CINTA PALSU SYI’AH TERHADAP AHLUL BAIT
“Ahlul Bait” bukanlah istilah yang asing lagi di telinga sebagian kita. Bila disebut maka akan terlintas di benak kita tentang seseorang yang memiliki pertalian kekerabatan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja, ini merupakan kehormatan tersendiri bagi orang tersebut.
Siapakah Ahlul Bait Itu?
Ahlul Bait adalah orang-orang yang sah pertalian nasabnya sampai kepada Hasyim bin Abdi Manaf (Bani Hasyim) baik dari kalangan laki-laki (yang sering disebut dengan syarif) atau wanita (yang sering disebut syarifah), yang beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggal dunia dalam keadaan beriman. Diantara Ahlul Bait Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah:
1. Para istri Rasul, berdasarkan konteks surat Al-Ahzab:33
2. Putra-putri Rasulullah (tidak dikhususkan pada Fathimah saja)
3. Abbas bin Abdul Muththalib dan keturunannya
4. Al-Harits bin Abdul Muththalib dan keturunannya
5. Ali bin Abi Thalib dan keturunannya (tidak dikhususkan pada Al-Hasan dan Al-Husain saja)
6. Ja’far bin Abi Thalib dan keturunannya
7. Aqil bin Abi Thalib dan keturunannya
(Untuk lebih rincinya, silahkan lihat kitab “Syi’ah dan Ahlul Bait” dan “Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah”)
Kedudukan Ahlul Bait
Kedudukan Ahlul Bait di sisi Allah dan Rasul-Nya amat mulia. Diantara kemuliaan itu adalah:
1. Allah bersihkan Ahlul Bait dari kejelekan. Dia shallallahu ‘alaihi wa sallam berfirman yang artinya:
“Hanyalah Allah menginginkan untuk membersihkan kalian (wahai) Ahlul Bait dari kejelekan dan benar-benar menginginkan untuk mensucikan kalian.” (Al-Ahzab:33)
2. Perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpegang dengan bimbingan mereka. Beliau bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوْا: كِتَابَ اللهِ وَعِتْرَتِي أَهْلَ بَيْتِيْ
“Wahai manusia sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu kepada kalian yang apabila kalian berpegang teguh dengannya, maka kalian tidak akan tersesat: Kitabullah dan Ahlul Bait-ku.” (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih)
Oleh karena itu tidaklah ragu lagi, bahwa Ahlul Bait memiliki kedudukan yang sangat istimewa di sisi Allah dan Rasul-Nya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dan tidak ragu lagi bahwa mencintai Ahlul Bait adalah wajib.” Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “Dan termasuk memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berbuat baik kepada keluarga dan keturunan beliau.”
Para sahabat adalah orang-orang yang sangat memuliakan Ahlul Bait baik dari kalangan para sahabat sendiri maupun para tabi’in.
Demikianlah hendaknya sikap seorang muslim kepada mereka. Wajib atas dirinya untuk mencintai, menghormati, memuliakan dan tidak menyakiti mereka.
Namun sudah barang tentu, tolok ukur kecintaan terhadap mereka semata-mata karena iman dan kekerabatan mereka dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa iman tidak akan bermanfaat sama sekali kekerabatan seseorang dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
“Yaitu di hari (hari kiamat) yang harta dan anak keturunan tidak lagi bermanfaat. Kecuali seseorang yang menghadap Allah dengan hati yang lurus.” (Asy-Syu’ara`:88-89)
Demikian pula bila ada Ahlul Bait yang jauh dari sunnah Rasul, maka martabatnya di bawah seseorang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasul, walaupun dia bukan Ahlul Bait. Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat:13)
Ahlul Bait Menurut Tinjauan Syi’ah Rafidhah
Tinjauan mereka tentang Ahlul Bait sangat bathil dan zhalim, yaitu:
- Mereka membatasi Ahlul Bait Nabi hanya 4 orang: Ali, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain
- Mereka keluarkan putra-putri Rasul selain Fathimah dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan semua istri Rasul dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan 12 putra Ali (selain Al-Hasan dan Al-Husain) dan 18 atau 19 putri beliau dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka keluarkan putra-putri Al-Hasan dari lingkaran Ahlul Bait
- Mereka mengklaim bahwa keturunan Al-Husain-lah yang Ahlul Bait, namun tragisnya mereka keluarkan pula sebagian keturunan Al-Husain dari lingkaran Ahlul Bait karena tidak dicocoki oleh hawa nafsu mereka. Oleh karena itu, mereka vonis sebagian keturunan Al-Husain dengan kedustaan, kejahatan dan kefasikan, bahkan vonis kafir dan murtad pun dijatuhkan untuk mereka. Wallahul Musta’an. (Lihat kitab “Syi’ah dan Ahlul Bait”)
Walhasil, Syi’ah Rafidhah mempunyai dua sikap yang saling berlawanan terhadap Ahlul Bait yaitu ifrath (berlebihan di dalam mencintai) sebagian Ahlul Bait dan tafrith (berlebihan di dalam membenci) sebagian yang lain.
