Kisah Rasulullah SAW dan Ukasyah RA
Assalamu’alaikm wa rahmatullahi wa baakaatuh
Semoga Keselamatan, Rahmat dan Berkah Allah selalu tercurah atasmu
Ada pepatah tak kenal maka tak sayang, maka kita harus lebih banyak mengenalnya agar lebih menyayanginya.
Berkaitan dengan keadaan kita di hari akhir, kita akan bersama dengan
orang-orang yang disayang.
Jadi bagaimana kita akan berada di surga bersama Rasulullah, kalau
tidak ada rasa cinta kepadanya?
Tidak ada kerinduan untuk bersamanya? Berterima kasih atas perjuangan
mendakwahkan Islam sehingga sampai kepada kia?
Cinta memang tidak bisa datang dengan sendirinya, untuk menumbhkan
kecintaan kepada Beliau, kita harus banyak mengetahui Beliau yang
sebenarnya, melalui Al-Quran dan sunnah-sunnanya.
Sungguh Semakin mengenal Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kita
akan semakin mencintainya.
Berikut secuil kisah Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam, agar
kita lebih mengenal beliau dan lebih mencintainya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa setelah dekat waktu wafatnya,
Rasulullah memerintahkan Bilal supaya adzan. Memanggil manusia untuk
sholat berjama’ah. Maka berkumpulah kaum Muhajirin dan Anshor ke
Masjid Rasulullah saw. Setelah selesai sholat dua raka’at yang ringan
kemudian beliau naik ke atas mimbar lalu mengucapkan puji dan sanjung
kepada Allah swt, dan kemudian beliau membawakan khutbahnya yang
sangat berkesan, membuat hati terharu dan menangis mencucurkan air
mata. Beliau berkata antara lain :
” Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da’i yang
menyeru manusia ke jalan Allah dengan izin-Nya. Aku ini bagimu
bagaikan saudara yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang
merasa teraniaya olehku di antara kamu semua, hendaklah dia bangkit
berdiri sekarang juga untuk melakukan qishas kepadaku sebelum ia
melakukannya di hari Kiamat nanti”
Sekali dua kali beliau mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga
kalinya barulah berdiri seorang laki-laki bernama ‘Ukasyah Ibnu
Muhsin’. Ia berdiri di hadapan Nabi s.a.w sambil berkata :
“Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasullah. Kalau tidaklah karena
engkau telah berkali-kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas
dirimu, tidaklah aku akan berani tampil untuk memperkenankannya sesuai
dengan permintaanmu. Dulu, aku pernah bersamamu di medan perang Badar
sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun turun
dari atas untaku dan aku menghampiri engkau, lantas aku pun mencium
paha engkau. Kemudian engkau mengangkat cambuk memukul untamu supaya
berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul
lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja
atau tidak ya…Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu
hendak melecut untamu sendiri ?”
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, ” Supaya
Fatimah memberikan kepadaku cambukku ” kata beliau
Bilal segera ke luar Masjid dengan tangannya diletakkannya di atas
kepalanya. Ia heran dan tak habis pikir, “Inilah Rasulullah memberikan
kesempatan mengambil qishas terhadap dirinya!”
Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari dalam : “Siapakah
diluar?”, “Saya datang kepadamu untuk mengambil cambuk Rasullah” jawab
Bilal.
” Duhai bilal, apakah yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini?”
tabta Fatimah kepada Bilal.
“Ya Fatimah ! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengambil qishas terhadap dirinya ” Bilal menegaskan.
“Siapakah pula gerangan orang itu yang sampai hati mengqishas
Rasulullah ?” tukas Fatimah keheranan. Biarlah hamba saja yang menjadi
ganti untuk dicambuk.
Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu
diberikannya kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke
tangan ‘Ukasyah
Suasana mulai tegang… Semua sahabat bergerak…. Semua berdiri….
Jangankan dicambuk, dicolek saja, ia akan berhadapan dengan kami.
Mungkin begitu mereka bicara dalam hati. Semua mata melotot. Memandang
Ukasyah dan sebilah cambuk.
Saat itulah, Abu Bakar dan Umar r.a. bicara, “Hai ‘Ukasyah ! kami
sekarang berada di hadapanmu, pukul qishas-lah kami berdua, dan jangan
sekali-kali engaku pukul Rasulullah s.a.w !”
