Monday, February 27, 2012

KONSEP KEKELUARGAAN DAN KEMASYARAKATAN

PENDAHULUAN

Kekeluargaan dan kemasyarakatan mempunyai hubungan yang rapat. Keluarga ialah ahli masyarakat dan masyarakat pula meliputi keluarga. Keluarga juga terdiri daripada pasangan suami isteri yang telah berkawin. Kebanyakan pasangan ini mempunyai anak. Sesetengah keluarga hanya terdiri daripada ibu, bapak dan anak sahaja. Manakala sesetengah keluarga laian pula terdiri daripada ibu, bapak, anak dan saudara mara yang lain.

KEIBUBAPAAN

Keibubapaan melibatkan peranan dua individu yang digelar ibu dan bapa. Sebagai ibu bapak kepada anak-anak, mereka mempunyai tanggungjawab keibubapaan yang mesti dipikul.

Tanggungjawab Ibu Bapa terhadap Anak :

1. Memberi nama yang baik.
2. Mengakikahkan anak.
3. Mengajar Al Qur'an kepada anak.
4. Memberikan pendidikan yang sempurna.
5. Memberi nafkah kepada anak.
6. Memberi kasih sayang kepada anak-anak.
7. Berlaku adil terhadap anak- anak.
8. Menguruskan perkawinan anak-anak.

Tanggungjawab Anak terhadap Ibu bapa :

1. Menta'ati ibu bapa.
2. Tidak meninggikan suara terhadap ibu bapa.
3. Membantu keperluan ibu bapak
4. Berdoa untuk kedua ibu bapa.

PERNIKAHAN

Pernikahan atau perkawinan adalah syarat asas untuk mendidik keluarga. Perkawinan dikategorikan sebagai ibadah. Perkawinan dilakukan bukan semata-mata untuk mencapai kepuasan nafsu, bahkan untuk mencapai ketenangan jiwa dan hati. Islam menganjurkan perkawinan dengan tujuan untuk mencari keredaan Allah s.w.t, memelihara kesucian diri dan keturunan, mengikut sunnah Rasulullah s.a.w mendapatkan zuriat dan berdakwah.

TATA CARA PERNIKAHAN YANG ISLAMI

Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya.

Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati.

1.MENGETAHUI BAKAL SUAMI/ISTERI

Pasangan yang ingin berkahwin perlu mengetaui bakal suami atau isteri dan keluarganya sekali. Perkara ini ditegaskan dalam hadis-hadis Rasulullah s.a.w :

a. Melihat bakal isteri terlebih dahulu, sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud :

" Nabi telah bertanya kepada seorang lelaki yang akan berkahwin dengan seorang perempuan, " Sudahkan engkau melihat dia ?". Lelaki itu menjawab : " Belum ". Sabda Rasulullah s.a.w lagi : " Pergilah dan lihatlah dia lebih dahulu agar nantinya kamu boleh hidup bersama lebih sejahtera.” HR Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi.

b. Mengetahui dan mengenali bakal isteri tentang aspek kepribadian, keturunan, akhlak, agama dan kekayaannya. Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud :

“Wanita itu dikahwini kerana empat perkara, iaitu kerana harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Tetapi pilihlah yang beragama, agar selamatlah dirimu.”HR Bukhari dan Muslim.

Dalam hadis lain Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud :

Dunia ialah perhiasan. Sebaik-baik perhiasan yang ada didalam dunia ini ialah perempuan solehah.HR Muslim.

2.MEMINTA PERTIMBANGAN

Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.

3.SOLAT ISTIKHARAH

Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

4.KHITBAH ( PEMINANGAN )

Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya.
Dalam kes peminangan ini, ada beberapa perkara yang harus dielakkan, iaitu :

a. Seseorang lelaki tidak boleh meminang wanita yang sudahpun dipinang oleh lelaki
lain kecuali setelah beliau pasti bahawa pertunangan tersebut telah putus.

b. Seseorang lelaki tidak boleh meminang wanita yang sedang dalam "iddah raj'iyyah",
iaitu iddah yang masih boleh dirujuk oleh suaminya.

c. Selain itu hendaklah seseorang lelaki yang ingin meminang, hendaklah memastikan
bahawa wanita itu bukan muhrim kepadanya dan begitu juga sebaliknya.


Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.

Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi).

5.MELIHAT PEREMPUAN YANG DIPINANG

Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya.
Dari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:

o Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
o Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.
Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang. [Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi]

6.AKAD NIKAH

Perkahwinan dalam Islam ditandai dengan akad, iaitu ijab dan kabul. Ijab ialah kata-kata yang disebut oleh wali atau wakil wali pihak perempuan. Kebiasaannya , ia berbunyi : " Saya nikahkan kamu si anu bin si anu dengan si anu binti si anu dengan mas kawin sekian tunai ".

Kabul ialah jawapan yang diberikan oleh pihak lelaki yang berbunyi : " Saya terima nikahnya dengan si anu binti si anu dengan mas kahwin sekian tunai. "
Selesai ijab kabul ini dan dihadiri oleh para saksi maka menandakan pasangan tersebut sah sebagai suami isteri.

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:

o Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
o Adanya ijab qabul.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.

o Adanya Mahar (mas kawin)

Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.

Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)

o Adanya Wali

Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.

o Adanya Saksi-Saksi

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).

Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.

7.WALIMATUL ‘URUSH (KENDURI NIKAH)

Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)

Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no.6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar)

Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat
kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.

Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:

"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar."(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fisShahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).
Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:

o Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang dibawakan oleh Anas radliallahu 'anhu, katanya:
Dari Anas radliallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan perang Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanadhasan, seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih Bukhari 7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65)

o Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai denganwasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018).

o Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu 'anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89)
Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak" sebagai ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.
Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam.Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal banin." Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?" Aqil menjelaskan, ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan." Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 90)
Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah Taala memberikan kelapangan bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan: 74).

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". [Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah]

HUKUM-HUKUM PERKAHWINAN

Islam sebenarnya menganjurkan umatnya agar melangsungkan perkahwinan. Namun hukumnya boleh berubah menjadi wajib, haram, sunat, makruh dan mubah.

1. Wajib.
Perkahwinan menjadi wajib bagi orang yang mempunyai kemampuan dan dikhuatiri boleh terjerumus ke kancah perlakuan zina. Bagi golongan ini, sekiranya mereka tidak mampu untuk berkahwin maka wajib berpuasa bagi menahan kehendak nafsunya.

2. Haram.
Hukum haram berkahwin pula dikenakan kepada orang yang tidak berkemampuan untuk melakukannya serta mempunyai niat jahat dalam melaksanakan perkahwinan tersebut.

3. Sunat.
Perkahwinan menjadi sunat bagi orang yang cukup syarat dan berkemampuan. Sekiranya tidak berkahwinpun , mereka tidak akan terjerumus ke kancah perbuatan zina.

4. Makruh.
Makruh khawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak berkemampuan untuk memberi belanja isterinya, walaupun tidak merugikan isteri, kerana isteri adalah wanita yang kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat.

5. Mubah.
Bagi lelaki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kahwin atau kerana alasan-alasan yang mengharamkan untuk kahwin.


HAK DAN TANGGUNG JAWAB

Dalam menjalani kehidupan sebagai sebuah keluarga, setiap ahli mempunyai hak dan tanggungjawab masing-masing yang perlu dipenuhi. Ini bagi menjamin keharmonian hidup berumah tangga.
Tanggungjawab suami terhadap isteri :

1. Memberi nafkah zahir dan batin.
Keperluan menyediakan nafkah zahir memberi maksud menyediakan keperluan
makanan dan pakaian kepada isteri serta menyediakan tempat tinggal.

2. Memimpin dan mendidik isteri.
Suami sewajarnya mendidik isteri sehingga mencapai tahap boleh menjauhkan ahli
keluarganya daripada seksaan api neraka.

3. Memberi layanan baik kepada isteri.

Tanggungjawab isteri terhadap suami.

1. Menta’ati dan mematuhi suami.
2. Memberikan layanan yang baik kepada suami.
3. Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya.

