Sunday, August 7, 2011

Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah Umat Terbaik dan Khalifah yang Sah setelah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam (1)

Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah Umat Terbaik dan Khalifah yang Sah setelah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam (1)

May 6, 2010 by alfanarku

Diantara penyimpangan ajaran Syi’ah adalah mendahulukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu melebihi Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam segi keutamaan serta menganggap Ali yang lebih berhak menjabat khalifah sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang konsekuensi dari anggapan ini, kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu’anhum tidak sah menurut pandangan Syi’ah dan dianggap ketiga syaikh tersebut sebagai perampas kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu.

Dalam melancarkan syubhat mereka tersebut, syi’ah tak sungkan-sungkan memakai atsar-atsar yang lemah dan dari sumber yang kurang mu’tabar, maka di sini kita akan coba membantahnya berdasarkan dalil-dalil sunni yang jelas lebih kuat dan dari sumber yang mu’tabar, sehingga jika mereka konsisten memakai dalil-dalil dari sunni, tentunya akan merujuk kepada sumber-sumber yang lebih kuat.

Pertama, Pendapat mereka tentang keutamaan Ali radhiyallahu ‘anhu di atas Abu Bakar dan Umar radhiallahu ‘anhuma.

Pendapat ini menyelisihi hadits Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan ijma’ kesepakatan para shahabat dan seluruh kaum muslimin. Bahkan menyelisihi ucapan Ali radhiallahu ‘anhu sendiri.

1. Diriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Ibnu Umar:

كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخاري فتح الباري ج 7 ص 16).

Kami membanding-bandingkan di antara manusia di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman bin Affan. (HR. Bukhari)

Dalam lafazh lain dikatakan:

كُنَّا نَقُوْلُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ أَفْضَلُ أُمَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ أَبُوْ بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. رواه أبو داود في كتاب السنة باب التفضيل انظر عون المعبود ج 8 صلى الله عليه و سلم 381 والترمذي وقال حديث حسن صحيح)

Kami mengatakan dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup bahwa yang paling utama dari umat nabi shallallahu `alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman.

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi berkata: Hadits hasan)

Dua hadits ini merupakan dalil yang qath’i (pasti) karena Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan dua kalimat yang penting yang menunjukkan bahwa ucapannya tidak memiliki muatan subyektif. Pertama, kalimat tersebut adalah: “Kami membanding-bandingkan…”, atau “Kami mengatakan……”. Kedua kalimat tersebut menunjukkan bahwa ucapan itu adalah ucapan para shahabat seluruhnya dan tidak ada seorang pun dari mereka yang membantahnya.

Kalimat kedua adalah ucapan beliau: “Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup…” atau dalam lafazh lain: “di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam…..”. Ucapan ini menunjukkan bahwa ucapan para shahabat tersebut didengar dan disaksikan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, dan beliau shallallahu `alaihi wa sallam tidak membantahnya. Inilah yang dinamakan oleh ahlul hadits dengan hadits taqriri yang merupakan hujjah dan dalil yang qath’i.

2. Bahkan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu sendiri yang menegaskan keutamaan mereka berdua.

عن عمرو بن حريث، قال : سمعت عليا وهو يخطب على المنبر وهو يقول : ألا أخبركم بخير هذه الأمة بعد نبيها، أبو بكر، ألا أخبركم بالثاني فإن الثاني عمر.

Dari ‘Amr bin Hariits, ia berkata : Aku pernah mendengar ‘Aliy berkhutbah di atas mimbar. Ia berkata : “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik umat ini setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? yaitu Abu Bakr. Maukah aku beritahukan kepada kalian yang kedua ? yaitu ‘Umar” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 398 dengan sanad hasan].

عن علي بن ربيعة الوالبي عن علي قال : إني لأعرف أخيار هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر وعمر، ولو شئت أن أسمي الثالث لفعلت.

Dari ‘Aliy bin Rabii’ah Al-Waalabiy, dari ‘Aliy, ia berkata : “Sesungguhnya aku mengetahui sebaik-sebaik umat ini setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. (Yaitu) Abu Bakr dan ‘Umar. Jika saja aku ingin untuk menyebutkan yang ketiga, niscaya aku lakukan” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 428 dengan sanad hasan].

