Mengenal aqidah seorang imam besar Ahlus Sunnah merupakan perkara penting. Khususnya, bila Imam tersebut memiliki pengikut dan madzhab yang mendunia. Karenanya, mengenal pernyataan Imam Syafi’i rahimahullâh yang madzhabnya menjadi madzhab kebanyakan kaum muslimin di negeri ini, menjadi sangat penting, agar kita semua dapat melihat secara nyata aqidah Imam asy-Syafi’i rahimahullâh, dan dapat dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin di Indonesia.
Untuk itu, kami sampaikan disini beberapa pernyataan beliau seputar permasalahan aqidah, yang diambil dari kitab “Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbât al-Aqidah”, karya Dr. Muhammad bin Abdil-Wahab al-’Aqîl.
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
DALAM MASALAH KUBUR
1. Hukum Meratakan Kuburan.
Imam Syafi’i rahimahullâhmengatakan:
“Saya suka kalau tanah kuburan itu tidak ditinggikan dari selainnya dan tidak mengambil padanya dari tanah yang lain. Tidak boleh, apabila ditambah tanah dari lainnya menjadi tinggi sekali, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja. Saya hanya menyukai ditinggikan (kuburan) di atas tanah satu jengkal atau sekitar itu dari permukaan tanah”.[1] (1/257)
2. Hukum Membangun Kuburan dan Menemboknya.
“Saya suka bila (kuburan) tidak dibangun dan ditembok, karena itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar ditembok.
Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahwa Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam telah melarang kuburan dibangun atau ditembok.
Saya sendiri melihat sebagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut.”[2] (1/258)
3. Hukum Membangun Masjid di Atas Kuburan.
“Saya melarang dibangun masjid di atas kuburan dan disejajarkan atau dipergunakan untuk shalat di atasnya dalam keadaan tidak rata atau shalat menghadap kuburan. Apabila ia shalat menghadap kuburan, maka masih sah namun telah berbuat dosa”.[3] (1/261)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
DALAM MASALAH FITNAH KUBUR DAN KENIKMATANNYA
“Sesungguhnya Adzab kubur itu benar dan pertanyaan malaikat terhadap ahli kubur adalah benar”.[4] (2/420)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
DALAM MASALAH KEBANGKITAN, HISAB, SYURGA DAN NERAKA
“Hari kebangkitan adalah benar, hisab adalah benar, syurga dan neraka serta selainnya yang sudah dijelaskan dalam sunnah-sunnah (hadits-hadits), lalu ada pada lisan-lisan para ulama dan pengikut mereka di negara-negara muslimin adalah benar”.[5] (2/426)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
DALAM MASALAH BERSUMPAH DENGAN NAMA SELAIN ALLÂH TA’ALA
“Semua orang yang bersumpah dengan selain Allâh, maka saya melarangnya dan mengkhawatirkan pelakunya, karena sumpahnya itu adalah kemaksiatan. Saya juga membenci bersumpah dengan nama Allâh dalam semua keadaan, kecuali hal itu adalah ketaatan kepada Allâh, seperti berbai’at untuk berjihad dan yang serupa dengannya”.[6] (1/271)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TENTANG SYAFA’AT
“Beliau (Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam ) adalah manusia terbaik yang dipilih Allâh untuk wahyunya lagi terpilih sebagai Rasul-Nya dan yang diutamakan atas seluruh makhluk dengan membuka rahmat-Nya, penutup kenabian, dan lebih menyeluruh dari ajaran para rasul sebelumnya. Beliau ditinggikan namanya di dunia dan menjadi pemberi syafa’at, yang syafa’atnya dikabulkan di akhirat”.[7] (1/291)
Beliau juga menyatakan tentang syarat diterimanya syafa’at:
“Semalam saya mengambil faidah (istimbâth) dari dua ayat yang membuat saya tidak tertarik kepada dunia dan yang sebelumnya. Yaitu, firman Allâh : … Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada keizinan-Nya …. (Qs. Yunus/10 : 3). Dan dalam kitabullah, hal ini banyak : … Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allâh tanpa izin-Nya?…. (Qs. al-Baqarah/2 : 256).