Tanggungjawab bersama suami isteri :

1. Berbioncang dalam segala hal.
2. Saling menasihati.
3. Saling bermaafan.
4. Mempereratkan hubungan antara keluarga suami dengan isteri.
5. Solat berjamaah.

Adab-adab dalam perhubungan dan pergaulan :

1. Amanah.
2. Berbudi mulia.
3. Berbuat baik.
4. Memberi nasihat.
5. Pemaaf.

KELUARGA NUKLEAR DAN KELUARGA LUAS.

Apabila disebut perkataan keluarga , kita lazimnya terbayang individu-individu yang bergelar bapa, ibu dan anak. Sebagai sebuah keluarga , mereka akan tinggal bersama dalam sebuah rumah. Mereka juga mempunyai ikatan dan hubungan yang rapat antara satu sama lain. Keluarga boleh disifatkan sebagai satu kelompok khusus. Ia mengandungi ahli-ahli yang mempunyai hak dan tanggungjawab keatas ahli yang lain. Keluarga juga dikaitkan dengan hubungan perkahwinan. Keluarga boleh terdiri daripada keluarga nuclear ataupun keluarga luas.

Keluarga nuklear ialah keluarga yang mempunyai ahli yang terdiri daripada suami, isteri dan anak.
Keluarga luas adalah merupakan keluarga yang mempunyai ahli yang terdiri daripada ibu, bapa, anak dan keluarga lain seperti datuk, nenek, cucu, menantu, ibu saudara, sepupu dan saudara-mara yang lain.

MASYARAKAT PENYAYANG.

Masyarakat ialah kelompok manusia yang terdapat dalam sesebuah Negara. Dalam konteks Negara Malaysia, masyarakat yang wujud ialah masyarakat majmuk. Ini bermakna Negara Malaysia bukan sahaja dihuni oleh kaum Melayu dan bumiputera yang merupakan penduduk peribumi, tetapi juga turut dihuni oleh kaum India dan Cina. Setiap kaum mempunyai corak budaya , adat dan pegangan yang tersendiri. Walaupun setiap kaum seolah-olah seperti terpisah, namun mereka sebenarnya boleh disatukan dengan mewujudkan masyarakat penyayang dan budaya menyayangi.

Mewujudkan masyarakat penyayang bermaksud mewujudkan satu sistem sosial yang meletakkan keutamaan kepada kepentingan masyarakat berbanding kepentingan diri sendiri. Oleh sebab itu, pembentukan masyarakat bermula daripada pembentukan keluarga, sudah tentu pembentukan masyarakat penyayang juga turut tidak mengenepikan elemen kekeluargaan.

Satu perkara yang harus diakui ialah keluarga berperan untuk mencorak ahli keluarganya. Corak yang dibentuk oleh keluarga ini pula akan membentuk masyarakat. Corak masyarakat itu pula akan menjadi asas kepada pembinaan sesebuah Negara. Justeru, tidak salah jika dikatakan bahawa kemajuan yang dicapai oleh sesebuah Negara bergantung pada kemajuan yang dicapai oleh keluarga dan masyarakat yang terdapat dalam Negara tersebut.

Membentuk masyarakat Penyayang

Untuk membentuk masyarakat penyayang, ada beberapa perkara yang perlu di perhatikan, iaitu :

1. Peranan Institusi Keluarga.

Keluarga memerankan peranan awal dan penting dalam membantu mewujudkan masyarakat penyayang. Oleh itu pembentukan masyarakat penyayang juga sepatutnya bermula daripada rumah. Ini bermakna ibu bapa harus bertindak sebagai teraju utama dalam membentuk sahsiah anak-anak yang merupakan asas dalam pembentukan masyarakat penyayang. Anak-anak ibarat seperti kain putih, terpulang kepada ibu bapa untuk mencorakkan anak-anak mereka.