عن أبي جحيفة قال : كنت أرى أن عليا أفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم. قلت : يا أمير المؤمنين، إني لم أكن أرى أن أحدا من المسلمين من بعد رسول الله أفضل منك. قال : أولا أحدثك يا أنا جحيفة بأفضل الناس بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ قلت : بلى ! قال : أبو بكر، قال : أفلا أخبرك بخير الناس بعد رسول الله وأبي بكر ؟ قال : قلت : بلى فديتك ! قال : عمر.

Dari Abu Juhaifah, ia berkata : “Aku dulu berpendapat bahwa ‘Aliy adalah orang yang paling utama setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Aku berkata : “Wahai Amiirul-Mukminin, sesungguhnya aku tidak berpandangan ada seseorang dari kalangan kaum muslimin setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih utama daripada engkau”. Ia (‘Ali bin Abi Thaalib) berkata : “Tidakkah engkau mau aku beritahukan kepadamu wahai Abu Juhaifah tentang orang yang paling utama setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Aku berkata : “Tentu”. ‘Ali berkata : “Abu Bakr”. Kemudian ia melanjutkan : “Tidakkah engkau mau aku beritahukan kepadamu orang yang paling baik setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr ?”. Aku menjawab : “Tentu, berilah kami penjelasan”. ‘Aliy berkata : “Umar” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 404; shahih li-ghairihi).

Diriwayatkan secara mustafidlah dari Muhammad Ibnil Hanafiyah:

قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ ?؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري: كتاب فضائل الصحابة باب 4 وفتح البارى 7/2)

Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu): Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah ? ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku bertanya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia menjawab: “Umar”. Dan aku khawatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin”.

(HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan ucapan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:

إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُوا اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبِي يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ ? يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر 3389 (4/1858))

Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab ketika telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di kedua pundakku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakar) karena aku sering mendengar Rasulullah ? bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. (HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, No 3389 (4/1858))

Perkataan Imam Ali di atas adalah begitu terang benderang dan cukup telak meruntuhkan syubhat syi’ah ataupun orang syi’ah yang sok memakai dalil-dalil sunni dalam berhujjah, Imam Ali radhiyallahu ‘anhu sendiri yang berkata bahwa manusia terbaik setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma. Anehnya orang syi’ah yang suka berhujjah dengan dalil-dalil sunni ini dalam rangka menguatkan keyakinannya memakai riwayat yang sanadnya terdapat perawi-perawi bermasalah seperti atsar dari Jabir Abdullah, jelas atsar-atsar tersebut dari sisi sanad lebih lemah daripada hadits shahih Ibnu Umar di atas dan juga hadits-hadits shahih Imam Ali di atas. Maka cukuplah dia mengikuti hadits-hadits shahih di atas jika orang Syi’ah tersebut konsisten dalam berhujjah dengan hadits-hadits sunni, bukan malah mengkais-kais riwayat-riwayat yang tidak mu’tabar.

Kemudian juga orang syi’ah tersebut menjadikan hadits Manzilah sebagai dalil bahwa kedudukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di atas semua sahabat termasuk Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, padahal telah jelas asbabul wurud yang masyhur tentang hadits tersebut, tentunya di sini kita tidak mengingkari bahwa hadits manzilah adalah salah satu keutamaan yang tinggi Imam Ali radhiyallahu ‘anhu, tetapi hadits tersebut bukanlah bukti bahwa keutamaan Imam Ali tersebut melebihi keutamaan Abu Bakar dan Umar, dengan alasan:

Pertama, konsekuensinya akan bertentangan dengan perkataan Imam Ali sendiri dalam riwayat-riwayat shahih di atas, bahwa menurut beliau manusia terbaik setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar kemudian Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Kedua, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga pernah membandingkan sahabat-sahabat yang lain dengan para Nabi :

