Friday, February 10, 2012

HUKUM SHOLAT JUMAT (BAG II) KHUTBAH JUMAT DAN AMALAN SETELAH SHOLAT JUMAT

HUKUM SHOLAT JUMAT (BAG II) KHUTBAH JUMAT DAN AMALAN SETELAH SHOLAT JUMAT

Oleh Ustasd Kharisman
(Disampaikan Ba’da Isya’ di Masjid AnNuur Perum PJB Paiton Rabu malam Kamis 20 Dzulhijjah 1430 H/ 9 Desember 2009)

1. Apakah khutbah Jumat adalah syarat pelaksanaan Ibadah Sholat Jumat?
Jawab: Ya, khutbah Jumat 2 kali sebelum sholat (Jumat) adalah syarat sah pelaksanaan ibadah sholat Jumat. karena Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam dalam ibadah sholat Jumat tidak pernah meninggalkannya. Pendapat yang menyatakan bahwa khutbah Jumat adalah syarat dalam pelaksanaan ibadah sholat Jumat adalah pendapat Imam 4 madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad) yang hampir merupakan ijma’ (kesepakatan) seluruh Ulama’. Hanya Hasan al-Bashri yang menyelisihi pendapat tersebut. ( Bisa dilihat pada Khutbatul Jum’ah wa Ahkaamuhal Fiqhiyyah karya Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdillah al-Juhailaan dengan taqdim dari Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalu Syaikh).

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَجْلِسُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ قَائِمًا فَمَنْ نَبَّأَكَ أَنَّهُ كَانَ يَخْطُبُ جَالِسًا فَقَدْ كَذَبَ فَقَدْ وَاللَّهِ صَلَّيْتُ مَعَهُ أَكْثَرَ مِنْ أَلْفَيْ صَلَاةٍ

“Dari Jabir bin Samurah bahwasanya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dalam keadaan berdiri kemudian beliau duduk kemudian berdiri berkhutbah. Barangsiapa yang memberitahukan kepadamu bahwa beliau duduk ketika berkhutbah, sungguh ia telah berdusta. Demi Allah aku telah sholat bersama beliau lebih dari 2000 sholat” (H.R Muslim)

2. Bagaimana tata cara khutbah Jumat?
Jawab:
Jika Khotib telah datang, maka ia naik ke atas mimbar mengucapkan salam menghadap ke arah hadirin, kemudian duduk. Selanjutnya muadzin mengumandangkan adzan Jumat sampai selesai. Kemudian Khotib mulai berkhutbah dengan suara keras dalam keadaan berdiri. Dimulai bacaan pujian kepada Allah, bersholawat kepada Nabi. Inti dari materi khutbah adalah memberikan peringatan dan nasehat yang menyentuh dan menggerakkan hati para hadirin untuk semakin takut, ingat, dan bersyukur kepada Allah. Akan lebih baik jika pada khutbah tersebut terdapat hal-hal berikut:
a. Anjuran untuk bertaqwa kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
b. Membaca meski cuma satu ayat AlQuran
c. Berdoa untuk pemerintah dan kaum muslimin secara umum (pada khutbah ke-2)
Khutbah dilakukan 2 kali, dipisahkan dengan duduk di antaranya.
Khotib hendaknya bertumpu/ berpegangan pada suatu tongkat atau semisalnya ;


شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ

“Kami mengikuti sholat Jumat bersama Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam, beliau berdiri dengan bersandar pada tongkat atau busur panah, kemudian beliau memuji Allah dan memujaNya, menyampaikan kalimat-kalimat yang ringan, baik, dan banyak keberkahan (H.R Abu Dawud dari al-Hakam bin Hazn, al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan, dishahihkan oleh Ibnus Sakan dan Ibnu Khuzaimah).
Semestinya khotib juga menghadapkan wajahnya ke arah depan, tidak banyak menoleh ke arah kanan atau kiri, tidak banyak menggerakkan atau memberi isyarat dengan tangannya. Khotib hendaknya menjauhi penyampaian materi khutbah yang tidak ada kaitannya dengan tujuan khutbah Jumat diadakan. Khutbah juga tidak semestinya terlalu panjang sehingga membosankan, tidak pula terlalu pendek sehingga tidak ada faidah ilmu dan penambahan iman bagi jamaah.