Contoh bagaimana Rasulullah s.a.w membentuk sahsiah anak Baginda adalah seperti yang berlaku kepada Fatimah. Baginda telah menyemaikan nilai rohani dan ketakwaan kepada Fatimah. Setelah berkahwin dengan Ali bin Abi Thalib r.a, Fatimah melakukan semua kerja rumah tangga termasuk mengisar tepung, membuat roti, menyapu sampah dan mengangkat air dari perigi. Kerja-kerja ini telah menukar warna kulit Fatimah dan meninggalkan kesan atau tanda pada tangannya. Fatimah kemudian nya telah menemui Rasulullah s.a.w untuk meminta seorang pembantu.

Namun, Rasulullah s.a.w mengatakan bahawa terdapat orang lain yang sangat miskin dan lebih memerlukan pertolongan. Lalu, Rasulullah s.a.w mengajarkan Fatimah satu perkara yang lebih baik daripada mempunyai seorang pembantu, iaitu berzikir dengan menyebut subhanallah sebanyak 33 kali, Alhamdulillah sebanyak 33 kali dan Allahuakbar sebanyak 34 kali. Kisah ini jelas menunjukkan Rasulullah s.a.w lebih menyemaikan semangat ketakwaan kepada anaknya.

Apabila nilai yang baik ini wujud dalam keluarga, ia juga akan wujud didalam masyarakat kemudiannya. Ini kerana apa yang berlaku didalam masyarakat menggambarkan apa yang sebenarnya berlaku dalam keluarga yang ada dalam masyarakat tersebut. Oleh itu, usaha untuk membentuk masyarakat penyayang perlu bermula dengan membentuk keluarga penyayang terlebih dahulu.

2. Peranan pemimpin.

Pemimpin mempunyai peranan tersendiri dalam mewujudkan masyarakat penyayang. Pemimpin yang ingin ditonjolkan disini ialah role model bagi seluruh umat manusia, iaitu Nabi Muhammad s.a.w. Sorotan terhadap perjalanan hidup Rasulullah s.a.w membuktikan bahawa Baginda mempunyai cara tersendiri untuk membentuk masyarakat penyayang. Perkara ini ketara berdasarkan inisiatif Rasulullah s.a.w mempersaudarakan umat Islam setelah berlakunya hijrah ke Madinah. Sumber sejarah mencatat bahawa Rasulullah s.a.w mengambil inisiatif mempersaudarakan antara golongan Muhajirin ( orang Islam Makkah yang berhijrah ke Madinah ) dengan golongan Ansar ( puak Aws dan Khazraj yang menetap di Madinah dan telah memeluk Islam ).

Walaupun persaudaraan ini turut mempunyai motif seperti ingin menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh golongan Muhajirin, namun lebih daripada itu , ia bertujuan untuk melahirkan satu masyarakat yang saling menyayangi dan sanggup mengorbankan kepentingan diri senfiri semata-mata ingin memberi keutamaan kepada kepentingan bersama.

Contoh pengorbanan yang dilakukan oleh golongan Ansar jelas dicatat dalam sumber sirah Rasulullah s.a.w. Antaranya, pengorbanan yang dilakukan oleh Sa’ad bin al-Rabi’ ( golongan Ansar ) kepada ‘Abd al-Rahman bin ‘Awf ( golongan Muhajirin ). Kedua-dua individu ini telah dipersaudarakan oleh Rasulullah s.a.w di Madinah. Sa’ad bin al-Rabi’ dilaporkan mempunyai lebih daripada seorang isteri. Oleh itu, beliau menawarkan seorang daripada isteri-isterinya kepada ‘Abd al-Rahman yang telah dipersaudarakan kepadanya. Malahan, beliau telah meminta ‘Abd al-Rahman bin ‘Awf sendiri membuat pilihan , yang mana satu daripada isteri-isterinya itu yang diingini atau disukai oleh ‘Abd al-Rahman. Ini bagi memudahkan beliau untuk menceraikan isterinya yang disukai oleh saudaranya supaya saudaranya itu boleh mengahwini isterinya.

