Benarkah Allah ada di mana-mana? Jika kita bertanya kepada sebagian saudara kita tempat Allah berada, niscaya kita akan mendapati dua jawaban ngawur;
1. Allah ada di dalam diri kita
2. Allah berada di mana-mana atau di segala tempat!
Inilah dua keyakinan bathil yang telah mengakar pada pemahaman sebagian kaum muslimin. Dan keyakinan yang ngawur ini saat ini didakwahkan secara terang-terangan oleh kelompok tertentu. Bahkan ada salah satu stasiun televisi menayangkan si sebuah sinetron yang bertemakan bahwa Allah ada di mana-mana.
Jawaban yang pertama datang dari kaum wihdatul wujud, yang telah dikafirkan oleh para ulama kita yang dahulu dan yang sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua datang dari kaum jahmiyyah dan mu’tazilah dan mereka yang sefaham dengan keduanya. Ibnul Qoyim menyatakan: “Pertempuran antara Ahli Hadits dan kelompok Jahmiyyah lebih dahsyat daripada pertempuran antara pasukan Islam dengan pasukan kafir”.
Perjuangan gigih para ulama Ahlus Sunnah Wal jama’ah dalam membela aqidah dari kegoncangan faham-faham hitam jahmiyyah sangatlah kuat, sehingga begitu banyak kitab yang bertemakan bantahan terhadap Jahmiyah seperti yang ditulis oleh Imam Ahmad, Utsman bin Said Ad Darimi, Ibnu Mandah, Ibnu Bathal, dan lain-lainnya.
Di mana Allah? Itulah pertanyaan Rasulullah saw kepada seorang budak perempuan kepunyaan Muawiyah As-Sulami ra sebagai ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya.
Budak perempuan itu menjawab: ‘Di atas langit.
Beliau bertanya lagi: ‘Siapakah Aku’
Jawab budak perempuan: ‘Engkau adalah Rasulullah’.
Beliau bersabda: ‘Merdekakan dia!, Karena sungguh ia seorang perempuan yang beriman.” (Hadits shahih)
Hadits yang mulia ini merupakan cemeti dan petir yang menyambar di kepala dan telinga ahlul bid’ah dari kaum jahmiyyah dan mu’tazilah dan yang sefaham dengan mereka dari kaum yang menyandarkan aqidah mereka kepada Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ariyi’, yaitu mereka mempunyai I’tiqad: “ALLAH BERADA DISETIAP TEMPAT ATAU ALLAH BERADA DIMANA-MANA !?”.
Jawablah kepada mereka firman Allah swt: “Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu”. (Al-Mu’minun: 91)
Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra di kitabnya Aqidah Al-Wasithiyyah: “Dan termasuk bagian dari iman kepada Allah ?, yaitu beriman kepada apa yang Allah beritakan dalam kitab-Nya dan dengan apa yang diriwayatkan dari Rasul-Nya ? secara mutawatir serta telah disepakati oleh salafush sholih, bahwa Allah itu berada diatas langit diatas ‘Arsy-Nya”.
Berkata Imam Adz-Dzahabi Rahimahullah dikitabnya Al-‘Uluw setelah membawakan hadits diatas: “Demikianlah pendapat kami bahwa setiap orang yang ditanyakan, Dimanakah Allah ?. Dia segera menjawab dengan fitrahnya: ‘(Allah) di atas langit !’ Dan didalam hadits ini ada dua masalah, yang pertama: ‘Disyari’atkannya pertanyaan seorang muslim: ‘Dimanakah Allah ?’ Yang kedua: Jawaban orang yang ditanya: ‘(Allah) diatas langit !’ Maka barangsiapa yang mengingkari dua masalah diatas pada hakikatnya dia telah mengingkari Al Mustofa..” Al MUstofa adalah gelar Nabi saw.
Allah swt telah berfirman: “Ar-Rahman (Allah) di atas `Arsy Ia bers-istiwa”. (Thaha: 5)
Aqidah para salafush shalih yang mengikuti mereka seperti Imam yang empat: Abu Hanifah, malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal dan ulama lainnya termasuk Imam Abul Hasan Al-Asy’ary sendiri, mereka semua beriman bahwa Allah swt “ISTIWA” diatas ‘Arsy-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.
