Bagaiamana menghapal Al-Quran Al-Kariim?
________________________________________
Sebagai seorang mukmin, kita tentunya berkeinginan untuk dapat menghafal Al-Quran dan setiap kita pasti memimpikan agar dapat melahirkan anak-anak yang hafal Al-Quran (hafidz/hafidzah). Berikut ini ada beberapa cara/kaidah dasar untuk memudahkan menghafal, di antaranya:
1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah Azza wa Jalla.
Memperbaiki tujuan dan bersungguh-sungguh menghafal Al-Quran hanya karena Allah Subhanahu wa Ta`ala serta untuk mendapatkan syurga dan keridhaan-Nya. Tidak ada pahala bagi siapa saja yang membaca Al-Quran dan menghafalnya karena tujuan keduniaan, karena riya atau sumah (ingin didengar orang), dan perbuatan seperti ini jelas menjerumuskan pelakunya kepada dosa.
2. Dorongan dari diri sendiri, bukan karena terpaksa.
Ini adalah asas bagi setiap orang yang berusaha untuk menghafal Al-Quran. Sesungguhnya siapa yang mencari kelezatan dan kebahagiaan ketika membaca Al-Quran maka dia akan mendapatkannya.
3. Membenarkan ucapan dan bacaan.
Hal ini tidak akan tercapai kecuali dengan mendengarkan dari orang yang baik bacaan Al-Qurannya atau dari orang yang hafal Al-Quran. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam sendiri mengambil/belajar Al-Quran dari Jibril alaihis salam secara lisan. Setahun sekali pada bulan Ramadhan secara rutin Jibril alaihis salam menemui beliau untuk murajaah hafalan beliau. Pada tahun Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam diwafatkan, Jibril menemui beliau sampai dua kali.
Para shahabat radliallahu `anhum juga belajar Al-Quran dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam secara lisan demikian pula generasi-generasi terbaik setelah mereka. Pada masa sekarang dapat dibantu dengan mendengarkan kaset-kaset murattal yang dibaca oleh qari yang baik dan bagus bacaannya. Wajib bagi penghafal Al-Quran untuk tidak menyandarkan kepada dirinya sendiri dalam hal bacaan Al-Quran dan tajwidnya.
4. Membuat target hafalan setiap hari.
Misalnya menargetkan sepuluh ayat setiap hari atau satu halaman, satu hizb, seperempat hizb atau bisa ditambah/dikurangi dari target tersebut sesuai dengan kemampuan. Yang jelas target yang telah ditetapkan sebisa mungkin untuk dipenuhi.
5. Membaguskan hafalan.
Tidak boleh beralih hafalan sebelum mendapat hafalan yang sempurna. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan hafalan di hati. Dan yang demikian dapat dibantu dengan mempraktekkannya dalam setiap kesibukan sepanjang siang dan malam.
6. Menghafal dengan satu mushaf.
Hal ini dikarenakan manusia dapat menghafal dengan melihat sebagaimana bisa menghafal dengan mendengar.
Dengan membaca/melihat akan terbekas dalam hati bentuk-bentuk ayat dan tempat-tempatnya dalam mushaf.
Bila orang yang menghafal Al-Quran itu merubah/mengganti mushaf yang biasa ia menghafal dengannya maka hafalannya pun akan berbeda-beda pula dan ini akan mempersulit dirinya.
7. Memahami adalah salah satu jalan untuk menghafal.
Di antara hal-hal yang paling besar/dominan yang dapat membantu untuk menghafal Al-Quran adalah dengan memahami ayat-ayat yang dihafalkan dan juga mengenal segi-segi keterkaitan antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya.
Oleh sebab itu seharusnyalah bagi penghafal Al-Quran untuk membaca tafsir dari ayat-ayat yang dihafalnya, untuk mendapatkan keterangan tentang kata-kata yang asing atau untuk mengetahui sebab turunnya ayat atau memahami makna yang sulit atau untuk mengenal hukum yang khusus.
Ada beberapa kitab tafsir yang ringkas yang dapat ditelaah oleh pemula seperti kitab Zubdatut Tafsir oleh Asy-Syaikh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar.