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim mengenai tawanan perang. Ketika Nabi meminta pendapat Abu Bakar, ia mengusulkan tebusan. Ketika Nabi bertanya kepada ‘Umar, ia mengusulkan untuk dibunuh saja. Lalu Nabi bersabda: “Akan kuceritakan kepadamu tentang dua orang yang sepadan dengan kamu. Engkau, wahai Abu Bakar, sama dengan Ibrahim ketika ia berkata: Barangsiapa mengikuti aku, ia termasuk golonganku. Barangsiapa durhaka kepadaku, sesungguhnya Tuhan maha pengampun dan maha Pengasih (QS, Ibrahim, 14:36). Engkau juga sama dengan Nabi Isa ketika ia berkata: “Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Maha Mulia dan Maha Bijaksana”. (QS, al-Ma’idah, 5:118). Adapun engkau, wahai ‘Umar, sama seperti Nuh ketika ia berkata: “Ya Tuhanku janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang-orang kafir tinggal di atas bumi”. (QS, Nuh, 71:26). Engkau juga seperti Nabi Musa ketika ia berkata: “Ya Tuhan kami binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat siksaan yang pedih”. (QS, Yunus, 10:88).

Perkataan Nabi kepada Abu Bakar, “Engkau seperti Ibrahim dan Isa”, dan perkataan Nabi kepada ‘Umar, “Engkau seperti Nuh dan Musa”, sesungguhnya lebih besar bobotnya dibanding perkataan Nabi: Engkau (‘Ali) sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa”. Sebab Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa, lebih agung dibanding Harun. Nabi menjadikan Abu Bakar dan ‘Umar seperti mereka. Namun Nabi tidak memaksudkan kedua sahabat itu sama seperti mereka dalam segala hal. Persamaan itu sebatas konteks yang ditunjukkan oleh pernyataan itu, yaitu sifat keras (asy-syiddah) dari lembut (al-layyin) kepada musuh-musuh Allah. Demikian pula, kesamaan kedudukan ‘Ali dengan Harun adalah sebatas yang ditunjukkan oleh konteks perkataan itu, yaitu menjadi pengganti Nabi dikala beliau tidak ada, sebagaimana Musa mengangkat Harun sebagai penggantinya (Ibid., 4/88).

Ketiga, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai khalil beliau, yang hal ini jelas kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan wazir :

إِنَّ أَمَنَّ النَّاسِ عَلَيَّ فِيْ صُحْبَتِهِ وَ مَالِهِ: أَبُوْ بَكْرٍ، وَ لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيْلاً غَيْرَ رَبِّي لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ، وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الإِسْلاَمِ وَ مَوَدُّتُهُ، لاَ يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إِلاَّ سُدَّ إِلاَّ بَابَ أَبِي بَكْرٍ. ﴿رواه البخاري – الفتح ٧/۳٥٩﴾

“Sesungguhnya manusia yang paling banyak memberikan jasa kepadaku dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku (boleh) mengambil khalil (kekasih) selain Rabbku niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar (sebagai khalil), tetapi persaudaraan Islam dan kasih sayangnya. Tidak akan tersisa satu pintu pun di masjid kecuali tertutup, melainkan pintu Abu Bakar.” (HR. Bukhari, Fathul Bari 7/359 hadits 3604)

“Sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Dan kalau saja aku mengambil dari umatku sebagai kekasih, akan aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasih.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al-Khullah adalah kecintaan yang paling tinggi. Para ulama menyatakan bahwa derajat khullah lebih tinggi dari tingkatan mahabbah. Oleh karena itu seorang yang disebut sebagai khalil, lebih tinggi kedudukannya daripada habib. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Allah hanya mengambil dua orang manusia sebagai khalil, yaitu nabi Ibrahim dan Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan masalah mahabbah Allah sering menyebutkan dalam al-Qur’an, Allah mencintai orang-orang yang beriman, sabar, berjihad di jalan-Nya dan lain-lain.

Di atas Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki Abu Bakar sebagai khalil beliau, jika Nabi Muhammad adalah lebih tinggi keutamaannya dibandingkan Nabi Musa, maka khalil Nabi Musa pun tidak-lah lebih tinggi keutamaannya dibandingkan khalil Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi jika dibandingkan dengan wazir Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bukan seorang Nabi (Imam Ali). Tetapi tentunya wazir Nabi Musa ‘alaihis salam yaitu Nabi Harun, jelas lebih tinggi keutamaannya dibandingkan Abu Bakar dan Ali radhiyallahu ‘anhuma karena Harun ‘alaihis salam adalah seorang Nabi. Wallahu A’lam.

Bersambung..

No comments:

Post a Comment