasca wafatnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam telah dikehendaki oleh Allah dan tiada seorangpun mengetahui sebelumnya akan peristiwa yang bakal terjadi, baik itu sahabat maupun ahlul bait, terpilihnya Abu Bakar adalah peristiwa accidental yang tidak disengaja sebelumnya oleh Abu Bakar sendiri dan berjalan begitu saja atas kehendak Allah, tidak ada yang salah dalam hal ini, baik pihak Abu Bakar, Umar, Ali maupun Zubair. Inisiatif Abu Bakar dan Umar di saat yang genting tersebut adalah inisiatif yang tepat sehingga Umat Islam tidak terpecah. Sedangkan Ali dan Zubair belum segera membai’at pada saat itu juga bisa dimaklumi karena kekagetan mereka dengan peristiwa pembai’atan yang begitu tiba-tiba, sehingga wajar jika mereka perlu berpikir terlebih dahulu. Jadi hanya kesalahpahaman saja yang terjadi diantara mereka dan atas kehendak Allah semuanya selesai dengan berbai’atnya Ali dan Zubair kepada Abu Bakar. Kita berusaha menjelaskan duduk perkaranya dimana tidak ada setitik kebencian pun kita alamatkan kepada sahabat maupun ahlul bait, sebaliknya syi’ah rafidhah, tulisannya selalu bernuansa tendensius mendiskreditkan sahabat dengan berkedok membela ahlul bait, silahkan pembaca membandingkannya sendiri.

Kami jawab : Silakan saja kalau Umar berpandangan mereka keliru, kami pribadi justru melihat pada sisi Ahlul Bait yaitu Sayyidah Fathimah dan Imam Ali, kalau memang keduanya menganggap pembaiatan terhadap Abu Bakar adalah benar maka tidak perlu keduanya mengadakan pertemuan dengan orang-orang di rumah keduanya. Adanya pertemuan itu justru menunjukkan kalau Imam Ali dan Sayyidah Fathimah menganggap apa yang dilakukan oleh Umar dan pengikutnya itu keliru. Seharusnya Umar, Abu Bakar dan kaum Anshar lainnya tidak terburu-buru dan meninggalkan Ahlul Bait dalam perkara ini. Siapakah yang menjadi pedoman dan pegangan bagi umat islam seperti yang dikatakan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dalam hadis Tsaqalain? Tidak lain adalah Ahlul Bait, tetapi mereka malah menuruti pendapatnya sendiri dan meninggalkan Ahlul Bait bahkan setelah itu memaksakan pandangan mereka dalam bentuk ancaman kepada Ahlul Bait. Dimana akhlak kalian wahai yang mengaku mencintai Ahlul Bait?

Inilah pemikiran rafidhah, kita sudah jelaskan di atas, Ali maupun Zubair hanya terkejut dengan peristiwa pembai’atan yang begitu mendadak dan mereka ingin diajak bermusyawarah, kalau pembai’atan terhadap Abu Bakar adalah keliru, maka Ali berhak untuk menentangnya, mengemukakan hujjah bahwa dirinya yang berhak menjadi khalifah dan tidak akan pernah mau membai’at Abu Bakar, tetapi ternyata beliau bersedia membai’at Abu Bakar dengan sedikit terlambat berbai’at dengan alasan karena beliau tidak diajak bermusyawarah terlebih dahulu bukan karena alasan lain seperti karena beliau lebih berhak, apakah kemudian bai’atnya terhadap Abu Bakar di sini tidak tulus? justru di sinilah rafidhah dengan keyakinannya telah mendiskreditkan ahlul bait tanpa sadar dengan menganggap Ahlul Bait tidak tulus dalam berba’iat, dasar Nashibi!

Orang yang paling dicintai Umar setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam adalah Fatimah, ini menggugurkan klaim syi’ah secara telak, yaitu tidak mungkin seseorang akan menyakiti seseorang yang paling dia cintai

dimana letak hujjahnya perkataan ini?. Apa dia lupa, kalau Syiah dan Sunni sama-sama mengaku mencintai Ahlul Bait?. Apakah alfanarku itu tidak bisa membedakan antara klaim dan fakta?. Siapapun bisa saja mengaku ahlul bait adalah yang paling mereka cintai, tetapi apa gunanya pengakuan jika perbuatannya justru menyakiti ahlul bait. Faktanya Umar memang mengancam membakar rumah Ahlul Bait [berdasarkan riwayat shahih di atas] ada tidaknya pengakuan atau klaim Umar itu tidak menafikan ancaman yang ia lakukan. Jika Umar memang benar-benar mencintai Ahlul Bait bukan begitu caranya. Kalau mau mengingatkan atau menasehati orang yang kita cintai [apalagi kita hormati] kita pasti akan menggunakan tutur kata yang lemah lembut bukan ancaman yang menyakitkan. Ini hal sederhana tetapi tidak terpikirkan oleh alfanarku karena dirinya tersibukkan dengan apa yang ia sebut “klaim Syiah”. Lanjut ke poin ketiga yang menunjukkan lemahnya ilmu dan penuh dengan basa-basi