Berkata Imam Ibnu Khuzaimah Rahimahullah didalam kitab Tauhid nya (hal: 101): “Kami beriman dengan kabar dari Allah swt sesungguhnya pencipta kami (Allah) Ia istiwa diatas ‘Arsy’-Nya. Kami tidak akan mengganti / mengubah kalam (firman) Allah swt dan kami tidak akan mengucapkan perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada kami sebagaimana kaum yang menghilangkan sifat-sifat Allah, kaum Jahmiyyah telah berkata: ‘Sesungguhnya Dia (Allah) istawla (menguasai) ‘Arsy’-Nya tidak Istawa !”. Maka mereka telah mengganti perkataan yang tidak pernah dikatakan (Allah) kepada mereka, seperti perbuatan Yahudi tatkala mereka diperintah mengucapkan: ‘Hithathatun (ampunkanlah dosa-dosa kami),’. Tetapi mereka mengucapkan: ‘Hintah (gandum)’. Mereka (kaum yahudi) telah menyalahi perintah Allah yang maha besar dan maha tinggi seperti itulah kaum Jahmiyyah.”
Yakni: Allah swt telah menetapkan dikitab-Nya yang mulia bahwa Ia Istiwa diatas ‘Arsy’-Nya sesuai dengan kebesaranNya, sedangkan ilmunya meliputi di setiap tempat dan tidak satupun tersembunyi dari pngetahuan-Nya. Kemudian datanglah kaum Jahmiyyah yang mengubah firman Allah swt Istawa (bersemayam) dengan Istawla (menguasai) dan mengatakan Dzat Allah berada dimana-mana dan disetiap tempat. Maha suci Allah dari apa yang disifatkan oleh kaum Jahmiyyah.
Adapun Aqidah salafush Shalih mereka telah beriman dengan menetapkan sesungguhnya Allah ? Istawa diatas ‘Arsy’-Nya dengan tanpa:
1. Tahrif, yakni: merubah lafadz dan artinya.
2. Ta’wil, yakni: Memalingkan dari arti yang dzahir kapada arti yang lain.
3. Ta’thil, yakni: Menghilangkan sifat-sifat Allah baik sebagian ataupun keseluruhan.
4. Tashbih, yakni: Menyerupakan Allah dengan makhluknya.
5. Takyif, yakni: Bertanya tentang kaifiyahnya dengan pertanyaan: Bagaimana caranya ?.
Alangkah bagusnya jawaban Imam Malik Rahimahullah ketika beliau ditanya: “Bagaimana caranya Allah Istiwa (bersemayam) di atas ‘Arsy ?”.
Beliau menjawab: “Istiwa itu bukanlah sesuatu yang asing, tetapi bagaimana Allah beristiwa tidaklah dapat dimengerti. Mengimani tentang Istiwa Allah adalah wajib, akan tetapi mempertanyakan cara Allah beristiwa adalah Bid’ah”. (Fatawa Hamawiyyah Kubra, hal: 45-46).
Demikianlah sikap para pendahulu yang shalih dan para ‘ulama Ahlus Sunnah wal jama’ah. Mereka semua berbicara tentang Allah swt hanya berdasar dalil-dalil yang shahih, dan mengimani apa adanya dari dalil tersebut tanpa tahrif, Ta’wil, Ta’thil, Tashbih, dan Takyif. Maka sudah selayaknya kita mengikuti jejak mereka. Karena tidak ada yang mengetahui tentang Allah swt kecuali Allah swt sendiri yang telah Dia Khabarkan melalui Kitab-Nya dan Hadits Rasul-Nya saw.
Pandangan ulama tentang hukum Mengatakan Allah Ada Dimana-mana
PERTAMA :
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Dalam sebuah siaran radio ditampilakan kisah dengan menggunakan kata-kata: Seorang anak bertanya tentang Allah kepada ayahnya, maka sang ayah menjawab: Allah itu ada dimana-mana. Bagaimana pandangan hukum agama yterhadap jawaban yang menggunakan kalimat semacam ini?
Jawaban.
Jawaban ini batil, merupakan perkataan golongan bid'ah dari aliran Jahmiyah dan Mu'tazilah serta aliran lain yang sejaan dengan mereka. Jawaban yang benar adalah yang di-ikuti oleh Ahli Sunnah wal Jama'ah, yaitu Allah itu ada di langit diatas Arsy, diatas semua mahlukNya. Akan tetapi ilmuNya ada dimana-mana (meliputi segala sesuatu).Hal ini sebagaimana disebutkan didalam beberapa ayat Al Qur'an,hadits-hadits Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, ijma' dari pendahulu umat ini.Sebgaimana contoh adalah firman Allah:
"Artinya : Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy" [Al A'raf : 54]
Didalam Al Qur'an ayat ini tersebut pada 6 tempat. Yang dimaksud dengan 'bersemayam" menurut Ahli Sunnah ialah pada ketinggian atau berada diatas Arsy sesuai dengan keagungan Allah.Tidak ada yang dapat mengetahui bagaimana bersemayamnya itu,seperti dikatakan oleh Imam Malik ketika beliau ditanya orang tentang hal ini.Beliau menjawab:
"Kata bersemayam itu telah kita pahami.Akan tetapi ,bagaimana caranya tidak kita ketahui. Mengimana hal ini adalah wajib,tetapi mempersoalkannya adalah bid'ah".
