Monday, September 19, 2011

BAGAIMANA BERSHOLAWAT KEPADA NABI SAW

Segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan atas Rasul kita, Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang senantiasa mengikuti beliau dengan baik sampai hari kiamat. Amma ba’d:

Sebagai kaum muslimin, kita tentu sering sekali bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kita tahu bahwa shalawat adalah salah satu bukti cinta kita kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasul yang telah membawa sinar Islam, agama keselamatan yang sempuna.

Di samping itu, shalawat adalah sebuah ibadah yang mulia. Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan kaum mukminin untuk bershalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah Allah sebutkan bahwa Allah dan para malaikat bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٥٦)

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” [Al-Ahzab:56]

Arti Shalawat Dan Salam Atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Pembaca sekalian, semoga Allah merahmati kita semua, lantas apa makna shalawat dan salam atas Nabi?

Imam Al-Bukhari t menyebutkan di dalam kitab shahih beliau penafsiran seorang ulama tabi’in, Abu ‘Aliyah t, beliau menjelaskan, “Maksud dari shalawat Allah kepada beliau adalah pujian Allah terhadap Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para malaikat. Sedangkan maksud shalawat malaikat dan yang lainnya kepada beliau adalah mereka memohon kepada Allah agar senantiasa mencurahkan shalawat kepada beliau.”

Adapun makna salam kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, diterangkan oleh Al-Majd Al-Fairuz Abadi dalam kitab beliau “Ash-Shalaatu wal Busyaru fish Shalati ‘ala Khairil Baysar”, “As-Salam -yang mana ini adalah salah satu nama dari nama-nama Allah- atasmu, maksudnya Engkau, wahai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan lepas dari kebaikan dan barakah serta akan selalu selamat dari kecelakaan dan kesengsaraan. Karena, nama Allah ta’ala hanyalah disebutkan kepada sesuatu yang diharapkan terkumpulkan padanya seluruh kebaikan dan barakah serta terlepasnya dari sesuatu kekurangan dan kerusakan. Bisa juga makna as-salam di sini adalah as-salamah (keselamatan), jadi maknanya adalah semoga ketetapan Allah terhadapmu, wahai Nabi, adalah keselamatan, yakni selamat dari celaan dan kekurangan.”

Shalawat Yang Paling Afdhal

Shalawat yang paling utama dan paling sempurna adalah shalawat yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan sendiri kepada para sahabat ketika mereka bertanya. Dalam hadits-hadits berikut ini kita bisa melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sekedar mengajarkannya, bahkan beliau memerintahkannya. Ini menunjukkan bahwa lafal-lafal tersebut adalah yang paling utama dan sempurna. Karena, beliau tidaklah memilih untuk diri beliau kecuali yang mulia dan sempurna. Demikian penjelasan dari Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Sebagian lafal-lafal shalawat yang paling baik adalah shalawat yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan dalam hadits-hadits berikut ini:

1. Dari ‘Abdurrahman bin Abu Laila mengatakan, “Sahabat Ka’b bin ‘Ujrah pernah menemuiku dan mengatakan, maukah engkau kuberi sebuah hadiah yang saya dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Saya pun menjawab, “Tentu, berikanlah hadiah tersebut kepadaku.” Ia pun mengatakan, saya pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana bershalawat atas kalian ahlul bait? Sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kita cara mengucapkan salam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, ucapkanlah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkannya kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia. Ya Allah, limpahkanlah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Mulia.” [H.R. Al-Bukhari].

1. Dari Abu Sa’id Al-Khudri z, beliau mengatakan, “Kami bertanya kepada Rasulullah `, wahai Rasulullah, [yang Anda ajarkan] ini adalah cara bersalam atasmu, lalu bagaimana kami bershalawat? Beliau pun menjawab, “Ucapkan:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad, hamba dan Rasul-Mu, sebagaimana Engkau limpahkan kepada Ibrahim. Dan limpahkanlah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.” [H.R. Al-Bukhari]

1. Dari Abu Humaid As-Sa’idi z, beliau mengatakan, “Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana bershalawat atasmu? Beliau pun menjawab:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad, istri-istri, dan keturunan beliau, sebagaimana Engkau limpahkan kepada keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah barakah kepada Muhammad, istri-istri dan keturunan beliau, sebagaimana Engkau limpahkan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji Lagi Maha Penyayang.” [H.R. Al-Bukhari].