Kita jawab, itu kan pikiran si rafidhi yang tanpa ada positive thinking sedikitpun kepada Umar. Seseorang menunjukkan cinta kepada saudaranya dengan berbagai cara, orang tua akan bertindak tegas terhadap anaknya bahkan kadang dengan keras bukan karena orang tua tersebut tidak cinta kepada anaknya, tergantung sifat dan temperamen orang tua tersebut. Umar dikenal seorang yang terbuka dan tegas, maka apa yang diucapkannya tidak lepas dari sifat tersebut. Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam juga pernah bersabda, jika Fatimah mencuri, niscaya akan aku potong tangannya. Bukan berarti dengan beliau bersabda demikian beliau tidak mencintai Fatimah, tetapi hukum Allah di atas segala-galanya dan tiada pandang bulu.

Alfanarku berbasa-basi bahwa Umar tidak mengancam Sayyidah Fathimah [alaihis salam] karena lafaz yang digunakan ‘Alaihim bukan ‘Alaikum. Tentu saja pembelaan ini mandul, ia tidak memperhatikan bahwa lafaznya adalah ‘Alaihimul bait” yang artinya rumah tempat mereka berkumpul dan rumah itu adalah rumah Sayyidah Fathimah. Jadi lafaz itu menunjukkan Umar mengancam akan membakar rumah Sayyidah Fathimah kalau orang itu masih berkumpul di sisi Sayyidah Fathimah. Apa kalau ada orang yang mengancam akan membakar rumah anda maka ancaman itu bukan tertuju pada anda?. Mengenai perkataan kenyataannya Umar tidak pernah melakukan apa yang diucapkannya, itu justru disebabkan oleh kebijakan Sayyidah Fathimah sendiri yang memerintahkan agar mereka yang berkumpul di rumahnya yaitu Zubair dan orang-orang yang bersamanya untuk tidak lagi menemuinya atau kembali ke rumahnya. Seandainya mereka masih kembali dan Sayyidah Fathimah membiarkannya maka mungkin pembakaran itu akan terjadi sebagaimana Sayyidah Fathimah sendiri yang berkata

Ini juga adalah bantahan basa-basi, telah diketahui yang membuat Umar tidak suka adalah berkumpulnya Ali dan Zubair yang tidak segera berbai’at, jadi dimana saja tempat mereka berkumpul, Umar mengancam akan membakarnya, artinya obyeknya bukan rumah Fatimah tetapi rumah dimana mereka berkumpul dan kebetulan tempat mereka akan berkumpul adalah rumah Fatimah. Oleh karena itu Sayyidah Fatimah meminta Ali, Zubair dan yang lainnya untuk meninggalkan rumah beliau dan boleh kembali berkumpul di rumah beliau setelah mereka melakukan bai’at, di sini bisa diartikan jika Ali, Zubair dan yang lain kemudian berkumpul di rumah orang lain selama mereka belum berbai’at maka rumah yang mereka tempati untuk berkumpul itulah yang akan dibakar oleh Umar. Umar tidak melaksanakan ancamannya karena Ali dan Zubair kemudian langsung berbai’at kepada Abu Bakar. Bukankah penulis syi’ah ini sebelumnya berusaha meyakinkan pembaca bahwa Umar benar-benar akan melaksanakan niatnya? Jika Ali pada hari itu atau awal-awal pembai’atan Abu Bakar tidak berbai’at kira-kira apa yang bakal terjadi?. Jadi kesimpulannya Ali dan Zubair telah berbai’at kepada Abu Bakar di awal-awal.

Berikut ini benar-benar bantahan basa-basi yang sangat mandul dari si rafidhi itu, mari kita lihat:

orang itu telah salah dalam mempersepsi riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas. Tidak ada keterangan dalam riwayat di atas kalau Ali dan Zubair berbaiat kepada Abu Bakar pada hari pembaiatan kaum Muslimin. Lafaz yang ia jadikan hujjah adalah
فَانْصَرَفُوا عنها ، فَلَمْ يَرْجِعُوا إِلَيْهَا ، حَتَّى بَايَعُوا لأَبِي بَكْرٍ

Maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya sampai mereka membaiat Abu Bakar

Hujjah pertama : Pada lafaz ini tidak ada keterangan kalau peristiwa baiat yang dimaksud langsung terjadi setelahnya. Lafaz “hatta” [sampai] di atas adalah penunjukkan waktu bahwa mereka tidak lagi menemui Sayyidah Fathimah sampai mereka membaiat Abu Bakar, mengenai waktunya bisa sebentar, beberapa lama, nanti atau dalam waktu lama. Tidak ada keterangan yang menyebutkan lamanya waktu itu. Lafaz itu sama halnya dengan lafaz “dia tidak akan kembali ke rumah sampai dia mendapatkan uang seratus juta”. Apakah lafaz ini menunjukkan kalau setelah itu ia langsung mendapatkan uang seratus juta?. Tidak, bisa saja satu bulan, dua bulang enam bulan atau satu tahun.