Setelah memiliki kemampuan yang cukup, untuk meluaskan pemahaman dapat menelaah kitab-kitab tafsir yang berisi penjelasan yang panjang seperti Tafsir Ibnu Katsier, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir As-Sadi dan Adhwaaul Bayaan oleh Asy-Syanqithi.wajib pula menghadirkan hatinya pada saat membaca Al-Quran.
8. Tidak pindah ke surat lain sebelum hafal benar surat yang sedang dihafalkan.
Setelah sempurna satu surat dihafalkan, tidak sepantasnya berpindah ke surat lain kecuali setelah benar-benar sempurna hafalannya dan telah kokoh dalam dada.
9. Selalu memperdengarkan hafalan (disimak oleh orang lain).
Orang yang menghafal Al-Quran tidak sepantasnya menyandarkan hafalannya kepada dirinya sendiri. Tetapi wajib atasnya untuk memperdengarkan kepada seorang hafidz atau mencocokkannya dengan mushaf. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan kesalahan dalam ucapan, atau syakal ataupun lupa.
Banyak sekali orang yang menghafal dengan hanya bersandar pada dirinya sendiri, sehingga terkadang ada yang salah/keliru dalam hafalannya tetapi tidak ada yang memperingatkan kesalahan tersebut.
10. Selalu menjaga hafalan dengan murajaah.
Bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam :
"Jagalah benar-benar Al-Quran ini, demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, Al-Quran lebih cepat terlepas daripada onta yang terikat dari ikatannya."
Maka seorang yang menghafal Al-Quran bila membiarkan hafalannya sebentar saja niscaya ia akan terlupakan. Oleh karena itu hendak hafalan Al-Quran terus diulang setiap harinya. Bila ternyata hafalan yang ada hilang dalam dada tidak sepantasnya mengatakan: "Aku lupa ayat (surat) ini atau ayat (surat) itu." Akan tetapi hendaklah mengatakan: "Aku dilupakan," karena Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda: (..arab..)
11. Bersungguh-sungguh dan memperhatikan ayat yang serupa.
Khususnya yang serupa/hampir serupa dalam lafadz, maka wajib untuk memperhatikannya agar dapat hafal dengan baik dan tidak tercampur dengan surat lain.
12. Mencatat ayat-ayat yang dibaca/dihafal.
Ada baiknya penghafal Al-Quran menulis ayat-ayat yang sedang dibaca/dihafalkannya, sehingga hafalannya tidak hanya di dada dan di lisan tetapi ia juga dapat menuliskannya dalam bentuk tulisan.
Berapa banyak penghafal Al-Quran yang dijumpai, mereka terkadang hafal satu atau beberapa surat dari Al-Quran tetapi giliran diminta untuk menuliskan hafalan tersebut mereka tidak bisa atau banyak kesalahan dalam penulisannya.
13. Memperhatikan usia yang baik untuk menghafal.
Usia yang baik untuk menghafal kira-kira dari umur 5 tahun sampai 25 tahun. Wallahu alam dalam batasan usia tersebut. Namun yang jelas menghafal di usia muda adalah lebih mudah dan lebih baik daripada menghafal di usia tua.
Pepatah mengatakan: Menghafal di waktu kecil seperti mengukir di atas batu, menghafal di waktu tua seperti mengukir di atas air.
HAL-HAL YANG DAPAT MENGHALANGI HAFALAN
Setelah kita mengetahui beberapa kaidah dasar untuk menghafal Al-Quran maka sudah sepantasnya bagi kita untuk mengetahui beberapa hal yang menghalangi dan menyulitkan hafalan agar kita dapat waspada dari penghalang-penghalang tersebut.
Di antaranya:
1. Banyaknya dosa dan maksiat.
Sesungguhnya dosa dan maksiat akan melupakan hamba terhadap Al-Quran dan terhadap dirinya sendiri. Hatinya akan buta dari dzikrullah.
2. Tidak adanya upaya untuk menjaga hafalan dan mengulangnya secara terus-menerus. Tidak mau memperdengarkan (meminta orang lain untuk menyimak) dari apa-apa yang dihafal dari Al-Quran kepada orang lain.
3. Perhatian yang berlebihan terhadap urusan dunia yang menjadikan hatinya tergantung dengannya dan selanjutnya tidak mampu untuk menghafal dengan mudah.
4. Berambisi menghafal ayat-ayat yang banyak dalam waktu yang singkat dan pindah ke hafalan lain sebelum kokohnya hafalan yang lama.