Fakta Sikap Ifrath Syi’ah Rafidhah terhadap Ahlul Bait
Al-Kulaini di dalam Al-Ushul Minal Kafi 19/197 mengatakan -dengan dusta- bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Sesungguhnya aku telah diberi beberapa sifat yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku -sekalipun para nabi-: Aku mengetahui seluruh kenikmatan, musibah, nasab, dan keputusan hukum (yang pada manusia). Tidaklah luput dariku perkara yang telah lampau dan tidaklah tersembunyi dariku perkara yang samar.”
Di dalam kitab Al-Irsyad hal.252 karya Al-Mufid bin Muhammad An-Nu’man: “Ziarah kepada Al-Husain -yaitu kuburnya- radhiyallahu ‘anhu kedudukannya seperti 100 kali haji mabrur dan 100 kali umrah.”
Semakin parah lagi ketika mereka -dengan dusta- berkata bahwa Baqir bin Zainal Abidin rahimahullah berkata: “Dan tidaklah keluar setetes air mata pun untuk meratapi kematian Al-Husain, melainkan Allah akan mengampuni dosa dia walaupun sebanyak buih di lautan.” Dalam riwayat lain ada tambahan lafazh: “Dan baginya Al-Jannah.” (Jala`ul ‘Uyun 2 hal.464 dan 468 karya Al-Majlisi Al-Farisi)
Perhatikanlah wahai para pembaca, kecintaan kaum Syi’ah Rafidhah kepada beberapa Ahlul Bait ternyata lebih bersifat pengkultusan, bahkan menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai sekutu bagi Allah. Wallahul Musta’an!!
Fakta Sikap Tafrith Syi’ah Rafidhah terhadap Ahlul Bait
Diriwayatkan di dalam kitab Rijalul Kasysyi hal.54 karya Al-Kasysyi bahwa firman Allah yang artinya:
“Dialah sejelek-jelek penolong dan sejelek-jelek keluarga.” (Al-Hajj:13) turun tentang perihal Al-Abbas (paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Adapun tentang saudara sepupu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abdullah bin Abbas, Al-Qahbani di dalam kitab Majma’ur Rijal 4/143 mengatakan: “Sesungguhnya dia ini telah berkhianat kepada Ali dan telah mengambil harta (shadaqah) dari baitul mal di kota Bashrah.”
Di sisi lain ketika hendak menjelekkan para istri Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa malu mereka menukil secara dusta dari Abdullah bin Abbas bahwa ia pernah berkata kepada Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah …” (Ikhtiyar Ma’rifatur Rijal karya Ath-Thusi hal.57-60)
Sikap Para Imam Ahlul Bait terhadap Syi’ah Rafidhah
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah seseorang mengutamakan aku daripada dua syaikh (Abu Bakar dan Umar) melainkan aku dera dia sebagai pendusta.”
Muhammad bin Ali (Al-Baqir) rahimahullah berkata: “Keluarga Fathimah telah bersepakat untuk memuji Abu Bakar dan Umar dengan sebaik-baik pujian.”
Ja’far bin Muhammad (Ash-Shadiq) rahimahullah berkata: “Allah ‘azza wa jalla membenci siapa saja yang membenci Abu Bakar dan Umar.”
Jelaslah, barangsiapa yang mengaku-ngaku mencintai dan mengikuti jejak Ahlul Bait namun ternyata mereka berlepas diri dari orang-orang yang dicintai Ahlul Bait, maka yang ada hanya kedustaan belaka. Lalu Ahlul Bait mana yang mereka ikuti?! Sangat tepatlah ucapan seorang penyair:
كُلٌّ يَدَّعِي وَصْلاً بِلَيْلَى
وَلَيْلَى لاَ تُقِرُّ لَهُمْ بِذَاكَ
Setiap lelaki mengaku kekasih Laila
Namun Laila tidak pernah mengakuinya
Terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu ‘anhu tidaklah lepas dari penipuan Syi’ah Rafidhah, lihat faktanya disini: http://al-hujjah.comli.com/aswj.html
Ternyata Syi’ah Rafidhah menyimpan kebencian terhadap Ahlul Bait. Kebencian itu tidak hanya berupa ucapan atau tulisan belaka. Bahkan mereka telah membuktikannya dengan perbuatan, yaitu dengan ikut andilnya mereka dalam peristiwa terbunuhnya Al-Husain radhiyallahu ‘anhu. Terlalu panjang untuk mengungkapkan peristiwa menyedihkan itu, namun cukuplah tulisan para ulama mereka sebagai bukti atas kejahatan mereka.