Hujjah kedua : perkataan itu tidak tertuju pada Imam Ali, perhatikan lafaz “maka mereka pergi darinya dan tidak kembali menemuinya”. Siapakah mereka yang dimaksud?. Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas, mereka yang dimaksud adalah mereka yang disuruh pergi oleh Sayyidah Fathimah
فَانْصَرِفُوا رَاشِدِينَ فَرُوْا رَأْيَكُمْ ، وَلاَ تَرْجِعُوا إِلَيَّ

Jadi pergilah dengan damai, simpan pandangan kalian dan janganlah kalian kembali menemuiku

Sayyidah Fathimah berkata “Jangan kalian kembali menemuiku”. Perkataan ini tidak mungkin ditujukan kepada Imam Ali tetapi ditujukan kepada Zubair dan orang-orang yang mengikutinya yang ikut berkumpul di rumah Sayyidah Fathimah. Jadi mereka yang dinyatakan dengan lafaz “sampai mereka membaiat Abu Bakar” adalah mereka yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah. Imam Ali bukan termasuk yang diusir dari rumah Sayyidah Fathimah, lha itu kan rumah Beliau sendiri. Mengenai baiat Imam Ali terhadap Abu Bakar itu telah disebutkan dalam hadis Shahih Bukhari riwayat Aisyah bahwa itu terjadi setelah Sayyidah Fathimah wafat yaitu setelah enam bulan

Kita jawab, dalam riwayat di atas sangat jelas bahwa yang menjadi obyek permasalahan adalah Ali dan Zubair datang menemui Fatimah tidak segera melakukan pembai’atan, jadi jika Ali tidak melakukan pembai’atan pada saat itu, permasalahan akan menjadi lebih panjang. Jadi yang diminta untuk pergi oleh Fatimah adalah termasuk Ali bin Abi Thalib, karena beliau dan Zubair ditunggu bai’atnya oleh Abu Bakar. Jadi sungguh mengada-ada hujjah orang syi’ah ini, coba dilihat dari awal nama siapa yang disebut dalam riwayat di atas? Ali dan Zubair, maka mau ga mau hari itu juga mereka berdua harus berbai’at sehingga Imam Ali akan diterima pulang ke rumah oleh Fatimah. Justru sebenarnya orang syi’ah ini tidak bisa membuktikan bahwa Imam Ali bukan termasuk yang diusir oleh Fatimah, bukankah orang syi’ah ini menukil sendiri riwayat dari Ibnu Hiban :
وإنه كان من خيرنا حين توفى رسول الله صلى الله عليه وسلم إن عليا والزبير ومن تبعهما تخلفوا عنا في بيت فاطمة

Bahwa diantara berita yang sampai kepada kami ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat adalah Ali, Zubair dan orang-orang yang mengikuti keduanya menyelisihi kami di rumah Fathimah [Ats Tsiqat Ibnu Hibban 1/164 dengan sanad shahih]

Nah artinya Imam Ali termasuk yang diminta Fatimah untuk meninggalkan rumahnya, karena Ali adalah termasuk yang dicari oleh Umar dan Abu Bakar.

Musa bin Uqbah dalam kitab Maghazinya dari Sa’ad bin Ibrahim, dia berkata, Telah berkata kepada-ku bapakku, bahwa bapaknya -Abdurrhman bin Auf- pernah bersama Umar dan Muhammad bin Maslamah mematahkan pedang Zubair, kemudian Abu Bakar berpidato dan memohon maaf dari para hadirin sambil berkata, Sesungguhnya aku tidak pernah berambisi untuk menjadi pemimpin baik siang maupun malam. Dan aku tidak pernah pula meminta hal tersebut baik sembunyi-sembunyi maupun terangterangan.”

Maka orang-orang Muhajirin menerima perkataannya. Ali dan Zubair berkata, “Kami tidak merasa marah kecuali karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah pemilihan kalian, tetapi kami tetap berpandangan bahwa Abu Bakarlah yang paling pantas menjadi pemimpin. Dialah orang yang menemani Rasulullah saw. bersembunyi di dalam gua. Kita telah mengetahui kemulian dan kebaikannya. Dialah yang diperintahkan Rasulullah saw. Untuk menjadi imam shalat manusia ketika Rasulullah saw. hidup.” Sanad ini dinilai baik (Al-Bidayah wa Nihayah)

Mengenai riwayat dari Aisyah, kami perbendapat itulah yang diketahui oleh Aisyah karena pembai’atan Abu Bakar dilakukan oleh kaum laki-laki, bisa saja beliau tidak mengetahui jika ternyata Ali telah berbaiat di hari pertama pembai’atan Abu Bakar, apalagi diketahui pembai’atan Ali dan Zubair sedikit terlambat daripada yang lain.

Kesimpulan, Hujjah orang syi’i rafidhi nashibi ini sangat mandul.

Wassalam.

No comments:

Post a Comment