Syafa’at tertolak kecuali dengan izin Allâh.”[8] (1/291)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TENTANG SIFAT ISTIWA’ BAGI ALLÂH
“Pendapatku tentang sunnah (aqidah) yang saya berada di atasnya, dan saya lihat dimiliki oleh orang-orang yang saya lihat, seperti Sufyân, Mâlik dan selainnya, ialah berikrar dengan syahadatain (Lâ Ilâha illallâh wa Anna Muhammadar-Rasûlullâh), (beriman) bahwa Allâh berada di atas ‘Arsy-Nya di atas langit, mendekat kepada makhluk-Nya bagaimana Dia suka, dan turun ke langit dunia bagaimana Dia suka …” (2/354-355)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TENTANG SIFAT NUZUL (TURUN) BAGI ALLÂH
“Allâh turun setiap malam ke langit dunia dengan dasar berita dari Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam.” (2/358)
“Sesungguhnya Allâh berada di atas ‘Arsy-Nya di atas langit-Nya, mendekat dari makhluk-Nya bagaimana Dia suka, dan Allâh Ta’ala turun ke langit dunia bagaimana Dia suka.” (2/358)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TENTANG SIFAT TANGAN BAGI ALLÂH
“Sesungguhnya Allâh memiliki dua tangan dengan dasar firman Allâh, (yang artinya):
Orang-orang Yahudi berkata: ”Tangan Allâh terbelenggu”,
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu
dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allâh terbuka;
Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.
Dan Al-Qur‘an yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran
bagi kebanyakan di antara mereka.
Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.
Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allâh memadamkannya
dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi
dan Allâh tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
(Qs. al-Maidah/5 : 64)
Dan sungguh Dia juga memiliki tangan kanan dengan dasar firman Allâh, (yang artinya):
Dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya,
pada hal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat,
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
(Qs. az-Zumar/39 : 67)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TENTANG MELIHAT ALLÂH DI AKHIRAT
Dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, beliau berkata:
“Suatu hari saya berada di dekat asy-Syafi’i dan datang surat dari daerah ash-Sha’id. Mereka menanyakan kepada beliau tentang firman Allâh, (yang artinya):
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka.
(Qs. Muthaffifin/83 ayat 15)
lalu beliau menulis (jawaban) berisi (pernyataan), ketika Allâh menghalangi satu kaum dengan sebab kemurkaan, maka menunjukkan bahwa orang-orang melihat-Nya dengan sebab keridhaan”.
Ar-Rabi’ bertanya: “Apakah engkau beragama dengan hal ini, wahai tuanku?”
Lalu beliau menjawab: “Demi Allâh! Seandainya Muhammad bin Idris tidak meyakini bahwa ia melihat Rabb-Nya di akhirat, tentu ia tidak menyembah-Nya di dunia”. (2/386)
Dari Ibnu Haram al-Qurasyi, beliau berkata:
“Saya mendengar asy-Syafi’i mengatakan tentang firman Allâh Ta’ala :
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka.”
(Qs. Muthaffifin/83 : 15)
Ini adalah dalil bahwa para wali-Nya melihat-Nya pada hari Kiamat”.[9] (2/387)
SIKAP IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TERHADAP SYI’AH
Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata:
“Saya telah mendengar asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok terjelek”.[10] (2/486)
“Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi palsu dari Syi’ah Rafidhah”.[11] (2/486)
Asy-Syafi’i berkata tentang seorang Syi’ah Rafidhah yang ikut berperang:
“Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, karena Allâh Ta’ala menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian menyatakan: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, …”. (Qs. al-Hasyr/59 : 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian, tentunya tidak berhak (mendapatkan bagian fa’i).[12] (2/487)
SIKAP IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH
TERHADAP SHUFIYAH (TASHAWWUF)
“Seandainya seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang waktu Zhuhur, engkau tidak dapati ia, kecuali menjadi orang bodoh”.[13] (2/503)
“Saya sama sekali tidak mendapatkan seorang sufi berakal, kecuali Muslim al-Khawash”.[14] (2/503)
“Asas tasawwuf adalah kemalasan.”[15] (2/504)
“Tidaklah seorang sufi menjadi sufi, hingga memiliki empat sifat: malas, suka makan, sering merasa sial, dan banyak berbuat sia-sia”.[16] (2/504)
Demikian, sebagian pernyataan dan sikap beliau rahimahullâh, agar diketahui bagaimana seharusnya mengikuti beliau dengan benar. Semoga bermanfaat.
(Mabhats: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII)
http://abunamira.wordpress.com/
[1] Syarah Muslim 2/666
[2] al Umm 1/277 dengan sedikit perubahan
[3] al Umm 1/278
[4] al I’tiqâd karya Imam al Baihaqiy
[5] Manâqibus Syâfi’i, karya Imam al baihaqiy 1/415
[6] al-Umm 7/61
[7] ar-Risâlah 12-13
[8] Ahkâmul Qur’ân 2/180-181
[9] al Manâqib dan al I’tiqâd 1/420
[10] al Manâqib, karya al Baihaqiy 1/468
[11] Adâbus Syâfi’i, hlm. 187, al Manaqib karya al baihaqiy 1/468 dan Sunan al Kubrâ 10/208
[12] at Thabaqât 2/117
[13] al Manâqib lil Baihaqiy 2/207
[14] al Manâqib lil Baihaqiy 2/207
[15] al Hilyah 9/136-137
[16] Manaqib lil Baihaqiy 2/207
http://abuyahya8211.wordpress.com
No comments:
Post a Comment