Yang beliau maksudkan dengan mempersoalkannya adalah bid'ah yakni mempersoalkan cara Allah bersemayam diatas Arsy. Pengertian ini beliau peroleh dari gurunya,Syaikh Rabi'ah bin Abdurrahman yang bersumber dari riawayat Ummu Salamah radhiallahu anha .Hal ini merupakan pendapat semua Ahli Sunnah yang bersumber dari shahabat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam dan para tokoh Islam sesudahnya.Allah telah menerangkan pada beberapa ayat lainnya bahwa Dia dilangit dan Dia berada diatas, seperti dalam firmanNya:
"Artinya : Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya" [Surat Faathir:10]
"Artinya : Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" [Al Baqarah:255]
"Artinya : Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?, Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku" [Surat Al Mulk:16-17]
Banyak ayat-ayat Al Qur'an yang dengan jelas memuat penegasan bahwa Allah itu ada di langit, Dia berada diatas. Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksud oleh ayat-ayat yang menggunakan kata-kata bersamayam. Dengan demikian dapatlah diketahui perkataan ahlu bid'ah : Allah itu berada dimana-mana, merupakan hal yang sangat batil. Perkataan ini merupakan pernyataan firqoh yang beranggapan bahwa alam ini penjelmaan Allah,suatu aliran bid'ah lagi sesat,bahkan aliran kafir lagi sesat serta mendustakan Allah dan RasulNya Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam .Dikatakan demikian karena dalam riwayat yang sah dari beliau Shalallahu alaihi wa sallam dinyatakan bahwa Allah ada dilangit, sebagaimana sabda beliau Shalallahu alaihi wa sallam :
"Artinya : Tidakkah kalian mau percaya kepadaku padahal aku adalah kepercayaan dari Tuhan yang ada di langit". [Bukhari no.4351 kitabul Maghazi ; Muslim no.1064 Kitabuz Zakat]
Hal ini juga disebutkan pada hadits-hadits (tentang) Isra' Mi'raj, dan lain-lain.
(Majallatuud Dakwah no.1288]
KEDUA :
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana pandangan hukum terhadap jawaban sebagian orang: Allah berada dimana-mana, bila ditanya : Dimana Allah? Apakah jawaban seperti ini sepenuhnya benar?
Jawaban.
Jawaban seperti ini sepenuhnya batil. Apabila seseorang ditanya : Allah dimana?hendaklah ia menjawab: Di langit, seperti dikemukakan oleh seorang (budak) perempuan yang ditanya oleh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam :Dimana Allah? jawabnya: Di langit.
Adapun orang yang menjawab dengan kata-kata: Allah itu ada, maka jawaban ini sangat samar dan menyesatkan.Orang yang mengatakan bahwa Allah itu ada dimana-mana dengan pengertian dzat Allah ada dimana-mana ,adalah kafir karena ia telah mendustakan keterangan-keterangan agama,bahwa dalil-dalil wahyu dan akal serta fitrah.Allah berada diatas segala mahluk. Dia berada diatas semua langit,bersemayam diatas Arsy.
[Majmu' Fatawaa wa Rasaail, juz 1 halaman 132-133]
[Disalin dari kitab Al Fatawaa Asy Syar'iyyah Fil Masaail Al Ashriyyah min Fatawaa Ulama Al Balaadil Haraami, Edisi Indonesia : Fatwa Kontenporer Ulama Besar Tanah Suci, Penyusun Khalid al Juraisy, Penerbit :Media Hidayah, Cet.1 September 2003]
Yang berhak mengatakan sesat hanyalah Allah,manusia ini disuruh mengkaji firman firman Allah, menafsirkan dan menayakan kebenaran tafsirannya pada Allah, jangan hanya direka reka kebenarannya karena manusia tdk berhak memfonis kebenaran yg kita tafsirkan,kebenaran itu hanya milik Allah,tanyakan kebenaran tafsiran kita pada Allah. ini dilakukan pd orang orang yg suda ma'rifatullah.
ReplyDelete