3. Apakah diharuskan membaca doa pada saat khutbah?
Jawab:
Tidak diharuskan membaca doa pada saat khutbah, namun disunnahkan. Pada saat berdoa dalam khutbah, seorang Khotib tidak diperbolehkan mengangkat tangan sebagaimana dalam doa-doa lainnya, namun sekedar memberi isyarat dengan jari telunjuk.


عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ أنه رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ (زاد أبو داود : وَهُوَ يَدْعُو فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ) فَقَالَ: ( قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ (رواه مسلم وأبو داود)

Dari Umaroh bin Ruaybah bahwasanya ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangannya ketika berada di atas mimbar (dalam lafadz Abu Dawud: ‘pada saat berdoa hari Jumat), maka beliau berkata: Semoga Allah menjelekkan kedua tangan tersebut, sungguh aku telah melihat Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah menambah kecuali hanya begini (beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk” (H.R Muslim dan Abu Dawud).
Imam anNawawi berkata: Dalam hadits ini terkandung dalil bahwa yang disunnahkan pada saat berdoa dalam khutbah adalah tidak mengangkat tangan. Ini adalah pendapat Malik dan Sahabat-sahabat kami (madzhab Asy-Syafi’i). Namun, untuk pelaksanaan doa pada istisqo’ yang bertepatan dengan Jumat, maka disunnahkan mengangkat tangan bagi Imam ketika berdoa sesuai hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik. Hadits tersebut menunjukkan disyariatkannya berdoa dalam khutbah, terbukti dengan persaksian Umaroh bin Ruaybah bahwa ia pernah melihat Nabi berdoa mengisyaratkan dengan jari telunjuk pada saat berkhutbah.
Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa Nabi senantiasa berdoa untuk kaum mukminin dan mukminat pada setiap khutbah Jumat adalah hadits lemah riwayat al-Bazzar. Al-Hafidz Ibnu Hajar mengisyaratkan kelemahan itu dalam kitab Bulughul Maram. Karena hadits tersebut lemah, maka membaca doa dalam khutbah bukanlah suatu keharusan (bukan rukun ataupun kewajiban khutbah).

4. Apakah khutbah Jumat harus dalam bahasa Arab?
Jawab:
Khutbah Jumat tidak harus menggunakan bahasa Arab jika memang para hadirin adalah orang-orang yang tidak memahami pembicaraan dalam bahasa Arab. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman :

مَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

“Tidaklah kami mengutus Rasul kecuali dengan menggunakan bahasa kaumnya untuk menjelaskan kepada mereka” (Q.S Ibrahim:4)
Namun untuk ayat-ayat AlQur’an yang dibaca, seharusnya membaca sebagaimana lafadz aslinya, barulah kemudian diterjemahkan. Tidak seperti sebagian khotib yang membaca ayat-ayat AlQuran hanya dengan terjemahannya saja (disarikan dari penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’).
5. Seseorang yang baru datang pada saat Imam sudah naik ke atas mimbar, apa yang seharusnya dia lakukan?
Jawab:


إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا

“Jika datang seseorang pada hari Jumat, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia sholat 2 rokaat dan meringkasnya” (H.R Muslim)
Al-Imam Asy-Syafi’i dan Ahmad berdalil dengan hadits ini bahwa seseorang yang masuk masjid dalam keadaan Imam sedang berkhutbah, maka hendaknya ia sholat tahiyyatul masjid terlebih dahulu. Jika seseorang tiba di masjid saat telah dikumandangkan adzan pada saat Imam sudah di atas mimbar, hendaknya ia segera sholat 2 rokaat, tidak menunggu selesainya adzan, karena yang lebih diutamakan adalah upaya agar bisa menyimak khutbah dari sejak awal (Fatwa Syaikh Sholih al-Fauzan).
Adapun jika datangnya pada saat adzan pertama, tidak mengapa ia menunggu dan menjawab ucapan muadzin sampai selesai sebagaimana terdapat keutamaan mengucapkan ucapan sebagaimana ucapan muadzin, kemudian barulah ia melakukan sholat 2 rokaat tahiyyatul masjid dengan ringkas.


إِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ الْمُؤَذِّنُ

“Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah sebagaimana ucapan muadzin” (Muttafaqun ‘alaih).
6. Apa saja yang harus dan yang tidak boleh dilakukan oleh hadirin yang mendengarkan khutbah Jumat?
Jawab:


يَحْضُرُ الْجُمُعَةَ ثَلَاثَةٌ فَرَجُلٌ حَضَرَهَا يَلْغُو فَذَاكَ حَظُّهُ مِنْهَا وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِدُعَاءٍ فَهُوَ رَجُلٌ دَعَا اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُ وَرَجُلٌ حَضَرَهَا بِإِنْصَاتٍ وَسُكُوتٍ وَلَمْ يَتَخَطَّ رَقَبَةَ مُسْلِمٍ وَلَمْ يُؤْذِ أَحَدًا فَهِيَ كَفَّارَةٌ إِلَى الْجُمُعَةِ الَّتِي تَلِيهَا وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ { مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا }(رواه أحمد, وأبو داود, وابن خزيمة و البيهقي )

“Tiga macam orang yang hadir pada sholat Jumat: (pertama) seseorang yang hadir dalam keadaan melakukan hal-hal yang sia-sia, maka itulah bagiannya (kesia-siaan), (kedua) seseorang yang hadir Jumat dengan berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla, jika Allah kehendaki, Allah beri, jika Allah kehendaki Allah tahan (terkabulnya doa tsb), dan (ketiga) seseorang yang hadir dalam keadaan diam dan tenang dan tidak menyeruak dan memisahkan di antara dua muslim yang duduk, dan tidak menyakiti siapapun, maka itu adalah penebus dosa sampai Jumat selanjutnya dengan tambahan 3 hari, karena Allah berfirman: barangsiapa yang berbuat satu kebaikan, maka ia mendapat 10 kali lipat semisalnya (Q.S al-An’aam:160)(H.R Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan alBaihaqy, dihasankan oleh Syaikh al-Albaany).
Yang harus dilakukan oleh orang yang menghadiri Jumat adalah dia diam dan mendengarkan khutbah dengan baik. Sedangkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan:
Tidak boleh ia berbicara kepada siapapun, termasuk menyuruh diam orang yang berbicara, membalas salam hadirin yang baru datang, atau mengucapkan yarhamukallaah ketika ada yang bersin, tidak boleh menyibak di antara 2 orang (melangkahi pundak hadirin yang duduk). Tidak boleh pula menyakiti jamaah yang lain, dalam bentuk apapun, seperti menduduki sebagian pakaian atau anggota tubuh jamaah yang lain, atau menimbulkan bau tubuh/ pakaian yang tidak sedap, dan gangguan-gangguan yang lain (Lihat Aunul Ma’bud syarh Sunan Abi Dawud).
Dalam kondisi mendesak atau dibutuhkan hadirin/ makmum boleh berbicara untuk kemaslahatan, seperti membenarkan bacaan Khotib yang salah dalam membaca ayat al-Quran yang berakibat kesalahan makna. Demikian juga, boleh bagi Imam untuk berbicara kepada seorang hadirin untuk suatu kemaslahatan, misalkan jika pengeras suara mengalami gangguan dan perlu sedikit pembenahan (penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’)
7. Jika Khotib menyebutkan tentang Nabi, apakah makmum juga disunnahkan membaca sholawat?
Jawab : Syaikh Bin Baz menjelaskan bahwa tidak mengapa seseorang makmum mengaminkan doa atau mengucapkan sholawat pada saat mendengar khutbah jika disebutkan nama Nabi. karena hal itu bukan termasuk laghwun (kesia-siaan), namun dengan suara yang tidak keras. Jika ia diam, juga tidak mengapa. karena saat khutbah adalah saat yang diperintahkan makmum untuk diam dan menyimak. Yang dilarang adalah mengaminkan dan membaca sholawat dengan suara yang keras (Majmu’ Fataawa Bin Baz juz 30 halaman 242).
8. Apakah jika Khotib membaca doa, makmum yang mendengarkan doa juga mengaminkan dan mengangkat tangan?
Jawab: Makmum mengaminkan dengan suara yang cukup didengar oleh dirinya sendiri (tidak dikeraskan) dengan tidak mengangkat tangan (penjelasan Syaikh Sholih alFauzan dalam al-Mulakhkhosh al-Fiqhiy)
Demikian juga penjelasan Imam anNawawi dalam Syarh Shohih Muslim
9. Seseorang mengantuk ketika mendengarkan khutbah, apakah ia harus berwudlu’ lagi? Apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tersebut?
Jawab:
Mengantuk bisa membatalkan wudlu’, bisa juga tidak membatalkan. Batasannya adalah: jika dalam kondisi mengantuk tersebut ia sempat tertidur sampai jika seandainya ia berhadats, ia tidak merasakan, maka mengantuk yang demikian membatalkan wudlu’ (pendapat Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, dinukil Syaikh al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’).
Seseorang yang mengantuk sebaiknya berpindah tempat selama masih memungkinkan untuk berpindah dan perpindahan itu tidak mengganggu orang lain dan tidak menyibak/melangkahi pundak orang yang duduk.


عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيَتَحَوَّلْ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ

Dari Ibnu Umar dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian mengantuk pada hari Jumat, maka hendaknya berpindah dari tempat duduknya tersebut” (H.R Abu Dawud, atTirmidzi dan al-Hakim dalam al-Mustadrak, adz-Dzahaby menyatakan bahwa hadits tersebut sesuai dengan syarat (Imam) Muslim).
10.Apakah sebaiknya Khotib merangkap sebagai Imam, atau Imam sholat adalah Imam rowatib pada masjid tersebut?
Jawab:
Sebaiknya Khotib adalah juga sebagai Imam jika hal tersebut memang dimaklumi oleh Imam rowatibnya, karena memang dalam hadits-hadits yang shohih, Nabi menyebut khotib yang berkhutbah sebagai Imam. di antaranya pada hadits-hadits:


إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا

“Jika datang seseorang pada hari Jumat, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia sholat 2 rokaat dan meringkasnya” (H.R Muslim)


إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika engkau berkata kepada temanmu : ‘diamlah’, pada hari Jumat sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka engkau telah melakukan kesia-siaan” (Muttafaqun ‘alaih)
Namun jika Imam rowatib berpendapat bahwa dialah yang lebih berhak untuk menjadi Imam, karena keumuman dalil yang ada. janganlah seseorang khotib memaksakan dirinya untuk menjadi Imam sholat Jumat, karena Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:


لَا يُؤَمُّ الرَّجُلُ فِي سُلْطَانِهِ

“Janganlah seseorang diimami dalam kekuasaannya (tanpa seijinnya)”(H.R atTirmidzi, anNasaai).

11. Bagaimana tata cara sholat Jumat?
Jawab : Sholat Jumat adalah 2 rokaat setelah dilakukan 2 kali khutbah Jumat, dengan tata cara seperti sholat 2 rokaat yang lain, hanya saja bacaan Al-Fatihah dan surat AlQuran yang dibaca Imam dibaca dengan suara keras (jahriyyah).

12. Surat apa yang disunnahkan dibaca dalam sholat Jumat?
Jawab: Surat yang disunnahkan dibaca dalam sholat Jumat adalah :
a. Surat al-Jumu’ah pada rokaat pertama dan surat al-Munafiquun pada rokaat kedua (hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas), atau
b. Surat al-A’laa (Sabbihisma Robbikal A’la) pada rokaat pertama dan al-Ghosyiyah pada rokaat kedua (hadits riwayat Muslim dari an-Nu’man bin Basyiir)
Kalau seandainya Imam membaca selain surat-surat tersebut, tidak mengapa.

