Thursday, July 21, 2011

PEMURNIAN SEJARAH PADA ZAMAN ALI RA

Perang Jamal dimulai apabila Aisyah r.a., Thalhah dan al-Zubair radhiallahu ‘anhum beserta orang-orang yang bersama mereka pergi ke Basrah setelah pengangkatan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anh menjadi khalifah umat Islam. Tujuan Aisyah ke Basrah untuk menyatukan umat Islam, bukan beperang atau memberontak terhadap Ali radhiallahu ‘anh. Pasukan Ali r.a. pun pergi ke Basrah bukan untuk memerangi pasukan Aisyah, tapi untuk bersatu dengan mereka guna menghadapi peristiwa pembunuhan Usman r.a. Jika tujuannya untuk mempersatukan umat Islam, kenapa terjadi peperangan antara pasukan Aisyah dan Ali?

Sebenarnya ada orang-orang yang membunuh Usman (Sejarah Terbunuhnya Usman r.a.) menyamar di antara umat Islam . Mereka tidak suka melihat Aisyah dan Ali bersatu. Oleh karena itu mereka merencanakan untuk mengadu domba mereka. Di pagi hari yang gelap para pembunuh Usman menyerang pasukan Aisyah yang sedang tidur dengan nyenyaknya. Pasukan Aisyah kaget dan menyangka pasukan Ali mengkhianati mereka. Untuk mempertahankan diri mereka, pasukan Aisyah menyerang pasukan Ali. Pasukan Ali menyangka pasukan Aisyah telah mengkhianati mereka. Akibatnya terjadilah perang Jamal.

Muawiyah bin Abi Sufyan

Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw yang mulia. Beliau dilahirkan 15 tahun sebelum peristiwa hijah. Beliau memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah antara tahun 6 hingga 8 hijrah. Muawiyah juga merupakan seorang sahabat yang dihormati oleh para sahabat yang lain. Beliau diangkat menjadi gubernur di Syam pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Umar dan Usman.

Muawiyah menolak berbai’ah kepada Ali bukan karena tidak setuju dengan kekhalifahan Ali. Tapi beliau menginginkan agar Ali menjatuhkan hukuman hudud terlebih dahulu kepada Usman. Di sisi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, beliau bukan sengaja membiarkan pembunuh Usman berkeliaran dengan bebas. Tetapi umat Islam yang sedang terpecah belah menyebabkan beliau mengalami kesukaran untuk mengambil tindakan apapun.

Muawiyah bukan pemberontak, karena walaupun beliau tidak berbai’ah kepada Ali, beliau hanya berdiam diri di Syam. Pasukan Ali lah yang bergerak ke Syam. Hal ini menyebabkan Muawiyah menyiapkan pasukannya juga dan berangkat menuju Kufah. Akhirnya kedua pasukan itu bertemu di suatu tempat yang dinamakan Siffin dan bermulalah peperangan yang dikenali dengan perang Siffin.

Ketika Muawiyah sedang tidur bersama istrinya dan mendengar berita terbunuhnya Ali, beliau terus bangun dan berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kemudian beliau menangis. Kemudian beliau menangis. Istrinya berkata: “Kemarin engkau menyalahkannya dan hari ini engkau menangis untuknya?” Jawab Muawiyah: “Wahai istriku! Aku menangis mengenang manusia akan kehilangan sikap penyantunnya, ilmunya, kelebihannya, awalnya dia dalam Islam dan juga kebaikannya”.

Walaupun Muawiyah bukan pemberontak, tidak berarti Muawiyah berada di pihak yang benar. Di dalam Islam, apabila wujud perbedaan pendapat antara pemimpin dan yang dipimpin, maka kebenaran terletak pada pemimpin. Dalam peristiwa perang Siffin tersebut, pemimpin pada saat itu adalah Amirul Mukminin Ali. Maka sikap yang lebih tepat bagi Muawiyah adalah tidak meletakkan syarat untuk membai’ah Ali. Sebaliknya terus membai’ah beliau dan kemudian mencari penyelesaian untuk memdapatkan pembunuh Usman.