Kita mohon pada Allah Subhanahu wa Ta`ala semoga Dia mengkaruniakan dan memudahkan kita untuk menghafal kitab-Nya, mengamalkannya serta dapat membacanya di tengah malam dan di tepi siang. Wallahu alam bishawwab.
[Ummu Abdillah & Ummu Maryam, dinukil dari kutaib: "Kaifa Tataatstsar bil Quran wa Kaifa Tahfadzuhu?" oleh Abi Abdirrahman]
Diambil dari mailing list assunnah@yahoogroups.com
UNTUK PENGHAPAL AL-QUR'AN
Saudaraku penghapal Al-quran..
Ini adalah harta simpanan yang Allah percayakan disimpan didalam
dadamu, dan ini adalah kedudukan yang Allah pilihkan atasmu untuk
menempatinya, dan ini adalah kemuliaan yang engkau raih dimana pada
hakikatnya adalah tanggung jawab yang dibebankan pada pundakmu,
amanat yang wajib atasmu menunaikannya. Maka selayaknya atasmu
memuliakan Al-qur`an dalam dadamu dan menjaga dirimu dari
penghambaan terhadap ahli dunia. Juga wajib engkau melazimi perilaku
tawadhu, tenang, serta berwibawa. Hati-hatilah dari kesombongan dan
takabbur tatkala engkau mendengar pujian manusia atasmu. Maka
ketahuilah bahwasannya riya dapat meluluh-lantakkan amal-amal
shalihmu. Bersemangatlah dalam melaksanakan kebaikan serta menjauhi
maksiat maupun syubhat.
Berkata Abdullah bin Mas'ud radhiallahu'anhu: "Adalah selayaknya
bagi para penghapal Qur`an terbedakan saat malamnya ketika manusia
terlelap, tatkala siangnya ketika manusia berbuka, tatkala sedihnya
ketika manusia bergembira, tatkala menangisnya ketika manusia
tertawa, tatkala diamnya ketika manusia banyak bicara, dan dengan
kekhusyuannya ketika manusia lalai"
Dari Alhasan Bashri rahimahulloh: "Sesungguhnya orang-orang sebelum
kalian menganggap Al-qu`an sebagai kumpulan surat dari Rabb mereka,
oleh karenanya mereka mentadabburinya disaat malam serta
mengamalkannya di siang hari."
Dari Fudhoil bin `iyadh rahimahulloh: "Pembawa (penghapal) al-quran
adalah pembawa panji Islam, tidak selayaknya dia bergurau bersama
orang-orang yang bergurau, tidak lupa bersama orang-orang yang lupa,
serta tidak banyak cakap bersama orang-orang yang banyak cakap,
sebagai pemuliaan terhadap haqnya Al-quran"
Pertama dari apa-apa yang seharusnya bagi penghapal Quran adalah
bertakwa kepada Allah dalam semua keadaan, bersikap waro' dalam
makan, minum, pakaian, serta perilakunya, tanggap terhadap zaman dan
kerusakan penduduk dunia. Maka dia memperingatkan mereka dalam
beragama, menjaga lisan, terbedakan didalam bicaranya, sedikit dari
berlebihan pada apa-apa yang tak bermanfaat, sangat takut akan
lisannya lebih takut dari pada musuhnya, mawas diri dari hawa nafsu
yang dapat membuat Allah murka, bergumul dengan Quran untuk mendidik
jiwa yang dengannya cita-citanya adalah dapat paham terhadap apa-apa
yang Allah kabarkan dari ketaatan dan menjauhi maksiat.
Bukanlah cita-citanya: Kapan aku mengkhatamkan surat ini? Cita-
citanya adalah: Kapan aku merasa cukup hanya dengan Allah bukan
selainnya? Kapan aku menjadi orang bertakwa? Kapan aku menjadi orang
yang berbuat ihsan? Kapan aku menjadi orang yang bertawakkal? Kapan
aku khusyu beribadah?, Kapan aku bertaubat dari dosa-sosa? Kapan aku
bersyukur atas segala nikmat ini? Kapan aku paham dari apa yang aku
baca?, kapan aku malu kepada Allah dengan malu yang sebenarnya?
