1.Memahami bahwa Liberalisme adalah kesesatan berpikir, bukan sebuah ritual, sekalipun demikian tetap berdampak pada perilaku pengusungnya. Jadi sudah seharusnya kita terus mencermati tulisan-tulisan JIL (Jaringan Islam Liberal), dari koran Jawa Pos pada kolom KIUK (Kajian Islam Utan Kayu), atau buku-buku terbitan JIL, El-KiS, Paramadina, internet, dll. Kemudian meletakkannya sebagai ‘musuh’ untuk diintai. Maka dengan ketelitian dan ketekunan, akan kita temui banyaknya upaya JIL dalam pemelesetan dan pembelotan kata-kata, pemahaman serta pembahasan materi yang menjurus kepada pengkaburan hingga pelecehan terhadap agama Islam
2.Membuka ulang tafsir ayat, atau makna hadits, dan fatawa ulama salaf sesuai dengan tema yang dipelesetkan.
Biasanya kita temukan kalimat-kalimat yang dinukil oleh JIL ternyata hanya sepotong-sepotong, kemudian dipergunakan untuk memperkuat argumentasi dan pendapatnya, maka kita harus mengungkap ketidak-benaran itu dengan mengembalikannya kepada asli permasalahnya. Sering pula kita temui kelompok JIL menggunakan Tafsir Hermeneutika dalam tulisan-tulisannya. Tafsir Hermeneutika adalah metode penafsiran Al-Quran dengan menggunakan standar penafsiran Injil Bibel, antara lain menggunakan kritik historis (sejarah), artinya tidak ada seorangpun di dunia ini yang kebal terhadap kritik, dan menganggap bahwa selagi penafsiran terhadap kitab suci masih dilakukan oleh manusia, termasuk oleh Nabi Muhammad SAW, maka sangat mungkin terjadi kesalahan, karena menurut mereka adanya keterbatasan akal manusia. Sehingga mereka meyakini bahwa tidak satupun tafsir Al-Quran di dunia ini yang mutlak kebenarannya. Dengan demikain, menurut mereka, siapapun orangnya, selagi dalam konteks sebagai manusia, berhak menfsirkan Al-Quran sesuai dengan pemahaman masing-mansing.
3.Sebaiknya dalam menghadapi JIL, kita lebih mengutamakan nash-nash qath’i dari Al-Quran dan Hadits-hadits sharih dengan menerangkan ashbabun nuzul/wurud.
Penguraian semacam itu termasuk paling jitu, karena kita mampu menerangkan kepada umat islam duduk permasalahan yang sesungguhnya, dan secara otomatis dapat menelanjangi pemikiran sesat kelompok JIL.
4.Kita hadapkan pemikiran JIL dengan pemikiran ulama salaf, dengan rujukan Al-Quran, hadits, serta realita sejarah, dan kita tawarkan kepada umat: Apakah di dalam memahami ilmu agama, kita memlilh pemahaman ulama salaf, misalnya Imam Syafii, yang telah berabad-abad dikenal dunia Islam, atau memilih model pemahaman JIL, yang baru muncul dengan referensi pemahaman Barat atau tafsir Hermeneutika?
5.Kita ungkap bagaimana keuntungan barat/kafir terhadap tema-tema yang dimunculkan oleh JIL ke permukaan, misalnya dampak Fiqih Lintas Agama, adalah memuluskan program pembauran dan pemurtadan umat Islam secara pelan-pelan. Untk mengasah kejelian, tentunya kita harus banyak membaca atau mencari informasi tentang dunia pergerakan JIL, sehingga saat menghadapi mereka, kita tahu dengan pasti atas kesesatan pemikirannya.
6.Kita rajin berkomunikasi dengan tokoh-tokoh yang berseberangan dengan JIL, sekalipun bukan se-ormas dengan kita. Karena jalinan dengan tokoh-tokoh ini dapat memperkuat lini-lini perjuangan, dalam menghadang lajunya liberalisme. Kita juga harus selalu mewaspadai besarnya pengaruh liberalisme yang kini telah menyeluruh di hampir setiap bidang dan semua kalangan. Membangun jaringan sesama tokoh-tokoh anti liberalism, adalah sangat penting untuk memperkaya informasi, sehingga dapat menjadikan JIL sebagai musuh bersama. Tokoh-tokoh anti JIL yang saat ini terhitung produktif dalam menerbitkan buku-buku counter terhadap JIL antara klain : 1). Adian Husaini, MA. 2). Henry salahuddin, MA. 3). Adnin Armas, MA. 4). Nu’im Hidayat. 5). Dr. Daud Rasyid, MA. Dan lain sebagainya.