Didalam kitab Al-Irsyad hal.241 karya Al-Mufid diriwayatkan bahwa Al-Husain pernah mengatakan: “Ya Allah jika engkau memanjangkan hidup mereka (Syi’ah Rafidhah) maka porak-porandakanlah barisan mereka, jadikanlah mereka terpecah-belah dan janganlah selama-lamanya engkau ridhai pemimpin-pemimpin mereka. Sesungguhnya mereka mengajak orang untuk membela kami, namun ternyata mereka memusuhi dan membunuh kami.”
Didalam kitab Al-Ihtijaj 2/29 karya Abu Manshur Ath-Thibrisi diriwayatkan bahwa Ali bin Husain yang dikenal dengan Zainal Abidin pernah berkata tentang kaum Syi’ah Rafidhah di negeri Irak: “Sesungguhnya mereka menangisi kematian kami padahal siapakah yang membunuh kami, kalau bukan mereka?!”
Masihkah ada keraguan, apakah Syi’ah Rafidhah benar-benar mencintai Ahlul Bait atau hanya sekedar kedok belaka?! Coba silahkan baca dan pahami sekali lagi! Mudah-mudahan Allah ‘azza wa jalla memberikan taufiq kepada kita semua.
Hadits-hadits Palsu dan Lemah yang Tersebar di Kalangan Umat
Hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu:
مَثَلُ أَهْلِ بَيْتِي مَثَلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرَقَ
“Perumpamaan Ahlul Bait-ku seperti kapal Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya pasti dia selamat dan barangsiapa yang enggan untuk menaikinya, maka dia akan tenggelam (binasa).”
Keterangan:
Hadits ini dha’if (lemah) walaupun diriwayatkan dari beberapa sanad (jalan). Beberapa ulama pakar hadits seperti Al-Imam Yahya bin Ma’in, Al-Bukhari, An-Nasaa`i, Ad-Daruquthni, Adz-Dzahabi dan beberapa ulama yang lainnya telah mengkritik beberapa rawi (periwayat) hadits tersebut. (Lihat Silsilah Adh-Dha’ifah no.4503 karya Asy-Syaikh Al-Albani)
Bukti kecintaan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhum, Utsman Radhiyallahu 'anhum dan Umar Radhiyallahu 'anhum dalam memuliakan Ahlul Bait
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ummul Mu'minin Aisyah Radhiyallahu 'anhu katanya: Pada suatu kali ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam sedang duduk beserta sahabat-sahabatnya, di samping beliau ada Abubakar dan Umar, maka datanglah Abbas. Melihat kedatangan Abbas, maka Abubakar mempersilakan Abbas untuk duduk di tempatnya sehingga Abbas duduk di antara Nabi dan Abubakar. Melihat perlakuan Abubakar yang penuh hormat kepada Al Abbas, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya kemuliaan seseorang yang mulia terlihat ketika ia, mau menghormati kemuliaan seseorang yang mulia". Kemudian Al Abbas bercakap-cakap bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam. Ketika itu Rasulullah berbicara secara perlahan-lahan sampai Abubakar berkata kepada Umar: "Mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam. membicarakan sesuatu yang dapat merisaukan hatiku". Al Abbas tetap berbicara kapada Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam selama beberapa saat sampai ia pergi. Ketika A1 Abbas pergi, maka Abubakar bertanya: "Wahai Rasulullah. apakah kamu tadi sedang membicarakan tentang hari kiamat sebab aku lihat engkau amat rendah suaramu ketika engkau berbicara". Jawab Rasulullah: "Tidak, hanya saja Jibril menyuruh aku untuk merendahkan suaraku jika aku bercakap-cakap dengan Abbas sebagaimana kalian diperintahkan untuk merendahkan suara kalian jika sedang berada di hadapanku". (Al Kanzu jilid 7 ha1 68).