Kapan aku menyibukkan mataku dengan Quran? Kapan aku perbaiki
kejelekan-kejelekan urusanku? Kapan aku mengoreksi diri? Kapan aku
membekali diri untuk kehidupan setelah mati di akhirat kelak?
Seorang mukmin yang berakal tatkala membaca Al-quran maka alquran
itu bagaikan cermin di matanya sehingga dia bisa melihat apa yang
bagus atau jelek dari perilakunya, maka apa-apa yang Allah
peringatkan, dia merasa diperingatkan dan apa-apa yang Allah
ancamkan dari siksa, dia merasa takut. Maka orang yang memiliki
sifat seperti ini atau paling tidak dekat dengan sifat tersebut,
maka Alquran akan menjadi saksi serta memberinya syafaat.
(Dinukil dari kitab "Warottilil qur`ana tartiila, Washoya wa
Tanbihaat fit Tilawati wal Hifdzi wal Muroja`ati" dengan pengurangan
dan perubahan sedikit)
Cara Yang Paling Mudah Menghafal Al-Qur'an
Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa nasihat anda kepada para pemuda dalam menempuh cara yang paling mudah untuk menghafal Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala ?
Jawaban.
Al-Qur’an itu dimudahkan dan sangat mudah menghafalnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” [Al-Qamar : 17]
Dan yang menentukan adalah kemauan orang dan ketulusan niatnya. Bila dia memiliki kemauan yang tulus dan keseriusan terhadap Al-Qur’an, maka Allah akan memudahkan dia untuk menghafalnya dan memudahkan Al-Qur’an untuk dihafal.
Ada beberapa hal yang membantu dalam mengahaflnya, seperti mengkhususkan waktu yang sesuai setiap hari. Engkau belajar kepada guru Al-Qur’an di masjid dan Alhamdulillah guru-guru Al-Qur’an sekarang sangat banyak (di Saudi, -pent). Engkau tidak mendapatkan satu perkampungan melainkan pasti di dalamnya ada orang yang mengajarkan Al-Qur’an. Ini kesempatan yang mulia sekali yang zaman dahulu belum pernah terjadi.
Maka seharusnya saudara kita ini memilih halaqah atau guru yang ada itu dan selalu hadir bersama guru tersebut sampai hafalannya tamat.
Engkau juga harus mengulang-ulang apa yang telah engkau baca, dua kali, tiga kali dan seterusnya, sampai hafalan itu melekat di hati dan ingatanmu. Dan kewajibanmu adalah mengamalkan Kitab Allah ini, karena hal itu merupakan wasilah (sarana) yang paling agung untuk mempelajarinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan bertakwalah kamu kepada Allah : Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Al-Baqarah : 282]
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 32-34 Darul Haq]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=1325&bagian=0
Kami Wasiatkan Kepada Setiap Muslim Agar Mendidik Anak-Anaknya Untuk Menghafal Al-Qur'an
Kategori : Al-Qur'an
Dimuat oleh : admin
KAMI MEWASIATKAN KEPADA SETIAP ORANG (MUSLIM) AGAR MENDIDIK ANAK-ANAKNYA UNTUK MENGHAFAL AL-QUR’AN
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Sebagaimana yang anda ketahui bahwa Al-Qur’an Al-Karim itu mempunyai peranan penting yang tampak jelas dalam perilaku keluarga muslim dan masyarakat. Apakah Anda mempunyai saran dalam hal yang penuh berkah ini, terutama dikarenakan kaum muslimin tidak mempunyai keinginan untuk memasukkan anak-anaknya ke dalam halaqah jama’ah tahfizh Al-Qur’an.?
Jawaban.
Sungguh engkau sangat bagus wahai penanya dan tidak ada tambahan lagi atas apa yang telah engkau sebutkan.
Tidak ragu lagi bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan hanya membacanya karena Allah bisa mendapatkan pahala, sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dia mendapat satu kebaikan, sedangkan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat, saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf” [Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dari Abdullah Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu no. 2910 Kitab Fadhail Al-Qur’an, bab: 16. Imam At-Tirmidzi berkata : Ini hadits hasan shahih, hadits ini dishahihkan juga oleh Al-Albani, lihat Shahih Al-Jami 5/340]
Jika halnya seperti ini maka seharusnya setiap muslim itu memperhatikan Al-Qur’an, memperhatikan membacanya, tajwidnya dan selalu sering membacanya agar dia termasuk dalam golongan orang-orang yang membaca Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, seyogyanya menetapkan jadwal harian untuk membacanya, sehingga tidak ada hari yang berlalu tanpa membaca Al-Qur’an.