Mungkin saat itu Umar meraba pedangnya. Seandainya saja, diizinkan
akan aku penggal kepala orang yang menyakiti Rasulullah.
Rasulullah menahan dua sahabatnya. Berkata sang pemimpin yang dicintai
ini : “Duhai sahabatku, Duduklah kalian berdua, Allah telah mengetahui
kedudukan kamu berdua!”
Kemudian berdiri pula Ali bin Abi Tholib sambil berkata. Kali ini
lebih garang dari sahabat Abu Bakar : ” Hai Ukasyah! Aku ini sekarang
masih hidup di hadapan Nabi s.a.w. Aku tidak sampai hati melihat kalau
engkau akan mengambil kesempatan qishas memukul Rasulullah. Inilah
punggungku, maka qishaslah aku dengan tangnmu dan deralah aky dengan
tangn engkau sendiri!”
Ali tampil ke muka. Memberikan punggungnya dan jiwa serta cintanya
buat orang yang dicintainya. Subhanallah… ia tak rela sang Rasul
disakiti. Ia merelakan berkorban nyawa untuk sang pemimpin.
Nabi pun menahan. ” Allah swt telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali !”
Ali surut, bergantianlah kemudian tampil dua kakak beradik, Hasan dan
Husein. ” Hai Ukasyah ! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami
berdua ini adalah cucu kandung Rasulullah, dan qishaslah kami dan itu
berarti sama juga dengan mengqishas Rasulullah sendiri !”
Tetapi Rasulullah menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata
“Duduklah kalian berdua, duhai penyejuk mataku!”
Dan akhirnya Nabi berkata : “Hai ‘Ukasyah ! pukullah aku jika engkau
berhasrat mengambil qishas!”
“Ya Rasul Allah ! sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku
sedang tidak lekat kain di badanku” Kata Ukasyah. kembali suasana
semakin panas dan tegang. Semua orang berpikir, apa maunya si Ukasyah
ini. Sudah berniat mencambuk Rasul, ia malah meminta Rasul membuka
baju. “Kurang ajar sekali si Ukasyah ini. Apa maunya ini orang…”
Tanpa bicara….
Tanpa kata…
Rasulullah membuka bajunya.
Semua yang hadir menahan napas…
Banyak yang berteriak sambil menangis…
Tak terkecuali…. Termasuk Ukasyah…
Ada yang tertahan di dadanya. Ia segera maju melangkah, melepas cambuknya dan…
Kejadian selanjutnya tatkala ‘Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah
dan tanda kenabian di punggungnya, ia segera mendekap tubuh Nabi
sepuas-puasnya sambil berkata : “Tebusanmu adalah Rohku ya Rasulallah,
siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan
mengqishas engkau ya Rasul Allah ? Saya sengaja berbuat demikian
hanyalah karena berharap agar supaya tubuhku dapat menyentuh tubuh
engkau yang mulia, dan agar supaya Allah swt dengan kehormatan engkau
dapat menjagaku dari sentuhan api neraka”
Akhirnya berkatalah Nabi saw “Ketahuilah wahai para sahabat ! barang
siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka melihatlah kepada
pribadi laki-laki ini!”
Lantas bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium ‘Ukasyah
di antara kedua matanya. Rasa curiga berubah cinta. Buruk sangka
berubah bangga. Berkatalah mereka : “Berbahagialah engkau yang telah
mencapai derajat yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah s.a.w di
surga kelak!”
Ya Allah! Demi kemuliaan dan kebesaran Engkau mudahkan jugalah bagi
kami mendapatkan syafa’atnya Rasulullah s.a.w di kampung akhirat yang
abadi ! Amien ! Mau’izhatul Hasanah
Allah SWT berfirman:
“Yaa siin…Demi Al Quran yang penuh Hikmah…
Sesungguhnya Engkau (Muhammad) sungguh sebagian dari para Rasul-rasul…
Yang berada di JALAN yang LURUS” (QS. Yaasiin : 3-4)
” Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi,
Hai orang-orang yang beriman bershalawatlah kepadanya dan salam taslim
kepadanya.” (QS Al Ahzab)
“Allahumma shalli ‘alaa Nabiyinaa Muhammad wa’alaa aalihi wa shahbihi wa sallim”
Wassalamu’alaikm wa rahmatullahi wa baakaatuh
No comments:
Post a Comment