Dikeluarkan oleh Thabarani dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu katanya: Abubakar mempunyai tempat duduk di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dan ia tidak akan mempersilakan orang lain untuk duduk di tempat itu selain kepada si Abbas. Dan Rasulullah amat bergembira bila melihat Abubakar sedang memuliakan Al Abbas. Pada suatu hari ketika Al Abbas datang, maka Abubakar menyingkir sampai Rasulullah bertanya: "Wahai Abubakar mengapa engkau menyingkir dari tempatku?" Jawab Abubakar. "Wahai Rasulullah, pamanmu Al Abbas sedang datang ke tempat kita". Melihat kedatangan Abbas,maka Rasulullah tersenyum kepada Abubakar kemudian beliau bersabda: "Hari ini Abbas datang kepada kami dengan berpakaian putih dan anak cucunya kelak akan datang dengan berpakaian hitam. Ada 12 orang dan anak cucunya yang akan menjadi penguasa". Kata AI Abbas: "Wahai Rasulullah, tadi kulihat engkau telah mengatakan sesuatu kepada Abubakar. apa yang engkau katakan kepadanya?" lawah Rasulullah: "'Tidak sesuatu yang aku katakan kecuali yang baik". Tetapi aku ingin tahu apa yang kau katakan tadi?" Jawab Rasulullah: “Aku telah katakan padanya bahwa pamanku telah datang dengan pakaian putih dan kelak anak cucunya akan datang dengan berpakaian hitam dan akan muncul dari anak cucunya 12 orang sebagai penguasa yang terkenal". (AI Haitsamy jilid 9 hal 270.)
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ja'far bin Muhammad dan kakeknya katanya: Biasanya jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam telah duduk, maka Abubakar senantiasa duduk di sebelah kanannya dan Umar duduk di sebelah kirinya sedang Usman duduk di hadapan beliau. Usman adalah sekretaris pribadi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam Tetapi bila Abbas bin Ahdul Muthalib datang, maka Abubakar mempersilakan ia duduk di tempatnya. (Muntatakhabul Kanzu jilid 5 hal 214).
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ibnu Mas'ud katanya: Pada suatu kali Rasulullah mengutus Umar Ibnul Khattab untuk mengumpulkan harta zakat. Maka orang yang pertama kali ditemui oleh Umar adalah AI Abbas bin Abdul Muthalib. Kata Umar: "Wahai Abbas, berikan harta zakatmu kepada kami". Abbas merasa tersinggung sarnpai ia mengeluarkan kata-kata yang pedas kepada Umar. Maka Umar berkata: "Demi Allah, andaikata bukan karena kemuliaanmu di sisi Allah dan Rasul-Nya pasti aku balas kata-katamu yang sepedas ini". Kemudian Umar mengadukan hal itu kepada Ali bin Abi Thalib, maka Ali mengajak Umar ke rumah Rasulullah untuk melaporkannya pada beliau. Sesampainya,Umar melaporkan kejadian tersebut kenada Rasulullah sehingga Rasulullah berkata: "Semoga Allah memuliakan engkau wahai Umar dikarenakan engkau mau memuliakannya. Tidak tahukah kamu bahwa seorang paman itu sama dengan ayah bagi seseorang, jangan kamu menagih Abbas sebab kami telah memungut zakatnya selama 2 tahun". (Muntakhabul Kanzu jilid 5 hal 214).
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Ibnu Syihab katanya: walaupun kedudukan Abubakar Radhiyallahu a'anhu dan Umar Radhiyallahu a'anhu di mata kaum Muslimin sangat terpandang tetapi jika keduanya sedang naik kendaraan bertemu dengan Abbas yang berjalan kaki, maka keduanya segera turun dan menuntun kendaraannya di sisi Abbas sampai Abbas tiba di tempat tujuannya. Dikeluarkan oleh Ibnul A'rabi dari Anas katanya: Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam sedang duduk di dalam masjid bersama para sahabatnya tiba-tiba datanglah Ali sambil mencari-cari tempat di mana ada tempat yang lowong baginya. Rasulullah melihat wajah-wajah para sahabatnya, siapa di antara mereka yang mau memberikan tempat duduk bagi si Ali. Maka Abubakar Radhiyallahu 'anhu menyingkir dari tempat duduknya dan mempersilakan Ali bin Abi Thalib duduk di sebelahnya. Melihat hal itu Rasulullah tersenyum berkata: "Wahai Abubakar, sesungguhnya kemuliaan seseorang dapat dilihat ketika ia memuliakan seorang yang mulia". (AI Bidayah jilid 7 hal 358).