Bila dia mempunyai waktu khusus seperti ba’da shalat Shubuh dan ba’da shalat Maghrib, dia mengambil mushaf dan terus membacanya –bila tidak hafal- dia membaca apa yang mudah baginya setiap hari. Dengan cara seperti ini berarti dia telah memperhatikan Al-Qur’an dan tidak meninggalkannya, karena sesungguhnya Allah mencela orang-orang yang meninggalkannya di dalam firmanNya.
“Artinya : Dan Rasul berkata, “Wahai Tuhanku sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang diacuhkan” [Al-Furqan : 30]
Artinya mereka berpaling dari Al-Qur’an.
Meninggalkannya adalah berpaling darinya, tidak membacanya sesuai dengan yang semestinya dan lain-lain, ini berhubungan dengan orang awam.
Begitu juga kami wasiatkan kepada orang muslim yang baik terhadap dirinya sendiri dan yang cinta kepada sesama, agar mendidik anak-anaknya untuk menghafal Kitab Allah semenjak usia dini, menjadikan mereka cinta terhadap Kitab Allah dan mengajarkannya sejak kecil sehingga mereka tumbuh terdidik di atas pemahaman Kitab Allah.
Sesungguhnya Jam’iyah Khairiyah banyak tersebar di negeri ini (Saudi Arabia), di setiap daerah ada sekolah untuk pengajaran Al-Qur’an. Anak-anak –biasanya- mempunyai waktu senggang di sore hari setelah ba’da Ashar, mereka tidak mempunyai kesibukan, oleh sebab itu si ayah seharusnya membawa anak-anaknya dan menggabungkan mereka pada sekolah-sekolah ini serta mendorong dan memberi semangat mereka untuk hal itu meskipun dengan diiming-imingi hadiah untuk hadir di sana dan menghafalnya.
Dengan hal seperti itu berarti Allah Ta’ala memberi manfaat terhadap mereka dan mereka memberi manfaat terhadap orang tuanya. Pembicaraan tentang manfaat ini sudah dikenal oleh semua (orang), bukan di sini tempat bagi penjelasannya.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 22-24 Darul Haq]
Ketidak Hafalannya Atas Al-Qur'an Dima'afkan
KETIDAK HAFALANNYA ATAS AL-QUR’AN DIMA’AFKAN
Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukumnya bagi orang yang sering membaca Al-Qur’an Al-Karim, namun karena daya ingatnya lemah, dia tidak bisa menghafalnya ? Apa pula hukum orang yang menghafal Al-Qur’an dan melupakannya, seperti orang (pelajar) yang menghafalnya untuk tujuan ikhtibar (ujian), apakah itu berdosa.?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Orang yang banyak membaca Al-Qur’an, namun dia tidak menghafalnya karena daya ingatnya lemah, maka dia itu mendapatkan pahala atas bacaannya itu dan dimaafkan ketidak-hafalannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Maka bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian” [At-Thagabun : 16]
Adapun orang yang menghafal Al-Qur’an, misalnya untuk ujian, kemudian dia lupa, maka dia telah berbuat kesalahan dan telah lepas darinya kebaikan yang banyak.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 19-20 Darul Haq]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=633&bagian=0
Diambil dari mailing list salafiyyin@yahoogroups.com
Menjaga Hafalan Al-Qur'an
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bagaimana cara menjaga hafalan Al-Qur’an saya ?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Di antara cara menghafal Al-Qur’an adalah selalu mengulang-ulang dan menjaganya, juga bersungguh-sungguh, ikhlas, berkeinginan keras untuk menghafalnya, memahaminya dan men-tadabburi-nya serta ber-tadharru’ (memelas) dan memohon taufiq (kemudahan) untuk hal itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati-hatilah dari perbuatan maksiat serta bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa-dosa maksiat yang pernah dilakukan.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
***
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum orang yang menghafal Al-Qur’an di luar kepala kemudian ia lupa, apakah dia akan dikenakan siksa atau tidak ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Al-Qur’an adalah kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia adalah perkataan yang paling utama dan sarat dengan hukum-hukum, membacanya merupakan ibadah yang meluluhkan hati, membuat jiwa menjadi khusyu dan memberi manfaat lain yang tidak terhitung. Oleh karena itu, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar selalu menjaganya supaya tidak lupa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Jagalah (hafalan) Al-Qur’an, demi Dzat yang jiwa saya ada tanganNya, sesungguhnya Al-Qur’an itu sangat cepat terlepas melebihi (lepasnya) unta dari ikatannya” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari hadits Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu no. 5033, kitab Fadha’il Al-Qur’an bab 23, dan Imam Muslim juga dari Abu Musa no. 1/23-(791), kitab Shalat Al-Musafirin bab 33]
Tidak selayaknya seorang hafizh lalai dari membacanya dan tidak maksimal dalam menjaganya. Seyogyanya dia mempunyai wirid (muraja’ah) harian agar dapat menghindari dari lupa sambil mengharap pahala dan mengambil pelajaran hukum-hukumnya, baik yang berupa aqidah maupun amalan. Namun orang yang hafal sedikit dari Al-Qur’an lalu lupa, karena banyak kesibukan atau karena lalai, maka dia tidak berdosa.