13. Bagaimana jika seseorang masbuq atau ketinggalan sholat Jumat, apa yang harus dilakukannya?
Jawab:
Seseorang yang masbuq dalam sholat Jumat ada beberapa keadaan:
a. Dia mendapati Imam dalam keadaan ruku’ di rokaat pertama, atau mendapati Imam dalam keadaan sebelumnya (sempat mendapatinya dalam keadaan berdiri), maka ia salam bersama Imam.
b. Dia mendapati Imam sudah melewati masa bangkit ruku’ menuju I’tidal di rokaat pertama sampai pada keadaan Imam belum bangkit dari ruku’ di rokaat kedua, maka ia menambah kekurangan sholatnya 1 rokaat.
c. Di mendapati sholat dalam keadaan Imam sudah melewati masa bangkit ruku’ di rokaat kedua maka ia tidak terhitung mendapatkan 1 rokaat pun bersama Imam, sehingga setelah alami a tambah 4 rokaat.
Ibnu Mas’ud menyatakan:


مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى ، وَمَنْ لَمْ يُدْرِكَ الرُّكُوعَ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا

“Barangsiapa yang mendapati satu rokaat Jumat hendaknya ia sholat (kekurangan rokaat) yang lain. Barangsiapa yang tidak mendapatkan ruku’, hendaknya ia sholat 4 rokaat”(riwayat Ibnu Abi Syaibah).

14. Apakah ada sholat sunnah setelah sholat Jumat? Berapa rokaat?
Jawab: Ya, jika seseorang sholat sunnah setelah sholat Jumat di masjid maka ia lakukan 4 rokaat dengan 2 salam, sebagaimana hadits:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا

Dari Abu Hurairah beliau berkata Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian sholat Jumat, maka hendaknya ia sholat setelahnya 4 rokaat (H.R Muslim).
Jika ia melakukannya di rumah (sepulang dari masjid) maka hendaknya ia lakukan 2 rokaat ;


عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ

Dari Ibnu Umar beliau berkata adalah Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat setelah Jumat dua rokaat di rumahnya (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, Ahmad. Al-Iraqy menyatakan bahwa sanad haditsnya shahih).
Pembagian keadaan 4 rokaat jika di masjid dan 2 rokaat jika di rumah tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan dinukil oleh Ibnul Qoyyim dalam Zaadul Ma’aad.
Sedangkan Imam Ahmad berpendapat: siapa yang mau, ia bisa melakukan 2 rokaat, atau 4 rokaat, atau 6 rokaat. Mana saja yang ia pilih, itu sesuai dengan yang pernah dilakukan Nabi (Lihat Taudhihul Ahkaam karya Syaikh Aalu Bassam juz 2 halaman 235)

15. Apakah setelah sholat Jumat disunnahkan membaca AlFatihah 7x, al-Ikhlas 7x, al-Falaq 7x, dan anNaas 7x ?
Jawab:
Terdapat suatu hadits yang menyatakan:


من قرأ بعد صلاة الجمعة : قل هو الله أحد ، و قل أعوذ برب الفلق ، و قل أعوذ برب الناس سبع مرات ، أعاذه الله عز وجل من السوء إلى الجمعة الأخرى

Barangsiapa yang membaca setelah selesai sholat Jumat: Qul huwallaahu Ahad, Qul A’udzu birobbil falaq dan Qul A’udzu birobbinnaas 7 kali Allah akan melindunginya dari keburukan sampai Jumat selanjutnya (riwayat IbnusSunni dalam Amalul Yaum Wallailah dari Aisyah).
Namun hadits ini lemah, sebagaimana diisyaratkan oleh AlHafidz Ibnu Hajar. Di dalam perawinya ada al-Kholil bin Murroh yang sangat lemah dan dikatakan sebagai munkarul hadits oleh Imam AlBukhari. Hadits ini juga tidak bisa dikuatkan dengan jalur lain yang mursal dari Makhul. Karena selain kemursalannya, terdapat perawi Farj bin Fadholah yang dinyatakan juga munkarul hadits oleh Imam AlBukhari serta Ibnu Hibban menyatakantidak boleh berhujjah dengannya.
Karena itu, tidak disunnahkan membaca bacaan tersebut.
Syaikh Sholih al-Fauzan menjelaskan bahwa bacaan dzikir yang disunnahkan dibaca selepas sholat Jumat adalah sebagaimana bacaan dzikir selepas sholat fardlu yang lain.

Wallaahu A’lam .

No comments:

Post a Comment