7.Kita sampaikan pemahaman kita kepada umat tentang kesesatan JIL, melalui tulisan, ceramah, mimbar Jumat, dialog antar teman, dialog terbuka, sampai berhadapan langsung dengan tokoh-tokoh JIL. Praktek yang sering terjadi, saat kita serius melawan mereka untuk dialog terbuka, maka di lapangan mayoritas umat Islam lebih condong kepada aqidah ulama salaf, dibanding mengikuti pemikiran sesat JIL.
8. Apabila mengadakan dialog langsung dan terbuka dengan tokoh-tokoh JIL, yang paling efektif adalah membawa satu tema dari tulisan mereka, dan kita terangkan kesesatan-kesesa tan tulisan itu. Hal ini perlu, dikarenakan umumnya mereka pandai bersilat lidah, dan kita akan diseret kepada permasalahan lain untuk mengelabui dan mencari simpati dari kita dan simpati hadirin, yang pada akhirnya akan mereka arahkan kepada situasi ‘bersepakat’ untuk menerima pemikiran-pemikiran mereka. Tapi dengan bukti kesesatan yang ada pada tulisan mereka, maka kita tidak terjebak dengan permainannya.
9.Bagi yang mampu menulis dan ada kesempatan, maka dapat menuangkan ‘pemikiran’ melawan liberalisme di media cetak/mansyurat/SMS/dll. Hal ini sangat membantu umat untuk kembali kepada jalan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang benar. Bagi para dai mimbar, pengasuh majelis taklim, pengasuh pesantren, dan pendidikan Islam lainnya, sebisa mungkin saat membahas tema bahaya liberalisme, dapat merekamnya lewat apa saja dan disebarkan kepada masyarakat. Bagi para pemangku pesantern, sebaiknya terus membekali para santrinya untuk memehami bahaya liberalisme, minimal mengisi perpustakaan pesantren dengan buku-buku kontra JIL. Hal ini sangat diperlukan karena banyak terjadi di kalangan alumni pondok pesantren yang justru terjerumus dalam pemikiran liberalisne, karena ketidaksiapan mental saat tamat dari pendidikan di pesantren. Kendala yang akan kita hadapi saat menyampaikan counter terhadap pemikiran JIL, umumnya masyarakat awam yang belum mengetahui benar-benar ‘BAHAYA BESAR’ yang akan ditimbulkan oleh liberalisme, masyarakat akan mereaksi negatif terhadap misi dan dakwah kita, tapi dengan kegigihan dan keihlasan dalam mengusung kebenaran melawan liberalisme, lambat laun masyarakat yang semakin ‘cerdas’ dan akan ikut berjuang bersama kita, sesuai kemampuan dan kesempatan masing-masing.
10.Rajin merangkul aparat setempat dengan memberi pemahaman kepada mereka tentang bahaya kesesatan JIL. Jika aparat sudah satu baris dengan kita, suatu saat kita membutuhkan langkah aparat, maka tinggal berkoordinasi. Sebagai contoh adalah kerjasama kita dengan aparat saat mencekal dan memulangkan dari Air port Juanda, pada akhir tahun 2007, seorang tokoh liberal asal Mesir, Doktor Nasr Hamid Abu Zayd, penghina dan penghujat Al-Quran, yang akan tampil seminar di UNISMA-Malang. Tulisan-tulisan Nasr Hamid Abu Zayd juga banyak menghujat Imam Syafii, Imam Hambali, dan para ulama salaf lainnya. Yang memperihatinkan kita, bahwa tulisan-tulisan Nasr Hamid Abu Zayd yang berbahasa arab sudah banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan digandrungi oleh penganut Liberalisme di kampus-kampus berbasis Islam tanpa kita mampu mencegahnya. Lantaran di Negara kita menganut kebebasan berekspresi, berkarya dan melindungi hak asasi manusia.
Penulis : H. Lutfi Bashori
No comments:
Post a Comment