Monday, February 13, 2012

IBADAH : PENGERTIAN, MACAM DAN KELUASAN CAKUPANNYA

IBADAH : PENGERTIAN, MACAM DAN KELUASAN CAKUPANNYA

A. Definisi Ibadah

Ibadah secara etimologi bererti merendahkan diri serta tunduk.
Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:

1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan
para rasulNya
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah S.W.T iaitu tingkatan
tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling
tinggi.
3. Ibadah ialah sebutan yang merangkumi seluruh apa yang dicintai dan diredhai Allah
S.W.T , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zahir maupun yang batin. Ini
adalah definisi ibadah yang paling lengkap.

Ibadah itu terbahagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan.
Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah S.W.T berfirman:

                 •   •    
56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
57. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
58. Sesungguhnya Allah dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
(Adz-Dazariyat: 56-58)

Allah S.W.T memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah S.W.T. Dan Allah Maha kaya, tidak memerlukan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; kerana ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya.

Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah).

B. Macam-Macam Ibadah Dan Keluasan Cakupannya

Ibadah itu bermacam-macam. Ia merangkumi semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil dan membaca Al-Qur'an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah dan RasulNya, khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap hu-kumNya, ridha dengan qadha'-Nya, tawakkal, mengharap nikmatNya dan takut dari siksaNya.

Maka, ibadah merangkumi seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Kerananya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal

Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat:

1. Ikhlas kerana Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Sesuai dengan tuntutan Rasul S.A.W.

Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illa-llah, kerana ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepadaNya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, kerana ia menuntut wajibnya ta'at kepada Rasul, mengikuti syari'atnya dan meninggalkan bid'ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Allah S.W.T berfirman:

                 
112. (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 112)

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) ertinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) ertinya mengikuti RasulNya S.A.W.

Syaikhul Islam mengatakan: "Inti agama ada dua pokok iaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid'ah." Sebagaimana Allah S.W.T berfirman:

                         
110. Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(Al-Kahfi: 110)

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah. Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepadaNya. Pada yang kedua, bahawasanya Muhammad adalah utusanNya yang menyampaikan ajaranNya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menta'ati perintahnya. Beliau telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid'ah. Beliau mengatakan bahawa bid'ah itu sesat.

Fahaman-Fahaman Yang Salah Tentang Pembatasan Ibadah

Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Ertinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari'atkan kecuali berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari'atkan bererti bid'ah mardudah (bid'ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi S.A.W: "Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa kerananya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan ta'at. Kemudian manhaj yang benar dalam perlaksanaan ibadah yang disyari'atkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas dengan sikap ekstrim serta melampaui batas.

Allah S.W.T berfirman kepada NabiNya S.A.W:

             
112. Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Hud: 112)

Ayat Al-Qur'an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Iaitu dengan beristiqamah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari'at (sebagaimana yang diperintahkan padamu). Kemudian Dia menegaskan lagi dengan firmanNya: "Dan jangalah kamu melampaui batas."
Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw. Ketika Rasulullah S.A.W mengetahui bahawa tiga orang dari sahabat nya melakukan ghuluw dalam ibadah, di mana seorang dari mereka berkata, "Saya puasa terus dan tidak berbuka", dan yang kedua berkata, "Saya shalat terus dan tidak tidur", lalu yang ketiga berkata, "Saya tidak menikahi wanita". Maka beliau S.A.W bersabda:

"Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)ku." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)


Ada dua golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah:

Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka mentiadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi'ar-syi'ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak ada ibadah di rumah, di pejabat, di kedai, di bidang sosial, politik, juga tidak dalam bidang perundangan serta di dalam perkara-perkara kehidupan lainnya. Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah merangkumi seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.

Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktik ibadah sampai pada batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad S.A.W dan seburuk-buruk perkara adalah yang bid'ah


Diam kutip dari : Kitab Tauhid
oleh: Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al fauzan

No comments:

Post a Comment