Apabila Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anh dibunuh, maka orang ramai melantik anaknya Hasan sebagai khalifah yang baru. Akan tetapi Hasan menginginkan kemaslahatan dan persatuan umat Islam, sehingga beliau memutuskan untuk memberikan jabatan khalifah kepada Mu’awiyah dan kemudian membai’ah Mu’awiyah sebagai khalifah umat Islam yang baru.

Orang menuduh bahwa Muawiyah pembunuh Hasan. Padahal tidak ada bukti yang mengaitkan Muawiyah dengan pembunuhan Hasan. Sampai sekarang tidak diketahui siapa yang meracuni Hasan.

Yazid bin Muawiah

Sejarah versi Syi’ah mencela Muawiyah karena telah menyerahkan jabatan khalifah kepada anaknya Yazid. Padahal pelantikan Yazid tersebut telah disetujui oleh rakyatnya demi kemaslahatan umat. Menurut versi Syi’ah, Yazid bin Muawiah juga terkenal dengan berbagai kejelekan. Yang paling menonjol adalah memerintahkan bawahannya untuk membunuh Husain bin Ali ra.

Setelah Yazid dibai’ah menjadi khalifah, Husain menerima surat dari penduduk Kufah. Yang menulis surat tersebut adalah kaum Syi’ah dan para pembunuh Usman. Isi surat tersebut adalah mengundang Husain untuk datang ke Khuffah guna dilantik sebagai khalifah. Para sahabat seperti Muhammad bin Hanafiyah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Umar, Abu Sa’id al-Khudri, dan Yazid menasihati Husain agar mengabaikan undangan tersebut. Namun Husain enggan mendengar nasihat tersebut dan meneruskan perjalanannya ke Khuffah bersama anggota keluarganya.

Ketika Yazid menerima berita keberangkatan Husain dan keluarganya ke Khuffah, beliau memerintahkan gubernurnya di Basrah, Ubaidullah bin Ziyad, untuk ke Kufah guna memperhatikan pergerakan Husain dan penduduk Kufah. Akan tetapi akibat suasana yang tegang di Kufah, pergerakan Husain ke Kufah dan sikap Ubaidullah yang sembrono, menyebabkan terbunuhnya Husain dan sebagian keluarganya di Karbala.

Adalah sebuah fitnah yang mengatakan bahwa Yazid memerintahkan pembunuhan Husain dan menyuruh membawa kepala Husain kepadanya. Sebenarnya Yazid merasa sangat sedih ketika mendengar Husain dibunuh oleh Ubaidullah bin Ziyad. Ubaidullah memerintahkan agar Husain dibunuh dan kepalanya di bawa kepadanya. Akibat perbuatannya tersebut, Ubaidullah bin Ziyad dibunuh.

Kesimpulan:

Pertarungan di kalangan sahabat adalah hasil dari ijtihad masing-masing. Pembunuhan Usman adalah penyebab segala-galanya. Pintu fitnah ini telah menyeret para sahabat ke medan pertempuran sesama sendiri. Campur tangan golongan munafiqun yang diketuai oleh pendiri Syi’ah, ‘Abd Allah ibn Saba’, telah memainkan peranan dalam menghidupkan episode pertarungan sesama para sahabat. Sesungguhnya pertempuran tersebut berlaku bukan karena perebutan harta dan kekuasaan, tetapi sebaliknya karena ingin melihat keadilan dan kebenaran. Sejarah mencatat semua sahabat termasuk Sayyidina ‘Ali menyesali keterlibatan mereka dalam kancah tersebut. Fitnah itu hilang setelah berakhirnya zaman tersebut. Semua umat Islam mengakui kebenaran berada di pihak Ali.

Sumber:

1. Pertelingkahan Para Sahabat Nabi saw – Antara Ketulenan Fakta dan Pembohongan Sejarah
Mohd Asri Zainul Abidin
2. Himpunan Risalah Dalam Beberapa Persoalan Umat Buku 4
3. Hafiz Firdaus Abdullah

No comments:

Post a Comment