Adapun hadits yang mengandung ancaman bagi orang yang menghafal kemudian lupa, tidak benar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
***
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukumnya bagi orang yang sering membaca Al-Qur’an Al-Karim, namun karena daya ingatnya lemah, dia tidak bisa menghafalnya ? Apa pula hukum orang yang menghafal Al-Qur’an dan melupakannya, seperti orang (pelajar) yang menghafalnya untuk tujuan ikhtibar (ujian), apakah itu berdosa.?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Orang yang banyak membaca Al-Qur’an, namun dia tidak menghafalnya karena daya ingatnya lemah, maka dia itu mendapatkan pahala atas bacaannya itu dan dimaafkan ketidak-hafalannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Maka bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian” [At-Thagabun : 16]
Adapun orang yang menghafal Al-Qur’an, misalnya untuk ujian, kemudian dia lupa, maka dia telah berbuat kesalahan dan telah lepas darinya kebaikan yang banyak.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
***
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Saya membaca Al-Qur’an dan tidak mampu menghafalnya, apakah saya mendapat pahala ?
Jawaban.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Orang yang membaca Al-Qur’an dan men-tadabburi-nya serta mengamalkannya pasti dia diberi pahala, meskipun tidak menghafalnya, sebagaimana di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala” [Potongan Hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha no. 244-(898), kitab Al-Musafirin wa Qashruha, bab. 38]
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
***
Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Saya hafal dua juz dari Al-Qur’an. Setiap saya menghafal surat berikutnya saya lupa sebagian ayat yang telah saya hafal sebelumnya. Tolong berikan saya petunjuk pada obat penyakit lupa ini. Semoga Allah membalas kebaikan Anda ?
Jawaban
Pertama : Perbaiki niat anda dalam membaca Al-Qur’an Al-Karim
Kedua : Perbanyaklah membaca Al-Qur’an Al-Karim, karena sesunggguhnya Al-Qur’an Al-Karim ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membutuhkan penjagaan (muraja’ah) dan banyak membaca, karena Al-Qur’an itu lebih cepat terlepas melebihi unta dari ikatannya. [Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 5033 kitab Fadha’il Al-Qur’an, bab : 23 dan Muslim no. 1/23 (791) Kitab Shalat Al-Musafirin bab 33]
Berarti Al-Qur’an membutuhkan dari anda banyak-banyak muraja’ah dan membaca. Bila engkau telah hafal satu surat, maka seringlah membaca dan mengulang-ngulangnya sampai mantap dan kuat, jangan pindah ke surat lain, kecuali bila engkau sudah menghafalnya dengan itqan (mantap).
Ringkasnya adalah :
[1] Engkau wajib meluruskan niat dan mengamalkan apa yang telah diajarkan oelh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu. Dia berfirman.
“Dan bertaqwalah kepada Allah ; Allah mengajarimu” [Al-Baqarah : 282]
[2] Engkau wajib memperbanyak membaca (Al-Qur’an).
[3] Mantapkan hafalanmu (yang sudah ada), jangan pindah dari satu ayat ke ayat lain, dari satu surat ke surat lain, kecuali setelah engkau memantapkan hafalan yang sebelumnya dan terpancang dalam ingatanmu.