Pengorbanan Sa’ad ini jelas sekali telah mengorbankan kepentingan diri sendiri danmengutamakan kepentingan saudaranya. Walaupun tiada catatan dalam sumber sejarah yang mengatakan bahawa ‘Abd al-Rahman menerima tawaran Sa’ad untuk memperisterikan seorang daripada isteri-isterinya, namun kisah pengorbanan golongan Ansar ini jelas sekali menunjukkan inisiatif Rasulullah s.a.w untuk mewujudkan masyarakat penyayang dengan cara mempersaudarakan golongan Ansar dengan Muhajirin telah mencapai kejayaan.

Satu lagi kisah pengorbanan golongan Ansar selepas dipersaudarakan dengan golongan Muhajirin ialah menawarkan kebun-kebun tamar milik mereka kepada golongan Muhajirin. Walaupun kebun tamar itu ialah sumber pencarian hidup mereka, namun mereka tetap juga sanggup memberikannya kepada golongan Muhajirin. Ini kerana mereka telah meletakkan kepentingan masyarakat melebihi daripada kepentingan diri sendiri. Walaupun tawaran itu ditolak oleh Rasulullah s.a.w atas alas an tenaga Muhajirin lebih diperlukan untuk jihad, namun kesediaan golongan Ansar jelas menggambarkan pengorbanan mereka yang amat mengutamakan kepentingan masyarakat berbanding kepentingan mereka sendiri.

UMMAH PERTENGAHAN DAN UMMAH TERBAIK

Ungkapan bahawa umat Nabi Muhammad s.a.w ialah ummah pertengahan disebut dengan jelas dalam ayat 143, surah al-Baqarah, manakala ummah yang terbaik pula disebut dalam ayat 110, surah Ali ‘Imran.

A.Ummah pertengahan.

Apa yang dimaksud dengan ummah pertengahan ialah umat yang adil dan umat pilihan yang senantiasa memiliki aspek kesederhanaan. Ini bermakna mereka tidak melampau dan tidak keterlaluan dalam segala hal. Ini juga bermakna umat Islam ialah umat yang hidup berlandaskan kesederhanaan Mereka melakukan amalan secara sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Walaupun umat Islam menyedari bahawa mereka mempunyai satu lagi kehidupan selepas kehidupan di dunia, iaitu kehidupan di akhirat, tetapi mereka tetap memenuhi keperluan untuk kedua-duanya dengan tidak terlalu memfokuskan pada satu aspek kehidupan sahaja.

Ini dijelaskan sendiri oleh cara hidup Rasulullah s.a.w. Baginda melakukan perkara-perkara yang sepatutnya untuk memenuhi tuntunan kehidupan di dunia . Dalamhal ini, Baginda menjalani kehidupan sebagai manusia biasa. Baginda berkahwin dan mempunyai anak. Baginda juga turut meluangkan masa bersama isteri-isteri dan anak-anaknya. Pada masa yang sama juga , Baginda tidak mengabaikan aspek persediaan untuk kehidupan akhirat. Baginda melakukan ibadat, tetapi tidak bermakna Baginda beribadat sepanjang malam. Baginda juga berpuasa . Ini bermakna Baginda tidak berpuasa sepanjang malam.

B.Ummah terbaik

Umat Islam sebagai ummah terbaik memberi maksud bahawa mereka mempunyai kelebihan berbanding umat yang lain. Kelebihan-kelebihan tersebut adalah :

1. Mereka umat yang menyuruh umat manusia lain melakukan perkara-perkara
kebaikan.
2. Mereka mengajak manusia lain menganut Islam.
3. Mereka adalah umat yang mencegah umat manusia lain daripada melakukan perkara-perkara kemungkaran.
4. Mereka adalah umat manusia yang beriman kepada Allah s.w.t.
5. Mereka menunaikan kewajipan sebagai umat Islam seperti yang terkandung dalam Rukun Iman dan Rukun Islam.
6. Mereka juga mengamalkan akhlak yang mulia.



Maraji:
• Fiqhul Marah Al-Muslimah, Ibrahim Muhammad Al-Jamal.
B• Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthahharah, Syaikh Nashiruddin Al-Albani.
C. Pengajian Islam oleh Ezad Azraai, Roziah sidik, Nasrudin Yunos, Zulkarnain Mohamad

No comments:

Post a Comment