Ini adalah sebagian shalawat yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Shahih Al-Bukhari, masih ada shalawat-shalawat lain yang diriwayatkan dari beliau yang belum bisa kami sebutkan. Sebagaimana kita jelaskan di muka, bershalawat dengan lafal-lafal yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh lebih baik daripada shalawat yang lain.

Ada satu hal yang patut kita perhatikan dari riwayat di atas. Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang lafal shalawat yang benar di dalam hadits-hadits yang lewat, hal ini menunjukkan betapa besarnya semangat mereka untuk mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang mana semangat ini kian memudar dalam barisan kaum muslimin. Kita dapati sebagian muslimin lebih menyukai shalawat-shalawat yang tidak diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Shalawat Yang Paling Ringkas

Pembaca sekalian, semoga Allah merahmati kita semua, Imam An-Nawawi mengatakan dalam kitab “Al-Adzkar”, “Apabila kalian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hendaknya kalian menyebutkan shalawat dan salam sekaligus. Jangan menyebutkan salah satunya saja, ‘shallallahu ‘alaihi’ saja atau ‘’alaihis salam’ saja. Dari penjelasan di atas bisa dipahami bahwasanya lafal shalawat yang paling ringkas hendaknya terdiri dari dua bagian: shalawat dan salam. Janganlah kita mengurangi salah satunya sebagaimana jelas dalam keterangan Imam An-Nawawi di atas. Hal ini sejalan dengan firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٥٦)

“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan salam kepadanya.” [Al-Ahzab:56].

Dua lafal shalawat dan salam yang ringkas dan seringkali kita dengar, yaitu shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ‘alaihish shalatu was salam (semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau) adalah contoh shalawat yang baik karena telah mencakup shalawat dan salam sekaligus. Namun, yang harus kita perhatikan di sini, seringkali orang menyingkat dengan kata ‘saw’ di dalam penulisan. Sebenarnya, bagaimana bimbingan para ulama mengenainya?

Banyak ulama yang menganjurkan untuk menghindari penyingkatan shalawat menjadi beberapa huruf-huruf. Di antaranya adalah Imam Ibnu Shalah dalam kitab beliau ‘Ulumul Hadits, beliau mengatakan, “Seyogianya seorang penulis hadits selalu menjaga penulisan shalawat dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebut beliau. Janganlah dia bosan mengulang-ulang shalawat ketika mengulang penyebutan beliau. Karena, dalam penulisan shalawat dan salam tersebut terdapat faedah yang besar…” Kemudian beliau melanjutkan, “… Dan hendaknya dalam menulis shalawat menghindari dua hal: ditulis kurang dengan menyingkat menjadi dua huruf dan sejenisnya, atau menulisnya dengan mengurangi makna, seperti tanpa menulis ‘salam’.”

Keutamaan shalawat

Pembaca sekalian, semoga Allah merahmati kita semua, di antara perkara yang menunjukkan bahwa shalawat merupakan amalan yang besar adalah banyaknya keutamaan dan pahala yang dipersiapkan bagi yang melakukannya sebagaimana telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terangkan di dalam hadits-hadits beliau. Di antaranya beliau bersabda:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مِنْ أُمَّتِيْ صَلاَةً مُخْلِصاً مِنْ قَلْبِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَرَفَعَهُ بِهَا عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَمَحَا عَنْهُ بِهَا عَشْرَ سَيِّئَاتٍ

“Siapa saja dari umatku yang bershalawat atasku dengan ikhlas dari dalam hatinya, maka Allah akan memujinya sepuluh kali dan mengangkat derajatnya sepuluh derajat, ditulis dengannya sepuluh kebajikan dan dihapuskan kesalahannya sepuluh kesalahan.” [H.R. An-Nasa`i dari sahabat Abu Burdah, Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan, “Derajatnya hasan shahih” di dalam Shahih At-Targhib].

أَوْلَى النَّاسِ بِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً

“Sesungguhnya manusia yang paling dekat padaku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak mengucapkan shalawat kepadaku.” [H.R. At-Tirmidzi dari sahabat Ibnu Mas’ud, dilemahkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Dha’if At-Tirmidzi, kemudian beliau rujuk dari pelemahannya ini dan mengatakan di dalam Shahih At-Targhib, “Hasan lighairih”].