***
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seseorang telah hafal lima juz dari Al-Qur’an, namun karena banyak kesibukan, dia tidak memuraja’ah hafalannya dalam tempo waktu yang cukup lama sehingga hafalannya hilang dan ia lupa. Bagaimana hukumnya, apakah berdosa ? Apakah ada hadits-hadits yang mengancam hal seperti ini ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Orang tersebut perlu dinasehati dan di dorong supaya kembali mempelajari Al-Qur’an seluruhnya, membacanya, men-tadabburi-nya dan mengamalkannya. Dia juga perlu diperingatkan terhadap akibat buruk dari terlalu menyibukkan diri dengan dunia sehinga melupakan urusan agamanya.
Adapun hadits yang mengandung ancaman terhadap orang yang telah hafal Al-Qur’an lalu dia lupa adalah hadits dha’if.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, Darul Haq]
Seyogyanya Menjaga Hafalan Al-Qur'an Sehingga Tidak Lupa
SEYOGYANYA MENJAGA HAFALAN AL-QUR’AN SEHINGGA TIDAK TERLUPAKAN.
Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Apa hukum orang yang menghafal Al-Qur’an di luar kepala kemudian ia lupa, apakah dia akan dikenakan siksa atau tidak ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Al-Qur’an adalah kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia adalah perkataan yang paling utama dan sarat dengan hukum-hukum, membacanya merupakan ibadah yang meluluhkan hati, membuat jiwa menjadi khusyu dan memberi manfaat lain yang tidak terhitung. Oleh karena itu, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar selalu menjaganya supaya tidak lupa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Jangalah (hafalan) Al-Qur’an, demi Dzat yang jiwa saya ada tanganNya, sesungguhnya Al-Qur’an itu sangat cepat terlepas melebihi (lepasnya) unta dari ikatannya” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari hadits Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu no. 5033, kitab Fadha’il Al-Qur’an bab 23, dan Imam Muslim juga dari Abu Musa no. 1/23-(791), kitab Shalat Al-Musafirin bab 33]
Tidak selayaknya seorang hafizh lalai dari membacanya dan tidak maksimal dalam menjaganya. Seyogyanya dia mempunyai wirid (muraja’ah) harian agar dapat menghindari dari lupa sambil mengharap pahala dan mengambil pelajaran hukum-hukumnya, baik yang berupa aqidah maupun amalan. Namun orang yang hafal sedikit dari Al-Qur’an lalu lupa, karena banyak kesibukan atau karena lalai, maka dia tidak berdosa.
Adapun hadits yang mengandung ancaman bagi orang yang menghafal kemudian lupa, tidak benar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 26-27 Darul Haq]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=779&bagian=0
Seyogyanya Terus Menerus Dalam Menghapal Al-Qur'an
SEYOGYANYA TERUS MENERUS DALAM MENGHAPAL AL-QUR’AN
Oleh
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Seseorang telah hafal lima juz dari Al-Qur’an, namun karena banyak kesibukan, dia tidak memuraja’ah hafalannya dalam tempo waktu yang cukup lama sehingga hafalannya hilang dan ia lupa. Bagaimana hukumnya, apakah berdosa ? Apakah ada hadits-hadits yang mengancam hal seperti ini ?
Jawaban.
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada RasulNya beserta keluarga dan shabatnya, wa ba’du.
Orang tersebut perlu dinasehati dan di dorong supaya kembali mempelajari Al-Qur’an seluruhnya, membacanya, men-tadabburi-nya dan mengamalkannya. Dia juga perlu diperingatkan terhadap akibat buruk dari terlalu menyibukkan diri dengan dunia sehinga melupakan urusan agamanya.
Adapun hadits yang mengandung ancaman terhadap orang yang telah hafal Al-Qur’an lalu dia lupa adalah hadits dha’if.
Wabillah at-taufiq wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shahbihi wa sallam.
[Disalin dari buku 70 Fatwa Fii Ihtiraamil Qur’an, edisi Indonesia 70 Fatwa Tentang Al-Qur’an, Penyusun Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz, hal. 20-21 Darul Haq]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=mo re&article_id=738&bagian=0
No comments:
Post a Comment