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Urwah Radhiyallahu a'anhu. katanya: Ketika ada seorang Ielaki merasani Ali di depan Umar Ibnul Khattab, maka Umar Ibnul Khattab berkata: "Tahukah kalian bahwa yang dimakamkan di tempat ini adalah Muhammad bin Abudllah bin Abdul Muthalib, sedangkan Ali adalah Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Sungguh seorang yang menyakiti Ali sama saja dengan orang yang menyakiti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam. Dan siapa yang mencintai Ali, berarti ia mencintai beliau Shallallahu 'alaihi wassalam". (AI Muntakhabjilid 5 hal 46).
Dikeluarkan oleh Abu Nuaim dan Al Jabiri dari Abdurrahman Ibnul Ash Buhani katanya: Pada suatu hari AI Hasan Ibnu Ali pernah datang kepada Abubakar yang ketika itu sedang berpidato di atas mimbar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam. Kata AI Hasan: "Turunlah kamu dari atas mimbar itu sebab yang pantas untuk naik de atas mimbar itu adalah ayahku". Kata Abubakar: "Memang sebenamya yang pantas untuk naik di atlas mimbar ini adalah ayahmu". Kemudian Abubakar segera turun dan ia memangku Al Hasan sambil menangis. Melihat hal ilu, maka Ali berkata: "Sungguh aku tidak menyuruh anak ini untuk berkata demikian". Kata Abubakar: "Demi Allah aku tidak mempunyai prasangka yang tidak baik kepadamu". (AI Kanzu jtlid 3 hal 132).
Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dari Abul Bukhturi katanya: Ketika Umar Ibnul Khattab sedang berpidato di atas mimbar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam., maka Al Husen putra Ali yang ketika itu masih kecil berkata: "Turunlah engkau dari mimbar ayahku". Kata Umar: "Memang ini adalah mimhar ayahmu dan bukan mimbar ayahku, siapa yang menyuruhmu untuk berkata demikian?". Maka Ali berdiri seraya berkata: "Demi Allah aku tidak pemah menyuruhnya berkata demikian, sungguh aku akan cambuk ia dengan cambukan yang menyakitkan". Jawab Umar. "Jangan kamu lakukan hal itu .sebab mimbar ini memang pantas buatmu". (AI Kanzu jilid 7 hal 105).
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa'ad dan Ibnu Rahawaih dan AI Khatib dari AI Husein putra Ali Radhiyallahu 'anhu katanya: Pada suatu ketika Umar bin Khattab sedang berpidato di atas mimbar, maka aku berkata: "Turunlah kamu dari mimbar ayahku". Maka Umar segera berkata: "Memang mimbar ini adalah mimbar ayahmu dan ayahku tidak mempunyai mimbar". Kemudian Umar mengajak aku untuk duduk di atas mimbar. Setelah selesai pidato, maka Umar mengajakku ke rumahnya. Sesampai di rumahnya ia bertanya: "Wahai putraku, siapa yang mengajari kamu berkata demikian'?" jawabku: "Tidak seorang pun yang mengajari aku". Kemudian ia berkata: "Wahai putraku, alangkah senangnya jika kamu sering berkunjung ke rumahku". Kata AI Husein: "Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Umar, ketika itu ia sedang berbicara empat mata dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Sehingga aku tidak berani masuk rumahnya sebab Abdullah putra Umar juga disuruh keluar dari rumah itu. Di lain kesempatan ketika Umar berkata: "Mengapa engkau tidak mau berkunjung ke rumahku'!" Maka aku berkata: "Waktu itu aku pernah berkunjung ke rumahrnu, ketika engkau berbicara empat mata dengan Muawiyah. Karena itu aku kembali sebab putramu Ibnu Umar tidak engkau izinkan masuk ke rumahmu". Jawab Umar: "Sebetulnya engkau Iebih berhak untuk tidak minta izin daripada Ibnu Umar. 'Tahukah kamu bahwa uban yang tumbuh di rambutku ini adalah dikarenakan banyaknya memikirkan kalian ahlul bait Nabi". (AI Kanzu jilid 7 hal 105).
Dikeluarkan oleh Ibnu Sa'ad, Ahmad, AI Bukhari, An Nasa'i dan AI Hakim dari Uqbah Ibnul Haarits katanya: Pada suatu hari ketika aku keluar bersama Abubakar dari shalat ashar setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam meninggal, maka Ali berjalan di sisi Abubakar. Ketika Abubakar lewat di dekat AI Hasan yang sedang main dengan kawan-kawannya, maka ia menggendong Hasan seraya berkata: "Sungguh engkau lebih mirip dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam dari ayahmu sendiri". Mendengar hal itu Ali hanya tersenyum. (AI Kanzu jlid 7 hal 103).
No comments:
Post a Comment