Di sisi lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang tidak mau bershalawat atas beliau. Beliau bersabda:

الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ ثُمَّ لَمْ يُصِلِّ عَلَيَّ

“Orang yang bakhil adalah orang yang aku disebutkan di sisinya namun dia tidak bershalawat kepadaku.” [H.R. At-Tirmidzi dari sahabat Husain bin ‘Ali g dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Shahih At-Targhib]

مَنْ نَسِىَ الصَّلاَةَ عَلَىَّ خَطِئَ طَرِيقَ الْجَنَّةِ

“Barangsiapa lupa bershalawat atasku, maka dia telah terlewatkan dari salah satu jalan menuju surga.” [H.R. Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani].

Penutup

Pembaca sekalian, semoga Allah merahmati kita semua, di antara bukti cinta kita terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tunduk patuhnya kita terhadap perintah beliau. Dalam ibadah shalawat ini pula, sepantasnya seorang mukmin mengikuti ajaran beliau, tidak meremehkan amalan ibadah ini dan tidak pula berlebihan dalam bershalawat kepada beliau.

Sebagaimana tidak pantas pula kita menyanjung beliau melebihi kadar beliau sebagai hamba sekaligus Rasul. Karena, beliau tidak menyukai untuk disanjung melebihi kadar beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

“Janganlah kalian berlebihan dalam menyanjungku sebagaimana orang Nasrani berlebihan dalam menyanjung Isa bin Maryam. Saya adalah hamba-Nya. Maka katakanlah saja, ‘Hamba Allah dan rasul-Nya’.” [H.R. Al-Bukhari dari ‘Umar bin Al-Khaththab].

Dan hendaknya kita berhati-hati dari shalawat yang banyak tersebar dalam masyarakat. Di mana, sebagian shalawat-shalawat memiliki kandungan yang terlalu berlebihan dalam memuji beliau. Bahkan, sebagiannya mengandung kesyirikan dengan memberikan sifat-sifat ketuhanan kepada beliau atau menyejajarkan beliau dengan Allah. Sebagai contoh dari keberlebihan ini adalah penggambaran bahwa beliau lah yang mengangkat kesulitan dan mengabulkan hajat, yang mana ini semua adalah hak Allah semata, tidak dimiliki oleh selainnya.

Demikian tulisan ringkas ini yang kami sarikan dari kitab “Fadhlus Shalat ‘alan Nabiy” karya Asy-Syaikh ’Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah. Allahu a’lam.

Soal: Apakah hukum berdoa dengan selain doa yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Jawab: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam “Majmu’ Fatawa” (jil.22/hal.510):

Alhamdulillah. Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan doa termasuk ibadah yang paling bagus. Sedangkan, ibadah dibangun di atas tauqif (berhenti pada apa yang digariskan oleh dalil) dan ittiba’ (meneladani Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam), bukan di atas hawa nafsu dan bid’ah. Doa dan dzikir Nabi adalah dzikir dan doa terbaik bagi orang yang mencarinya. Orang yang meniti jalan tersebut berada jalan yang aman dan selamat. Faedah dan hasilnya pun tidak bisa terungkapkan oleh lisan dan tidak bisa pula dikuasai ilmunya oleh seorang insan.

Adapun dzikir lainnya, terkadang hal itu haram, terkadang makruh, bahkan terkadang di dalamnya terdapat kesyirikan yang mana mayoritas manusia tidak mengetahui hal tersebut [terlebih lagi bagi mereka yang tidak menguasai bahasa Arab], dan hal ini bisa panjang lebar jika dirinci lebih mendalam.

Seseorang tidak diperbolehkan untuk membuat ajaran bagi orang lain berupa suatu dzikir dan doa tertentu selain yang diriwayatkan, kemudian menjadikannya sesuatu yang rutin; yang mana orang-orang melakukannya secara rutin seperti shalat lima waktu. Hal ini adalah membuat ajaran baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah.

Berbeda halnya apabila seseorang terkadang berdoa [dengan doa yang tidak diajarkan Nabi] tanpa menjadikannya sebagai ajaran bagi manusia, jika tidak diketahui bahwa di dalamnya terkandung sesuatu keharaman, maka tidak bisa dipastikan haramnya doa dan dzikir tersebut. Akan tetapi, terkadang memang ada keharaman di dalamnya dan orang itu tidak menyadarinya. Hal ini sebagaimana [bolehnya] seseorang yang berdoa dalam keadaan darurat dengan doa yang terlintas di benaknya pada waktu itu [meski doa tersebut tidak diriwayatkan dari Nabi]. Hal ini dan yang semisalnya adalah serupa.” [Disadur dari Majmu' Fatawa].


Oleh:Abu Muhammad Farhan
http://tashfiyah.net/?p=78

No comments:

Post a Comment